Skip to main content

Posts

Showing posts from June, 2017

Malam Semacam Ini

sumber gambar Tiap pagi menyerap energi baik untuk bertahan sepanjang hari sampai terbenam matahari kemudian menyusuplah bulan juga kenangan-kenangan merangsek memenuhi pikiran; badan menggigil menunggu pagi menjemput energi Aku membenci malam pada situasi semacam ini, kau tahu. Sebab aku sendiri, bergulat dengan pikiran-pikiran sendiri di sebuah kamar yang sepi.

Cerita Lorong

dok. pribadi Lorong gelap di hadapan. Kita tegak di pintu masuk. "Kau mau menjelajah ke dalam?" tanyamu. "Asal kau ikut, aku berani." jawabku mantap. Tanganmu meraih obor yang tercantel di kiri kanan dinding. Kau nyalakan dengan pemantik yang terselip di celana. Suara kaki-kaki kita mengendap di lorong yang sepi. Kita berjalan bersampingan, tetapi tidak bergenggaman. Lorong bercabang dua. Lalu tiga. Kau memilih jalurnya dan aku mengikuti. Makin berjalan, kita menyadari lorong ini makin sempit. Entah ujungnya mengarah ke mana. Was-was menguasai diriku. Bagaimana kalau di depan ada penculik? Bisa jadi mereka ada di belakang kita siap menyergap! Bagaimana kalau ada ular, kalajengking? Kau membantah semua kekhawatiranku dan mengatakan tidak ada siapa-siapa dan apa-apa selain kita berdua. Memang benar, hanya dua obor, dinding berbatu, dan kita berdua. Berdua. Apakah aku aman berdua bersamamu? Bagaimana jika kau yang menempatkanku dalam marabahaya?

Bonsai Telantar

dok. pribadi Nanti, kataku. Nanti, ketika apa yang tergambar telah terkatakan dengan lugas. Selama menunggu apa yang tidak aku tunggu itu, aku akan tetap menyemai benih kesabaran pada lahan lapangku. Di situ telah ada bonsai percintaan yang rutin kusirami pagi-sore dengan airmata. Rutinitas tiap malamku ialah menampung bulir-bulirku untuk keesokan hari. Tetapi beberapa hari ini lahanku gersang sebab air tidak mengalir. Ini semua akibat kawanku. Ia jengah melihatku menderaskan airmata. Pembelaanku, aku perlu demi bonsaiku. Aku tak ingin milikku mati. Aku tak ingin cintaku mati. Sayang, ia tak peduli. Kata dia, apalah guna memelihara bonsai bila harus mengucurkan airmata saban hari? Tidakkah eman pada perasaan sendiri? Buat apa menunggu nanti apabila kau bisa memutuskan kini? Aku terduduk sembari merenungi kata-kata kawanku. Apa betul perasaanku tiada arti dan berposisi dalam diri? Apa aku telah menjunjung dan menyanjung yang tidak patut? Tiba-tiba saja, entah d

Selimut Katamu

Pameran Ecriture oleh Nirwan Dewanto dok. pribadi Malam begitu gigil tetapi kata-katamu hangat kutautkan burai-burai kata itu satu demi satu kujahit menjadi selembar selimut untuk membungkus tubuh yang gemetar takut ditinggal pergi Yogyakarta, Juni 2017

Puisi Apa

Lukisan tulisan dalam pameran Ecriture oleh Nirwan Dewanto dok. pribadi terpukau-silau oleh teka-teki yang kau semat berupa himpunan aksara yang mengharuskanku menengok diksionari lalu semburat merah jambu menghadiri pipi betapa! selama ini berkutat di kata yang itu-itu saja belum pandai memiuhkan mereka menjadikan jalinan unik nan utuh tetapi apakah puisi inginnya segera dipahami, ditempeli banyak interpretasi, atau dianggap kotak harta dengan gembok kunci? apakah puisi selamanya dirangkul konotasi? bagaimana mencipta larik-larik puitis sehingga tak dianggap tulisan reportasi? Apakah sebenarnya definisi puisi? Jika aku menulis puisi, ingin dan akankah engkau baca selalu?

Pisau Mulutmu

Lukisan tulisan karya Nirwan Dewanto Pameran Ecriture di YATS Colony, Yogyakarta tanah basah dan aroma petrikor, tapak kaki hujan juga hela napasnya mendampingi jejaka yang bersembunyi di bawah rinai yang merintiki daun pisang berharap ditemui namun sayang aku enggan mencari di peraduan aku berada di atas ranjang berkelambu sedang mengingat-ingat tajamnya pisau lidah yang kau hunus tepat di jantungku. Yogyakarta, Juni 2017