Skip to main content

Posts

Showing posts from July, 2011

Pengajaran Cinta

Oleh: Nadia Almira Sagitta Cinta Mengajarkan mu tentang kerelaan Seberapa rela kah kita melihat org yang kita sayangi bersama yang lain Mengajarkan kita tanpa pamrih Tidak menuntut balas atas semua yang telah kita lakukan untuk dia Mengajarkan kita untuk bersabar Sabar menunggu dia datang kepada kita dengan sendirinya Mengajarkan kita untuk berjuang Berjuang demi cinta, mengejar cinta itu Mengajarkanmu untuk berpikiran positif Andaikan dia tidak membalas smsmu, chat-mu Memberitahumu tentang indahnya hidup Cinta akan senantiasa mengisi harimu dengan warna khasnya Mengajarkanmu akan ketulusan. Cinta tidak lahir dari paksaan, namun dari tulusnya saling menyayangi Mengajarkanmu untuk menerima takdir Ketika kamu tidak ditakdirkan untuk bersama dengannya, kamu harus terima itu Mengajarkanmu untuk saling mengerti Cinta tidak akan bertahan, tanpa adanya saling pengertian Cinta akan mengajarkanmu itu semua. Cinta itu punya makna tersendiri dan rahasia. Cinta tidak mempunyai definisi khusus. C

Keinginan Yang Tak Terpenuhi

Oleh: Nadia Almira Sagitta Sang ibu, mengayuh sepedanya pelan. Rapuh. Jantung hatinya memeluk dari belakang. Erat, tak ingin lepas. Enggan terjatuh. Sepasang bola mata kecil memandang sekeliling. Ya, mata seorang anak dalam pelukan ibunya. Terkagum oleh rumah-rumah megah. Yang bertengger di kiri-kanan jalan. Berusaha membandingkannya dengan gubuk reyot, tempat tinggalnya, berdua ibunya. Tiba-tiba matanya menangkap bayangan benda. Melaju kencang, melintas di sampingnya. Tergerak hatinya untuk bertanya kepada ibu tercinta. "Mak, kapan kita punya motor?" Sang ibu tersentak, berpikir keras. Apa gerangan jawaban yang pantas diberikan? Suami yang telah lama tiada, memaksanya bekerja menyambung hidup. Hidupnya dan juga sang buah hati. Ibu menjadi seorang tukang cuci. Dengan upah yang tentu tak seberapa Mana pulalah sanggup membeli motor... Sepeda butut satu-satunya adalah harta peninggalan sang suami. Tak pernah terlintas dalam pikiran sang ibu untuk menggantinya dengan kendaraan ya

Si Bapak Tukang Pipa

Oleh: Nadia Almira Sagitta Kerut-merut di wajahnya. Terhias peluh. Diusapnya sesekali dahi yang basah oleh keringat. Berkonsentrasi pada pipa bocor di hadapannya. Bekerja melawan matahari yang sedang berada di ubun-ubun. Ia tak sadar, seorang anak kecil memandangnya sedari tadi. Bahkan ia tak menyadari, anak itu berdiri di hadapannya kini. Menyandang ransel kuningnya, memberi senyum ramah. Anak itu mengerucutkan bibir, membesarkan kedua bola matanya. Lantas berucap, "Bapak... Mengapa bapak bekerja seperti begini?" Ditegur seperti itu, bapak yang bermandikan peluh menolehkan pandangannya kepada si bocah. Ditatapnya mata anak itu, dalam. Seolah mencari-cari sesuatu. Menguak kenangan lama. Yang kini, disesalinya. Dahulu, ia berkesempatan untuk menimba ilmu. Mendapatkan beasiswa. Sesungguhnya bapak ini seorang yang pintar. Bulan demi bulan berlalu dengan baik, hingga ia salah bergaul. Yang lantas menjerumuskannya kepada jurang kemalasan. Mulai malas belajar, membangkang pada guru

Aku, Musuh Manusia

Oleh: Nadia Almira Sagitta Setiap hari aku berkeliling. Satu tempat ke tempat lain. Menghisap darah-darah manusia. Meninggalkan bekas di sana. Banyak ancaman di luar sana. Mereka (manusia) tak menyukaiku. Mereka memasang berbagai macam perangkap untuk membunuhku. Mengusirku, membuatku sakit. Mereka siap siaga dengan raket listriknya. Mengoles harum-haruman yang kubenci. Terlebih lagi, menyemprotkan sejenis gas yang membuat leherku tercekik! Wahai manusia, tak kasihankah kamu dengan diriku? Apa tega nian dirimu, melihatku mati kelaparan? Ayolah, berderma sedikit... Hanya beberapa tetes darah saja. Sesulit itukah memberikannya? Aku tahu kalian manusia-manusia yang pelit Yang tak mau mendonorkan darahnya, setetespun! Walau itupun untuk menolong sesamamu... Sesama makhluk hidup! Lantas, aku hadir. Kenapa kau marah padaku? Kenapa? Apa salahku? Aku kan hanya membantumu. Dengan bersedekah setetes darahmu itu padaku.. Diriku, yang lebih membutuhkan Bukankah kita sama-sama makhluk Allah? Seharu

Aku dan Kamu

Oleh: Nadia Almira Sagitta Aku seorang lelaki. Yang mencintaimu dari lubuk hati terdalam. Aku seorang lelaki. Yang menyayangimu tulus. Aku seorang lelaki. Yang senantiasa menjagamu. Aku seorang lelaki. Yang selalu mengamati gerak-gerikmu. Aku seorang lelaki. Yang menyimpan wajahmu di benakku. Aku seorang lelaki. Yang merekam tiap katamu. Aku seorang lelaki. Yang masih mencintaimu. Kamu seorang wanita. Yang tak lagi membalas cintaku. Kamu seorang wanita. Yang tak meresponku. Kamu seorang wanita. Yang tak memedulikan penjagaanku. Kamu seorang wanita. Yang selalu mengabaikanku. Kamu seorang wanita. Yang membuang muka acapkali kita bertemu. Kamu seorang wanita. Yang tak lagi menyimak tiap kalimatku. Kamu seorang wanita. Yang tak lain adalah sesosok mantanku, kini. Mengapa kamu begitu membenciku sekarang?

Kepergianmu

Oleh: Nadia Almira Sagitta Dadaku sesak. Napasku naik turun. Mataku penuh air mata yang tak bisa mengalir turun... Ya Allah, "Dia kecelakaan?" Kabar yang sangat buruk! Aku sangat mencemaskan dirinya... Semoga dia tidak apa-apa. Kutelepon handphonenya, tidak ada yang menjawab. Aduh, dia ada di mana? Dilarikan ke rumah sakit mana? Kenapa tidak ada yang memberitahuku kabar selanjutnya? Kucoba menghubungi nomor keluarganya, juga temannya... Shit! Nggak ada yang aktif! Keadaan kamu bagaimana sekarang? Tiba-tiba adzan berkumandang. Kuputuskan untuk shalat ashar. Percikan air wudhu cukup menenangkan hatiku. Memasuki masjid, angin semilir menyambutku. "Assalamualaikum warahmatullah...." Aku mengucapkan salam terakhir. Lalu berdzikir dan meminta doa. Berharap semuanya baik-baik saja. Tak lama, hapeku bergetar. Ada telepon dari temannya. "Assalamualaikum?" jawabku. "Waalaikumsalam, kamu... Ng.... Kamu yang sabar yah.." "Hah? Kenapa?? Ada apa?" &q

Malam sunyi

Oleh: Nadia Almira Sagitta Ditemani temaram cahaya rembulan. Kelap-kelip cahaya bintang. Wangi melati semerbak. Hawa dingin yang menusuk kulit, menyelimutiku. Membuat tubuhku sedikit merinding. Hening. Tak ada suara. Hanya terdengar langkah kakiku, berjalan perlahan. Aku menangkupkan tangan, bersujud takzim. Ditemani asap dari dupa yang dibakar. Samar-samar kulihat sekelebat bayangan putih. Tak kuhiraukan. Aku tetap berkonsentrasi pada sesajianku. Kuutarakan maksud kedatanganku di hadapan gundukan tanah merah. Kupanjatkan doa serta permintaanku. Tidak basa-basi hanya meminta tambahan rezeki. Tak lupa kuucapkan terima kasih banyak. Dan kutinggalkan sesajianku yang telah kutata khusus. Buah-buahan yang kutaruh di atas nampan rotan beralaskan daun pisang. Kupercepat langkahku, sadar akan suasana yang mulai mencekam. Untuk memastikan keadaan sesajen yang telah kuberikan, aku pun menolehkan kepalaku kembali ke belakang. Kaget aku melihat sesajenku yang telah lenyap... Terlonjak aku, gembira

Surat Terakhir

Oleh: Nadia Almira Sagitta Begitu berat langkah ini meninggalkanmu Begitu berat tangan ini untuk melepasmu Begitu susah mata ini untuk tidak memandangmu Begitu lelah otak ini, menghapus bayanganmu dari benakku Begitu sulit hati ini melupakanmu Begitu sulitnya untuk tidak mencintaimu Tapi, semua itu aku akan lakukan demi temanku Dia lebih pantas untuk mendapatkanmu Dia cocok bersanding denganmu Dia baik untuk dirimu Dibanding denganku Dia dekat denganmu Tidak seperti diriku, yang jarang bertemu dengan kamu Dia mencintaimu dan kau juga mencintainya Tidak sama denganku, yang hanya diriku yang mencintaimu Dia tahu banyak tentangmu Tidak seperti diriku, yang hanya mengetahui secuil info akanmu Dia sangat beruntung, mampu merebut hatimu Aku sangat mengerti akan hal itu Maka dari itulah aku berusaha untuk tidak mencintaimu Walaupun mungkin kau pun tahu, rasanya akan sulit Tapi aku mengorbankan perasaan ini, akan membuang jauh rasa ini Semua demi kamu dan temanku Aku mau melihatmu berbahagia

Gadis Cilik Berkacamata

Oleh: Nadia Almira Sagitta Hari ini aku melihat langit Langitnya biru indah dengan awan putih yang menghiasi Entah, tiba-tiba aku mengingat seseorang Seorang gadis cilik berkacamata Dulu, dia begitu periang Berlarian di tengah padang, berkejaran dengan angin Lucu, polos, penuh canda dan tawa Kini, sosok gadis mungil itu Telah bertumbuh menjadi seorang dewasa Kacamata pun telah lepas dari wajahnya Wajahnya kini putih bersih dan terawat Tubuh mungilnya pun kini menjulang ke atas Ia menjelma menjadi seorang putri tinggi semampai nan cantik Benar-benar perubahan, mengesankan Telah lama aku tak bertemu sosok gadis kecil itu Kurang lebih sudah 18 tahun Ternyata, telah banyak perubahan yang terjadi pada dirimu Orang tuamu telah berpisah Mereka tak lagi tinggal bersama sejak 10 tahun lalu Kamu hidup ditengah orang tuamu yang perang dingin Rumahmu senantiasa dilingkupi cercaan, tamparan, dan pertengkaran mereka berdua Selama setahun, kamu hanya berusaha tabah dan sabar Namun akhirnya kamu tak t

Galau

Oleh: Nadia Almira Sagitta Dengan mudahnya wanita itu berpaling......... Seakan waktu itu tak pernah terjadi Dia seakan melupakan semuanya Mungkin memang hanya sebentar saja waktuku bersamanya Hanya saja, mengingat semua kenangan itu membuat hatiku pedih Saat aku dibuatnya galau Saat aku diberi hadiah darinya Hanya sebuah buku puisi kesukaannya, tapi sangat bermakna bagiku Saat wajahnya senantiasa menghiasi tiap aktivitasku Saat aku berbincang dengannya, rasa deg-deganku Saat aku pulang sekolah bersamanya Tawa kami, canda kami, pembicaraan kami Seolah tak mengenal umur dan statusnya sebagai kakak kelasku Aku........menyukainya Tapi, tadi aku melihat dirinya Diantar pulang oleh seorang lelaki Mereka tampak asyik berbicara, sesekali ia tersenyum malu-malu Ketika kulihat tatapan cowok itu terhadap dia, si pujaan hatiku Kutemukan satu rasa di sana, ada tatapan cinta di antara mereka Ya, mereka terlihat begitu bahagia....... Aku merasa dibuang, tak dianggap Kegalauan itu kembali merayapiku

Hening

Oleh: Nadia Almira Sagitta Hening Tak ada tawa ataupun percakapan Yang terdengar hanyalah deru mobil, klakson bersahut-sahutan Ditemani alunan lagu dari radio Semuanya tenggelam dalam pikiran masing-masing