Skip to main content

Autobiografi masuk di Universitas Indonesia


Di tengah asyiknya membicarakan jurusan saat kuliah nanti,
“Nad, mau masuk apa pas kuliah?”
“InsyaAllah, Sastra Indonesia UI.”
“Kok sastra Indonesia, sih?”
* * *
Pertanyaan itu kerap kali terngiang di telinga tatkala aku menyebutkan jurusan idamanku. Mengapa? Apa ada yang salah? Tak pantaskah aku mengecap ilmu di jurusan yang bertitel sastra Indonesia? Pertanyaan yang begitu merasuk hati, mengganggu. Dalam hati, aku hanya bisa berharap semoga orang tuaku merestui jurusan ini. Namun alangkah sayangnya, ternyata keinginanku ditolak mentah-mentah, apalagi oleh ibuku. Beliau tidak meridai keinginanku berkuliah di jurusan sastra.
“Kalau tetap bersikeras kuliah di situ, saya tidak mau membiayai,” MasyaAllah! Apa yang ada di pikiran beliau saat itu? Bagaimana pula aku bisa membiayai kuliah sendiri? Ayah mencoba memberi saran,
“Coba Nadia cari jurusan lain. Kamu sudah berbalik arah ke IPS, kan? Jurusan banyak, kok, bukan cuma sastra Indonesia. Apa kamu takut tidak lulus SNMPTN?”
Aku hanya bisa terdiam mendengarkan pembicaraan yang berlangsung di telepon itu. Apa kamu takut tidak lulus SNMPTN lantas memilih jurusan sastra Indonesia? Satu kali pun aku tidak memikirkan kemungkinan itu. Aku memilih jurusan sastra Indonesia karena aku memang benar-benar ingin mendalami seluk-beluk sastra. Aku yang notabene jebolan anak IPA pun memilih jurusan IPS saat les intensif SNMPTN. Mengapa? Jawabannya singkat, aku tidak begitu suka menghitung. Otakku hanya mampu menghapal. Awal semester kelas tiga, aku belajar IPS secara otodidak. Banyak temanku yang berkomentar, “Deh, Nad, kamu cepat amat belajarnya. Ujian masih lama, kok.” Aku hanya bisa tersenyum tipis kala itu.

Mimpi kita tidaklah sama, teman. Jika kita berani bermimpi tinggi maka wujudkanlah!
* * *
Mimpi ini tak akan terwujud jika hatiku masih terombang-ambing. Aku memerlukan dukungan. Suatu ketika, aku bertanya kepada adik kelas yang memiliki orang tua alumni sastra Indonesia. Mendengar pertanyaanku, ia menjawab, “Sastra Indonesia, kak? Aih, tidak usah, kak. Paling juga hanya mengajar di almamaternya seperti ayahku.” Glek. Yah, ternyata jawabannya seperti itu. Jawaban yang sama juga kudapatkan dari teman sesama hobi menulis, “Nadia mau masuk sastra Indonesia? Nggak usah, deh. Mamaku juga kuliah S-2 Sastra. Materinya tuh, ngebosenin banget. Nggak seru.” Duh, betapa kenyataan pahit yang kudapatkan. Apakah jurusan yang kupilih ini sudah benar? Ya Allah, aku tidak tahu. Aku hanya mau berkuliah di sastra Indonesia. Titik.
“Kalau mau sastra, kenapa nggak sastra Inggris saja, Nad?”
“Yah, eh… Aku lebih suka sastra Indonesia. Mau gimana lagi? Pengin jadi dosen sastra Indonesia,” jawabku terkekeh kecil sambil garuk-garuk kepala.
“Kamu mau jadi penulis kan, Nad? Jadi itu alasannya mau masuk sastra Indonesia? Banyak, tuh, penulis-penulis hebat lainnya dan bukan berasal dari jurusan sastra Indonesia.”
“Mau makan apa kamu dengan pegangan sastra Indonesia?”
Namun, perkataan ter-nyesek adalah… “Nad, ngapain jauh-jauh ke UI kalau pada ujungnya sastra Indonesia? Ckckck. Pilih yang lain saja.” Hati rasanya teriris-iris, pedih. Beberapa diantaranya bahkan menertawakan ideku itu. Ah, sastra Indonesia, seburuk itukah dirimu di pandangan khalayak ramai?

Ketika di sekolah, kami seangkatan diminta untuk menuliskan pilihan jurusan saat kuliah nanti. Saat itu, aku bertanggung jawab untuk mengumpulkan data anak-anak sekelas. Di selembar kertas itu tertera puluhan jurusan yang diingini. Kedokteran pun mendominasi. Lalu teknik. Masih banyak lagi yang lainnya. Lucu saja, satu-satunya jurusan sastra –sastra Indonesia pula– berada di tengah kerumunan jurusan yang bergengsi. Jadi maksudmu, sastra Indonesia nggak bergengsi, Nad? Eh, bukan begitu maksudku. Aku hanya menyimpulkan dari berbagai tanggapan miring yang melayang ke arahku. Dan benar saja… “Wets, siapa yang mau masuk sastra Indonesia, nih?” sahut temanku yang bergerombol di meja guru berdesakan melihat jurusan yang diinginkan oleh anak-anak sekelas. Biasa, melihat saingan sejurusan. “Ciyeee, Nadia!” Nah, kan? Itu pujian atau ledekan? Anggap sebagai dukungan saja lah.

Ketika masyarakat menganggapmu remeh maka diam saja. Tunggulah beberapa tahun lagi dan bawalah kesuksesan yang telah kamu capai ke hadapan mereka.
* * *
Namun alhamdulillah, setelah sekian lama ternyata ada juga yang mendukungku. Di antaranya teman-teman baik, murabbiyah, tentor, dan kakak kelas. Satu pendapat kakak kelas yang masih kupegang erat hingga kini, “Tidak ada jurusan yang dibentuk jika tidak mempunyai peluang kerja. Tenang saja, Nad.” Kata-kata luar biasa itu membangun kembali semangatku hingga aku terus berjuang. Biarlah jika artinya harus berjuang seorang diri. Bukankah orang-orang sukses terlebih dahulu juga diremehkan? Beberapa karya mereka bahkan tidak diakui. Akan tetapi, waktulah yang berkuasa. Detik, jam, hingga tahun membuktikan kerja keras mereka. Tak peduli akan cercaan, mereka terus bergerak maju. Maka aku juga harus bisa mencontoh jejak mereka! Buktikan bahwa dirimu bisa. Kamu BISA!

Di saat kamu merasa pendapatmu benar, mengapa harus takut?
* * *
Untuk beberapa lama, aku tidak menanggapi omongan orang tua mengenai pembahasan jurusan. Sungguh, aku tidak ingin semangatku drop lagi. Aku terus berdoa kepada Yang Mahakuasa. Meminta petunjuk serta kemudahan. Alhamdulillah, hati orang tuaku mulai melunak. Mereka mengizinkanku menaruh sastra Indonesia di pilihan kedua. Bukan main, doaku terjawab! Terima kasih, Ya Allah. Waktu demi waktu berlalu, SNMPTN pun sudah berdiri tegak di hadapan. Dengan mengucapkan bismillah, berbekal restu dari orangtua, juga doa dari teman-teman semuanya, aku melangkah mantap menuju ruang tes.
Selesai mengikuti tes yang begitu mendebarkan, aku langsung meminta penjelasan dari kakak-kakak tentor tempatku menimba ilmu sekunder saat itu. Tempat les. Agak nekat juga sih, takut mendadak stres menerima kenyataan. Bagaimana kalau nyatanya jawabanku banyak yang salah? Namun, rasa penasaran akan jawaban yang sebenarnya mengalahkan ketakutanku saat itu. Lagipula, materi yang akan kudapatkan insyaAllah bermaanfaat di SIMAK UI –cadangan– yang akan kujalani. Ya, walaupun begitu yakin dengan pilihan kita, tak ada salahnya kan menyiapkan cadangan? Bahkan jika memungkinkan, siapkan beberapa cadangan pilihan. Begitulah kira-kira redaksi kalimat ayahku.
* * *
Tanggal 7 Juli 2012 tinggal menghitung hari. Isu-isu yang bergelimpangan begitu meresahkan hati. Ada yang mengatakan pengumuman tanggal 3 Juli, bahkan ada yang berkata tepat tanggal 1 Juli. Bagaimana pula ini? Hingga aku melihat postingan di facebook yang dikutip dari www.okezone.com, bahwa pengumuman SNMPTN dapat dilihat tanggal 6 Juli 2012. Gemetar, takut, resah, pasrah, semua bercampur aduk. Apakah impianku tidak terlalu tinggi? Aku begitu mendambakan status menjadi mahasiswa di Universitas Indonesia. Semoga pilihanku tidak salah. Aku memantapkan dalam hati, jika rezekiku memang bertempat di sana, insyaAllah aku akan lulus. Jangan sekali-kali meragukan kekuasaan-Nya. Malam itu, aku melaksanakan salat hajat. Berdoa tak putus-putus kepada-Nya. Mengharapkan jawaban terbaik di keesokan hari.

Jangan pernah melupakan kehadiran Tuhan didekatmu. Gantungkanlah nasibmu hanya kepada-Nya.
* * *
Aku tengah berkutat di laptop. Mencoba membuka laman www.snmptn.ac.id yang sedari tadi tak bisa diakses. Error. Ketakutan pun menyergap, semoga ini bukan pertanda buruk. Setelah beberapa kali mencoba, halaman itu pun terbuka. Tampilannya sederhana. Namun entah, terlihat semrawut di pandanganku. Mungkin karena faktor gugup yang kualami. Perlahan, aku memasukkan nomor ujian, 312-82-03706, tanggal lahir, dan mengikuti huruf-huruf yang tertera pada gambar. Lalu, klik! Loading… Selamat atas keberhasilan Anda!

Nadia Almira Sagitta diterima di Sastra Indonesia, Universitas Indonesia.

SubhanAllah! Alhamdulillah! Ternyata takdir-Mu kepadaku sungguh indah. Terima kasih, Ya Allah. Orang tua pun tampak bergembira walaupun hasil ini tak sesuai yang diharapkan oleh ibundaku Akan tetapi, beliau tak bisa menyembunyikan seraut wajah bangga terhadap anak sulungnya ini. Tak kusangka, akhirnya aku meraih awal dari mimpi-mimpiku. Ya, ini barulah langkah awal. Semoga aku bisa sukses di bidang yang akan kugeluti kemudian. Dan, aku akan membuktikan kepada semua bahwa jurusan sastra tidaklah seburuk yang mereka sangka, bahkan sama kerennya dengan jurusan-jurusan lain. Semoga Allah selalu meridai jalanku. Bismillah…

Kesuksesan itu membutuhkan tiga hal, keberanian, kerja keras, dan doa…
* * *

Comments

  1. hiks hiks hiks~~jadi terharu, kak X'D
    mauka jugaaaaaa~~ bisa seperti itu...
    bisa masuk di jurusan yg betul2 disukai dan diperjuangkan tidak setengah2...!!!

    waaah, maasyaa Alloh!
    selamat yah, kak >_<

    ReplyDelete
  2. wah, Kak.. butuh perjuangannya.. semoga worth it ya, Kak.. :) dan semoga saya bisa juga seperti itu :)

    ReplyDelete
  3. Tidak hanya sastra Indonesia yang dianggap akan jadi dosen begitu lulus nanti, tapi jurusan matematika juga :) sempat galau juga waktu mau masuk jurusan matematika xD

    well, iffan :D

    ReplyDelete
  4. hai.
    boleh kenalan?
    atau minta email?
    saya mau tanya-tanya nih.
    makasih :)

    ReplyDelete
  5. Kaaaa nasib aku sekarang sama kayak kaka :'( aku mau tanya dong kaaa kalo lulusan sastra indonesia ui bisa jd guru gak ? Atau harus nerusin ke sarjana pendidikan dulu buat bisa jd guru ? Mkasih. Ya kaaa :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Biasanya yang menjadi guru itu sarjana pendidikan, Kiky. Nah, jurusan sastra Indonesia bisa menjadi dosen. Kalau mau menjadi guru barangkali ada tahap tertentu yang harus dilalui. Coba kamu tanya pada dosen-dosen kamu, ya. Siapa tahu mereka lebih paham. :)

      Delete
  6. saya juga sarjana sastra mbak, awalnya memang sangat dianggap remeh banget. tapi malah saya diterima di pemerintahan, meskipun di tempat kerja sebagian senior memandang sebelah mata, apalagi yang lulusan luar negeri. Oke, kalau mau diskusi bisa ikut nimbrung di yahoo group mli.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, salam kenal kalau begitu. Dulu Mas/Mbak peminatan linguistik, ya? Hehe, kukira seperti itu karena bergabung dengan Yahoo Group MLI. :)

      Delete
  7. keren ceritanya, semoga saya juga bisa seperti kamu keterima jadi mahasiswa ui, amienn...

    ReplyDelete
  8. Hehe, terima kasih atas tanggapannya. ^^ Semoga usahanya untuk memasuki gerbang kampus UI terwujud, Anonymous. :)

    ReplyDelete
  9. Keren.. ^^
    kak, boleh minta email? Saya tertarik buat masuk sastra indo UI, dan butuh sharing-sharing juga.
    mohon bantuan nya :)

    ReplyDelete
  10. Halo, Hilda. ^^ Boleh, mari saling berbagi. :)
    Surel saya: nad.almirasagitta@gmail.com

    Ditunggu pesannya. \(^0^)/

    ReplyDelete
  11. Replies
    1. Terima kasih kak Hana. Sukses ya skripsinya! :D

      Delete
  12. keren.. ceritanya gak jauh beda sama yang aku alamin. bismillah, semoga impianku jadi mahasiswi sastra indonesia ui bisa terwujud tahun ini. aminnn...

    ReplyDelete
  13. kak Nadia sang motivator hehe :)

    ReplyDelete
  14. terimakasih atas cerita motivasinya kak, :)
    saya juga berasal dari jurusan Sastra Indonesia, sem. 3 di UNP kak...
    namun sedikit berbeda dengan kakak yang memang berniat dan bertekad ingin masuk Sastra Indonesia.
    Awalnya saya sangat berrniat masuk jurusan Sastra Inggris kak, karena saya yang memang suka bahasa Inggris. namun, setelah mengikuti SNMPTN dan SBMPTN, saya tidak lulus di jurusan yang saya minati itu kak, sampai akhirnya saya ikut seleksi mandiri di UNP. ada 3 jurusan yang saya pilih, pilihan pertama tentu saja Sastra Inggris, kedua Manajemen, dan yang ketiga Sastra Indonesia. untuk pillihan ketiga, saya akui bahwa itu hanya sebagai pelengkap saja, karena menurut saya, jurusan tersebut tidak terlalu banyak peminatnya.
    Tapi, yang terjadi, saya diterima di jurusan Sastra Indonesia, bukan Sastra Inggris seperti yang saya harapkan. ada rasa kecewa, namun juga rasa senang sewaktu melihat pengumuman tersebut. ketika saya membicarakan hal ini kepada orangtua saya, ibu saya berkata "kalau kuliah di jurusan itu, kerjanya jadi apa?" ayah saya juga menimpali "kamu jalani saja dulu, tahun depan kamu ikut lagi SBMPTN. tidak hanya orangtua, tetapi juga banyak orang-orang yang berkata "Sastra Indonesia? kenapa tidak ekonomi atau dokter. kalau di jurusan itu bisa jadi apa?" miris memang kak dan aku juga berniat untuk pindah jurusan setelah setahun berada di jurusan ini.
    namun apa yang aku niatkan, tidak terjadi kak, malahan aku merasa nyaman di jurusan ini. selain memang tidak terlalu banyak pesaing, juga karena aku bisa mengetahui seperti apa Sastra Indonesia itu kak. dengan belajar sastra, pikiran saya diajak untuk kritis menilai setiap apa yang terjadi di sekitar saya. selain itu juga ada pelajaran Jurnalistik yang juga saya minati.
    Memang saya akui, masih panjang perjalanan yang harus saya tempuh kak, dan juga saya harus belajar lebih giat lagi, untuk membuktikan jika kuliah jurusan Sastra Indonesia, juga bisa membawa kesuksesan kedepannya....:D

    Maaf, jika terlalu panjang kak, tapi itu hanya sepenggal cerita saya....:)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo, Dhini! Terima kasih telah berbagi cerita. :)

      Menangkap inti ceritamu tadi, kakak hanya mau berpesan, "Tuhan memberikan jalan yang indah di balik rencana-rencana yang kita susun." Hehe, semangat menjalani hari-hari di jurusan sastra Indonesia. Semoga kamu menemukan passion di jurusan ini, ya. ;)

      Yup, sama seperti yang kakak rasakan. Berpikir kritis sangat dilatih di jurusan kita. Wong, makanan sehari-harinya analisis, kok. :P Hehe. Bagaimana rasanya menjadi mahasiswi sasindo selama tiga semester? Kamu paling suka mata kuliah apa; sastra atau bahasa? :)

      See you on top, Dhiny. Barangkali nanti kita berjumpa ketika kamu sudah menjadi reporter profesional? Siapa tahu. ;)

      Semangat menempuh semester empat! ^^

      Delete
    2. terimakasih atas sarannya kak...:)

      kalau ditanya suka mata kuliah apa, sejauh ini Dhiny lebih suka Jurnalistik dan Sastra kak. Untuk bahasa (linguistik), Dhiny masih mencoba memahami secara perlahan - lahan kak, karena menurut aku mata kuliah bahasa sedikit lebih sulit dari pada Jurnalistik dan Sastra kak....hehe
      kalau kakak suka mata kuliah apa???

      aamiin...semoga saja kak, impian Dhiny buat jadi jurnalis terwujud, and seperti yang kakak bilang, semoga kita bisa berjumpa ya kak....:D

      sekali lagi terimakasih kak....:) :) :)

      Delete
    3. Oh, Jurnalistik dan sastra, ya, Dhin. Wah, kamu bisa tuh menjadi wartawan atau reporter nantinya. Semoga kita bisa berjumpa, ya. ;)

      Kakak meminati bahasa (linguistik), Dhin. Memang lebih sulit, tetapi kakak lebih tertantang mendalami bahasa. Boleh dibilang, linguistik itu IPA-nya anak bahasa. Ilmu pasti gitu, deh. Hahaha, berhubung dulu kakak jurusan IPA, itulah mengapa kakak lebih cocok dengan linguistik. Kakak suka sastra untuk dinikmati saja, hehe. :D

      Sama-sama, Dhin. Terima kasih telah berkomentar. :)

      Delete
  15. Hai kak Nadia
    Ah~~ keren banget tulisan kakak ini. serius keren:((
    aku juga minat ambil sastra indonesia di ui hihihi
    boleh minta kontak line atau email gak kak? aku mau nanya nanya nih biar memperkuat motivasi aku untuk ambil sastra indonesia hihi
    semoga kak nadia membalasnya:D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo, Hasanah! :) Tentu saja akan kubalas, maaf baru membalas sekarang karena baru sempat mengecek kolom komentar. Terima kasih sudah membaca tulisanku. Kamu bisa menghubungiku ke nad.almirasagitta@gmail.com. Kutunggu suratmu, ya! :)

      Delete
  16. Halo, saya sedang mencari freelance copy writer, bisa bantu?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo, kak. Ngobrol via e-mail gimana? Silakan kirim e-mai ke nad.almirasagitta@gmail.com. ^^

      Delete
  17. hai kak nadia. aku masih kelas 11 sma kak , aku punya cita cita pengen masuk sastra indonesia di ui, tapi ya gitu kak kata guru ku agak susah anak jebolan sma ku masuk ui soalnya belum ada yang keterima di sana,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo, Defky! Salam kenal, ya.

      Oya? Alhamdulillah, kamu punya mimpi besar kalau begitu. Nah, kalau kamu memang yakin mau masuk itu, berikan usahamu yang terbaik. Jika kamu bersungguh-sungguh, insyaaAllah mimpi itu tercapai. Jadilah alumni pertama dari sekolahmu yang berhasil masuk UI! :)

      Semangat untuk mengejar wmimpi-mimpimu, ya. ♡

      Delete
  18. Kak Nadia keren banget! Kalau aku mau tanya-tanya lewat email, boleh ya kak?
    Sukses terus, kak Nadia! :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo, Anon yang juga keren! Aamiin, terima kasih atas doanya. Semoga kesuksesan juga menyertaimu. Boleh banget, silakan menghubungiku di nad.almirasagitta@gmail.com. Kutunggu curhat dan pertanyaanmu, ya! :)

      Delete
  19. Kak nadia, terharu dan sampe nangis bneran tauk bacany.. hehe
    Kak, aku jg lagi dilanda prsoalan ortu nih. Yg kurang setuju snmptn mw milih sastra Indonesia UI,ktany mw krja apa stlah lulus nanti?
    smpat bngung dn trdiam kk pdhal aku mrasa passion ku di situ? Gmna kak? Apa yg msti ditnggepin dri prtanyaan mama it?

    ReplyDelete
  20. makasih kak nadya buat post-annya. aku sekarang lagi bener-bener ada di posisi kakak 4 tahun lalu, dan aku termotivasi banget sama post-an kakak. selamat ya kak!!! Semoga aku bisa ngikutin jejak kakak aamiin ya rabbal aamiin hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, sama-sama, Windhi. Kakak turut senang bisa memotivasi kamu. ^^)/ Alhamdulillah, terima kasih, Win. Semoga bisa nyusul jadi mahasiswa di tempat impianmu, ya! :)

      Delete
  21. Waah terharu bacanya, sukses selalu ya kak;) Insya Allah aku juga mau masuk Sastra Indonesia UI, doakan ya kak:)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hwaaa, aamiin. Terima kasih, ya, Sita. Semoga bisa menjadi bagian dari IKSI (Ikatan Keluarga Sastra Indonesia) UI. Semangat! ;)

      Delete
  22. Gak sengaja nemu blog kakak, aku juga anak IPA dan minat masuk Sastra Indonesia UI, doain aku nyusul kakak ya! :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo, Nona/Tuan! :)

      Wah, kita senasib nih sama-sama anak IPA. Semoga senasib juga punya rezeki di Sastra Indonesia UI. Aamiin, semangat ya UN dan SNMPTN-nya! :)

      Delete
  23. Hai kak nadia :) apa kakak udh lulus dari sasin UI? Aku baru masuk tahun ini di sasin UI kak. Semoga jurusan ini bisa membawa kita pada kesuksesan suatu saat nanti ya kak, aamiin hehe. Salam kenal kak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo, Meli! Waaah, alhamdulillah, kakak turut senang atas diterimanya kamu di Sastra Indonesia UI! Semoga betah, yaaa! Alhamdulillah sudah lulus sidang, Mel. Nanti kamu datang, ya, ke wisuda kakak. Tanggal 26 Agustus 2016. Biasanya, anak-anak IKSI pada datang, kok, berikut maba-mabanya. Nanti kita ketemu di sana. ^^

      Delete
  24. Keren dan menginspirasi kak ceritanya! Kok bisa sama ya kak kasusnya, banyak yg nyepelin sastra indo nih :" Doakan saya ya kak tahun depan menyusul jadi maba sastra indonesia ui 2018 hehe Btw boleh minta contactnya kak? Email/line atau terserah deh hehe mau tanya" boleh? Makasih ��

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai, Koko! Terima kasih, yaaa. Wah, semangat menuju Universitas Indonesia! Aaamiin. Nanti cerita-cerita kalau kamu diterima di Sasindo UI.

      Boleh. Pos-elku nad.almirasagitta@gmail.com

      Delete
  25. Kak, aku sedang menjaaninya :C, aku masih kelas 3 SMA ini, dan bercita cita di sastra indonesia UI

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga...

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kek...

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun