Skip to main content

Ngobrol Cantik Bareng Profesor

Seru, ya, ngobrol sama profesor dan tahu sedikit perihal pengalaman hidupnya. Bisa sekalian jadi penambah semangat.

"Bu, saya dengar Ibu sempat meneliti bahasa daerah di pedalaman, ya? Itu sesaat setelah Ibu sarjana atau lulus S-2 atau S-3?"
"Wah, saya setelah S-1 langsung lanjut S-2 ke Prancis. Di sana, saya malah diharuskan berkuliah S-2 jurusan fonetik dulu oleh profesor sebelum mengambil S-2 geolinguistik jadi gelar S-2 saya ganda. Saya tuntaskan 2,5 tahun untuk dua gelar itu, satu tahun lebih masing-masing. (gile, keren berat!)
"Wih, cepat banget ya, Bu? Keren banget."
"Haha, ya namanya beasiswa kan, Nak. Saya nggak bisa lama-lama di sana. Itu juga mati-matian nuntasinnya, summer saja nggak libur."
"Setelah lulus Ibu langsung gabung sama penelitian LIPI itu, ya?"
"Oh nggak. Selepas lulus, saya langsung meneliti untuk S-3. Jadi, saya itu sampai S-3 kuliah terus tanpa putus. || Reaksiku: (takjub) (pasang muka kaget) wkwkwk.
"Cuma ya, lantas saya diprotes sama keluarga, 'Kamu itu kuliah terus. Kapan nikahnya?' Haha, akhirnya saya nikah pas S-3. Ujian disertasi saya agak terlambat karena saya saat itu punya anak."
"Wah, haha iya, Bu. Biasanya itu yang rewel malah keluarga, padahal kitanya sendiri mah santai saja."
"Iya, memang begitu. Kita kan perempuan, ya, mau nggak mau dihadapkan pada banyak urusan seperti pendidikan dan keluarga. Repot kalau disambi makanya saya memilih studi dulu sampai selesai baru menikah."
"Iya, setuju sekali, Bu."
--

Wuaaaa, prof satu ini sukses menjadi mood booster untuk menuntaskan skripsi dan meraih mimpi-mimpi. Men, andaikata aku diberi kesempatan untuk terus lanjut studi dan dimudahkan jalannya seperti Prof. Mia, barangkali merupakan pilihan tepat untuk kuliah sampai memasuki jenjang S-3 baru kemudian menikah. (ketularan kisah hidup beliau, wkwk) Ya, tetapi jodoh siapa yang bisa menduga kapan datangnya dan bagaimana rupanya? Kali gitu dapat jodoh bule seperti profesorku yang satu ini. Yang penting, nggak usah menitikberatkan hidupmu ke situ kalau memang masih banyak pencapaian pribadi yang ingin kamu lakukan. Studi dulu, baru pikir nikah. :)))))
Mangga kalau berbeda pendapat. Haha, prioritas tiap orang berbeda. Nggak masalah, yang penting kamu punya arah dan tujuan hidup. Yang berabe itu kalau kamu memilih gone with the wind doang. Set your goals from now on! :D

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga...

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kek...

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Autobiografi masuk di Universitas Indonesia

Di tengah asyiknya membicarakan jurusan saat kuliah nanti, “Nad, mau masuk apa pas kuliah?” “InsyaAllah, Sastra Indonesia UI.” “Kok sastra Indonesia, sih?” * * * Pertanyaan itu kerap kali terngiang di telinga tatkala aku menyebutkan jurusan idamanku. Mengapa? Apa ada yang salah? Tak pantaskah aku mengecap ilmu di jurusan yang bertitel sastra Indonesia? Pertanyaan yang begitu merasuk hati, mengganggu. Dalam hati, aku hanya bisa berharap semoga orang tuaku merestui jurusan ini. Namun alangkah sayangnya, ternyata keinginanku ditolak mentah-mentah, apalagi oleh ibuku. Beliau tidak meridai keinginanku berkuliah di jurusan sastra. “Kalau tetap bersikeras kuliah di situ, saya tidak mau membiayai,” MasyaAllah! Apa yang ada di pikiran beliau saat itu? Bagaimana pula aku bisa membiayai kuliah sendiri? Ayah mencoba memberi saran, “Coba Nadia cari jurusan lain. Kamu sudah berbalik arah ke IPS, kan? Jurusan banyak, kok, bukan cuma sastra Indonesia. Apa kamu takut tidak lulus ...