Skip to main content

Free-nite with Ninda

Happy, happy
Riang gembira

Hari ini aku bermalam Sabtuan dengan Ninda. Kami janjian di halte stasiun dan aku terlambat sejam (maafkan aku)! Tujuan pertama adalah Pancong Lava. Kami ke sana naik motornya Ninda. Tak dinyana, di tengah jalan kami kena tilang! Ini pengalaman pertamaku ditilang polisi, demikian pula dengan Ninda. Huhu malu bangeeeet. Ini gegara aku nggak pakai helm (soalnya Ninda nggak bawa helm cadangan, nasib!) Ya sudahlah. Aku dan Ninda cerita banyak hal: kesibukan saat ini, rencana masa depan, cerita soal negara impian, diskusi film, dan lain-lain. Seru banget! Kami makan malam di food court Margo lalu berbelanja di Giant. Aku doang sih yang belanja. Iseng mau coba Clean and Clear. Habisnya aku merasa terintimidasi oleh kaca-kaca toilet. Mukaku lagi jerawatan banget dan aku kesal. Wkwk. Entah gegara bedak baru, toner yang nggak cocok, sabun cuci muka yang nggak pas, atau gegara makeup. Aku pakai bedak Revlon, makeup Wardah, dan perawatan muka dari TBS seri tea tree. Semoga aja ini salah si bedak, ya, soalnya kalau salah si TBS...bisa gigit topi (seperti Paman Gober kalau lagi marah) kali aku! Huft, TBS kan nggak murah... T-T

Setelah puas jalan-jalan, kami pamitan dan aku menyeberang ke Detos. Bukannya langsung pulang, aku malah mampir ke konter Wardah di Matahari. Mau beli lipgloss Wondershine warna lain. Ini seri lipstik Wardah yang aku suka. Dulu pernah beli seri Exclusive yang katanya bagus, tetapi nyatanya malah membuat bibirku makin kering. Bibir kering + efek kering = terkelupas. Tak bakal kubeli lagi. ( T-T) Sebelumnya, aku pakai Wondershine 03 soft pink. Kali ini aku beli Wondershine 02 creamy brown. Kenapa beli baru? Soalnya, kalau aku pakai W03 ke kampus, it's a lil bit too much. Kentara banget bibirnya berwarna, haha. Warna creamy brown ini nude, jadi ada efek mengilap tanpa terlihat pinky gimana gitu. ♡

"Ini aja, Mbak?"
"Iya. Eh, ng... eye shadow yang ini ada, Mbak?" tunjukku pada palet berisi warna silver, marun, dan pink. Namanya palet L. Ketiganya ber-glitter.
"Ada."
"Nah, itu juga, deh."

Dulu sempat beli eye shadow warna dasar cokelat tua-cokelat muda-nude, tetapi warna yang sering kupakai cuma yang cokelat tua. Habisnya warna yang lain nggak kelihatan. Mungkin karena kulit wajahku gelap? Atau mungkin aku doang yang nggak lihai pakai makeup? Keduanya benar, pembaca. :')

Aku beli yang ada warna silvernya karena pas lebaran aku melihat tanteku memakai perona mata warna itu, jadinya aku penasaran juga. Hahaha, dasar! Eh, tetapi aku suka ketiga warna itu, kok. Bagusnya dipakai saat malam, soalnya glittery bling-bling. Waspadalah dalam pemakaiannya karena semua mata akan tertuju pada matamu! (lebay nian)

Yup, anggaplah hari ini sebagai hiburanku atas dua minggu yang cukup membosankan di perpus dan kampus. Ucapkan alhamdulillah untuk semuanya. ^^b

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga...

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kek...

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Autobiografi masuk di Universitas Indonesia

Di tengah asyiknya membicarakan jurusan saat kuliah nanti, “Nad, mau masuk apa pas kuliah?” “InsyaAllah, Sastra Indonesia UI.” “Kok sastra Indonesia, sih?” * * * Pertanyaan itu kerap kali terngiang di telinga tatkala aku menyebutkan jurusan idamanku. Mengapa? Apa ada yang salah? Tak pantaskah aku mengecap ilmu di jurusan yang bertitel sastra Indonesia? Pertanyaan yang begitu merasuk hati, mengganggu. Dalam hati, aku hanya bisa berharap semoga orang tuaku merestui jurusan ini. Namun alangkah sayangnya, ternyata keinginanku ditolak mentah-mentah, apalagi oleh ibuku. Beliau tidak meridai keinginanku berkuliah di jurusan sastra. “Kalau tetap bersikeras kuliah di situ, saya tidak mau membiayai,” MasyaAllah! Apa yang ada di pikiran beliau saat itu? Bagaimana pula aku bisa membiayai kuliah sendiri? Ayah mencoba memberi saran, “Coba Nadia cari jurusan lain. Kamu sudah berbalik arah ke IPS, kan? Jurusan banyak, kok, bukan cuma sastra Indonesia. Apa kamu takut tidak lulus ...