Skip to main content

Posts

Showing posts from 2012

Dreaming of you

Pertama kali kau menyusup masuk ke mimpi Berperan utama dalam bunga tidurku Rasanya seperti fakta Ternyata hanya maya Ah, andai saja mimpi itu nyata...

Buku, kamu

Tahukah kamu bahwa aku memandangimu di balik tumpukan buku?  Kamu begitu serius membaca hingga tak menyadari keberadaanku

Tanpa tanda

Aku mencintaimu tanpa tanda tanya Tanpa titik, yang berarti tanpa akhir Tanpa koma, yang berarti tanpa jeda Tanpa spasi, yang berarti tak memberi kesempatan yang lain 'tuk menyusup ~~~ Aku menawarkan cinta tanpa tanda baca

Andai

Andaikan aku tak harus menunggu. Andaikan aku bisa menjemputmu ke singgasana hatiku Sumber gambar

Pertanyaan dan Pernyataan

Bagaimana rasanya ditinggal seseorang yang kau cintai? *** Maukah melepas kebahagiaan demi orang yang kau cinta? *** "Baru saja kutemukan tulang rusuk itu, Din." Aku tetap serius dengan netbook di hadapanku. "Din, kau tahu tidak aku bertemu dengannya di mana?" Masih berkutat dengan posisi yang sama. Tetap bergeming. "Ternyata ia adalah tetangga yang berjarak tiga blok dari rumahku!" "SubhanAllah, kan? Namanya jodoh ya, siapa yang tahu." "Din, kamu dengar nggak, sih? Din!" "...Apa?" jawabku parau. "Kamu dengar tidak apa yang kubilang barusan?" "Dengar, kok, dengar..." jawabku terbata. Kembali kupalingkan wajah pada netbook yang masih menampilkan layar yang sama. Google. "Ya sudah, aku cuma mau menitipkan ini. Datang, ya." Ia mengangsurkan selembar kertas karton yang tersampul cantik. "Aku tunggu kedatanganmu loh, Din." Ia menutup pintu

Masih Sama

Lagi dan lagi, aku menemukanmu di tempat ini Rasanya masih sama. Masih saja berusaha menenangkan hatiku  Masih mengatur napas yang tetiba beranjak tak beraturan Masih menundukkan pandangan malu-malu Masih mengulas senyum tipis Ternyata aku masih mencintaimu.

Kau, Kasihku

Kau adalah alasan bagiku tuk kembali menguntai kalimat indah menyejukkan Mengulas senyuman tulus manis Mengukir jejak-jejak kehidupan Mengalunkan harmoni cinta yang merdu... Kau, sesosok tubuh yang begitu jauh dari pegangan Begitu tinggi tuk sekadar diharapkan Menyadarkanku bahwa ini tak memungkinkan Kasihku, walaupun kita tak diberi kesempatan 'tuk bersua sebagai sepasang kekasih Gejolak ini masih terus saja mengakar di hati Entah sampai kapan, mungkin selama raga masih menyatu dalam diri Aku tak pernah mencoba berhenti mencintai Kamu, ya, kamu.

Kuncup Baru

Bunga sakura depan rumah nenek berguguran. Meninggalkan jejak kelopaknya di rerumputan. Dan menyisakan ranting yang kosong ditinggalkan mahkotanya. Begitupun perasaanku padamu. Berguguran, jatuh, dan menghilang.    Sumber gambar  

Ketika kerinduan itu menyapa

Allah tahu yang terbaik untukmu, untukku, untuk kita. Seberapa keras kita mencari, namun segala sesuatunya telah tergurat dalam Lauhul Mahfudz masing-masing. Yang dapat kita lakukan hanya berbenah diri dan mengharap satu sama lain dalam setiap sujud kepada-Nya. Aku tak memungkiri bahwa aku rindu. Aku juga rindu, sangat rindu kepadamu. Aku hanya bisa berharap kamu dan aku bisa menyatu dalam satu ikatan. Ikatan cinta yang diridhoi Allah tentunya. Pernikahan yang suci. Tahukah kamu? Aku ingin menjadi pendamping setiamu Aku mau menjadi seseorang yang pertama kali kamu lihat ketika terbangun di pagi hari Aku ingin mendengarkan keluh-kesahmu akan kehidupan, canda-bahagiamu setiap hari Aku mau menjadi makmummu kala shalat berjamaah Namun, lagi-lagi takdir kita ada di genggaman Allah SWT. Apakah aku memang bagian dari tulang rusukmu? Jikalau iya, aku percaya... Aku percaya Allah 'kan mempertemukan kita suatu saat Walaupun kamu berada di belahan bumi yang ja

Autobiografi masuk di Universitas Indonesia

Di tengah asyiknya membicarakan jurusan saat kuliah nanti, “Nad, mau masuk apa pas kuliah?” “InsyaAllah, Sastra Indonesia UI.” “Kok sastra Indonesia, sih?” * * * Pertanyaan itu kerap kali terngiang di telinga tatkala aku menyebutkan jurusan idamanku. Mengapa? Apa ada yang salah? Tak pantaskah aku mengecap ilmu di jurusan yang bertitel sastra Indonesia? Pertanyaan yang begitu merasuk hati, mengganggu. Dalam hati, aku hanya bisa berharap semoga orang tuaku merestui jurusan ini. Namun alangkah sayangnya, ternyata keinginanku ditolak mentah-mentah, apalagi oleh ibuku. Beliau tidak meridai keinginanku berkuliah di jurusan sastra. “Kalau tetap bersikeras kuliah di situ, saya tidak mau membiayai,” MasyaAllah! Apa yang ada di pikiran beliau saat itu? Bagaimana pula aku bisa membiayai kuliah sendiri? Ayah mencoba memberi saran, “Coba Nadia cari jurusan lain. Kamu sudah berbalik arah ke IPS, kan? Jurusan banyak, kok, bukan cuma sastra Indonesia. Apa kamu takut tidak lulus

Kamu Cinta Indonesia?

Kemarin melihat pertandingan bola di televisi antara Indonesia dan Inter Milan. Pertandingan berakhir 0-3 untuk Indonesia. Miris, ya? Tapi bukankah mereka telah berjuang dengan segenap kemampuannya? Lantas, mengapa kita tidak bisa menghargai jerih payah mereka? Ketika tim Indonesia mencetak gol, mereka semua dielu-elukan. Namun jika tidak, berbagai umpatan, celaan, semuanya ditujukan kepada mereka juga. Sebagai suporter kita tergolong aneh, bukan? Menyemangati setengah-setengah. Tidaklah heran kalau saya mengecap mereka tidak cinta kepada Indonesia tanah air sendiri. Bagi yang menjawab, "Ah tidak, saya cinta sama Indonesia, kok!" Hmm, buktinya apa? Seberapa seringkah kamu mengenakan hasil kebudayaan Indonesia? Batik? Jarang? Maka jangan salahkan Malaysia -negara tetangga- yang mengakui batik sebagai warisan budayanya. Mereka mungkin lebih mencintai batik dibandingkan kita yang notabene adalah warga Indonesia sendiri. Masih sering menyontek ketika ulangan? Itu salah satu bukti

Papan kayu

Oleh: Nadia Almira Sagitta Derit papan kayu yang dulu kuinjak Kini tak ada lagi, sunyi Kucoba untuk berlari-lari di atasnya Namun suara itu tak timbul jua Apa aku sudah sedemikian ringan? Kutolehkan kepalaku ke arah bawah Terkejut menyadari, kedua kaki ini tak lagi menempel di atas lantai...

Rasa penasaran itu

Oleh: Nadia Almira Sagitta “Laa ilaaha ilallah” Semayup tahlil bergema Ada raga yang berpulang ke Tuhannya? Kudekati sumber suara yang mengusik rasa penasaran “Siapa, pak?” “Anu, kurang tahu juga tuh, Novi. Mayatnya udah hancur ketika ditemukan.” Innalillah, aku berucap dalam hati Tanpa banyak cakap, aku mengiringi jenazah hingga ke liang kubur Ditemani wajah-wajah sendu memegang payung hitam Berbusana hitam pekat Ah, muram sekali Siapakah almarhum? *Lahir: 5 Juni 1977 #Wafat: 22 April 2001 Sayang sekali, masih muda Rasa-rasanya aku tahu gerangan dirinya Tunggu! Nama diri… ROY PRAKOSO BIN RAHMAT YAHYA Itu… aku? Perlahan, tubuhku mendadak ringan Mengangkasa ke langit tertinggi Meninggalkan kerumunan yang perlahan mengecil Menjadi titik-titik hitam yang kerap menangisi kepergianku