Skip to main content

Akademisi bin peneliti

MasyaaAllah. Allah benar-benar baik!
Baru saja mendaftarkan diri ke sebuah konferensi yang masih dijadwalkan akhir November. Eh, tahu-tahu pendaftarannya sudah ditutup. Alhamdulillah, panitia konferensi masih bersedia menyimpankan kursi untukku. Ah, terima kasih, Pak!
Ketika kau sungguh-sungguh menginginkan sesuatu, kau pasti akan mengejarnya sampai dapat, bukan? 
Aku belum tahu dengan siapa aku akan berangkat ke lokasi acara. Hm, mungkin sendirian? Soalnya, teman-temanku belum memberi pertanda akan mengikuti konferensi yang serupa. Nggak apa-apa, deh, berangkat sendiri. Saingan dengan pekerja kantoran pagi hari. :p 
Nggak apa-apa juga, deh, kalau terkesan seperti anak bawang di sana. Menjadi pendengar yang bahkan lulus S-1 saja belum! Berada di kerumunan dosen, profesor, mahasiswa S-2, mahasiswa S-3, atau peneliti. Cuek aja, yang penting senang. Iya, nggak? :)
Aku selalu senang berada di antara akademisi. Selalu ada kebahagiaan ketika berada di tengah-tengah orang cerdas. Mengagumi pemikiran mereka, mengagumi dedikasi mereka, mengagumi setiap inci dari sosok mereka. Aku juga mau jadi akademisi bin peneliti. Aku tahu jalanku ke sana masih panjang. Nah, biarkan aku memulainya dari sekarang. Aku memang masih omong besar perihal cita-cita. Memang sih aku belum berkontribusi apa-apa, memang sih aku belum mencoba menjadi presentator di seminar. Akan tetapi, aku yakin suatu saat nanti aku pasti bisa berada di panggung dan mempresentasikan hasil penelitianku!
Aku tahu suatu saat nanti aku akan mendokumentasikan bahasa-bahasa di Indonesia Tengah dan Timur sana. Aku tahu nanti aku bisa berperan dalam penyelamatan bahasa-bahasa yang terancam punah di luar sana. Di sekitar Asia atau Afrika, mungkin? Makanya aku mau masuk SOAS (School of Oriental and African Studies). Siapa tahu bisa bekerja sama dengan HRELP. ♡
Aku tahu apa yang aku mau. Kamu pun seharusnya juga begitu.
Salam,
Nadia Almira Sagitta

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga...

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kek...

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Autobiografi masuk di Universitas Indonesia

Di tengah asyiknya membicarakan jurusan saat kuliah nanti, “Nad, mau masuk apa pas kuliah?” “InsyaAllah, Sastra Indonesia UI.” “Kok sastra Indonesia, sih?” * * * Pertanyaan itu kerap kali terngiang di telinga tatkala aku menyebutkan jurusan idamanku. Mengapa? Apa ada yang salah? Tak pantaskah aku mengecap ilmu di jurusan yang bertitel sastra Indonesia? Pertanyaan yang begitu merasuk hati, mengganggu. Dalam hati, aku hanya bisa berharap semoga orang tuaku merestui jurusan ini. Namun alangkah sayangnya, ternyata keinginanku ditolak mentah-mentah, apalagi oleh ibuku. Beliau tidak meridai keinginanku berkuliah di jurusan sastra. “Kalau tetap bersikeras kuliah di situ, saya tidak mau membiayai,” MasyaAllah! Apa yang ada di pikiran beliau saat itu? Bagaimana pula aku bisa membiayai kuliah sendiri? Ayah mencoba memberi saran, “Coba Nadia cari jurusan lain. Kamu sudah berbalik arah ke IPS, kan? Jurusan banyak, kok, bukan cuma sastra Indonesia. Apa kamu takut tidak lulus ...