Skip to main content

Posts

Showing posts from May, 2017

Segala Tentangku Kau Tahu

sumber gambar Segala tentangku Apakah yang belum kau tahu? Tak ada suatu waktu Di mana aku tak mengangkat ponselku Bersegera mengabarkan cerita padamu Segala tentangku Apakah yang belum kau tahu? Hari-hari, bibirku bergerak tiada henti Dan telingamu setia menangkap gelombang suaraku Diiringi seadanya tanggapan yang kau mampu Sebab kau mengaku, bibirmu tak selincah bibirku Segala tentangku Apakah yang belum kau tahu? Tak tersembunyi rahasia Bila sudah menyangkut kau dan aku Oh, betapa yakinnya! Sementara Segala tentangmu Apakah kiranya yang aku tahu? Duhai bibir yang gemar menari-nari, berhentilah sudah. Berikan giliran pada telinga untuk menjalankan aktivitasnya. Bila tiada jua, barangkali sudah waktunya beranjak. Menuju sebuah lokasi indah di mana bukan hanya kita bertiga, melainkan dilengkapi kehadiran pasangan jiwa: bibir, telinga, juga mata(nya). "Gugur satu tumbuhlah berjuta cinta." (Maliq D'Essentials)

Di Balik Sendunya Cerita Cinta

dok. pribadi Lukisan di pameran Gerakan Kebhinekaan ISI Yang mereka tidak tahu di balik sendunya cerita cinta adalah keberadaan kawan yang senantiasa menyediakan telinga untuk menangkap segala cerita menyediakan lengan untuk merengkuh hati yang lemah menyediakan jemari untuk menghibur mata yang lara menyediakan serangkaian kalimat menyebalkan untuk menyadarkan bahwa dia tidak berharga untuk mengacau pikiran. Yang mereka tidak tahu di balik sendunya cerita cinta adalah kawan yang memaksa jalan-jalan atau setia mendampingi di pojok ruangan sembari melontarkan rutukan terburuk yang pernah ada. Kehilangan dia tidak mengapa asalkan bukan kehilangan kawan yang selama ini setia berada di sisi kawan yang tidak pernah pergi seburuk apa pun kondisi yang dialami. Maukah kau selalu membukakan pintu ketika aku datang dengan tangis yang mengaliri pipi karena hal yang itu-itu lagi? Edisi rindu pada sahabat nun jauh di sana. Baca: http://thoughtcatalog.com/marisa-donne

Hujan Yang Tak Dinantikan

sumber gambar H    u         j   a    n Rintiknya berbenturan dengan bumi Derasnya menakut-nakuti kemeja yang licin rapi Dinginnya menggigilkan kaki yang berkecipak di trotoar Anginnya menghalau segala keinginan untuk berkelana atau berjumpa Hujan Menunda Membatalkan Meragukan Menjadi kendala Ia tengadahkan kepala Reda tak kunjung tiba Menjadi jawaban yang dinantikan Meskipun tak diharapkan "Mungkin lain kali," bisiknya seraya meninggalkan lobi stasiun menuju ruang tunggu. Yogyakarta, Mei 2017

Keeping Me Up All Night

sumber gambar "All these feelings inside keeping me up all night. Pictures that cross my mind keeping me up all night." (David Archuleta) Kurebut chronosphere dari tangan sang Waktu Lalu aku mulai menjelajahi lautan zaman Menerjang ombak-ombak yang menjulang Menuju satu masa Ketika yang kukenal hanya perempuan lincah dan yang kau kenal hanya lelaki pemanah Kita berkenalan dan saling mengenal Saling mempengaruhi Aku bisa melihat bayanganku sedang berjalan denganmu Sedang bercakap-cakap malu denganmu Sedang asyik menunduk dan mengetik-ngetik Sedang menangis di atas sajadahku Sedang mencengkeram bantal dan ponsel Sedang mencari namamu di daftar kontakku Sedang menunggu terjawabnya panggilan Dan... Aku berbalik meninggalkan aku Bergegas menarik pedal chronosphere dan menuju istana sang Waktu Ternyata Ia sudah menunggu "Masa lalu tidak bisa diubah, gadis kecil." "Yang bisa kau lakukan adalah belajar darinya." Telapak tangan-Nya m

Pameran Gerakan Kebhinekaan

Bicara bineka tentu berbicara keragaman. Lantas kita teringat semboyan, "Berbeda-beda, tetapi tetap satu jua." Fakultas Seni Rupa ISI merangkul lima jurusannya untuk berpameran bersama dalam rangka merayakan Dies Natalis Institut Seni Indonesia ke-23. Mahasiswa jurusan Seni Rupa Murni, Desain Interior, Desain Komunikasi Visual, Kriya Seni, dan Tata Kelola Seni. Tecermin bhinneka tunggal ika dalam pameran ini, yakni berbeda-beda jurusan, tetapi tetap dinaungi satu fakultas yang sama, Fakultas Seni Rupa, dan juga satu atap gedung pameran yang sama. Pameran ini digelar di Taman Budaya Yogyakarta sejak 10--14 Mei 2017. Nah, mari kita tengok beberapa lukisan yang dipajang! Mate Lukisan ini aku suka karena display -nya keren, pakai kotak berjeruji dan gembok segala. Di balik jeruji, barulah kita melihat lukisan seorang gadis berkacamata sedang menunduk. Dari lengkung bibirnya tidak tergambar kesedihan, tetapi mengapa ia menunduk? Itu yang masih aku pertanyakan. Aku menaf

Museum Sandi Yogyakarta

sumber gambar Siapa yang suka menebar kode? Ngakuuuu, haha. Kamu ada bakat untuk bekerja di Lembaga Persandian Negara mungkin. :p Bicara soal kode, ternyata ada museum yang menyimpan koleksi kode, lho! Bukan sembarang kode, melainkan kode rahasia a.k.a. sandi. Namanya Museum Sandi. Kira-kira koleksi sandi apa saja yang tersimpan di sini? Apakah berisi sandi-sandi morse yang dipelajari di Pramuka? Nah, daripada bertanya-tanya, kali ini aku akan membagikan pengalamanku berkunjung ke Museum Sandi. sumber gambar Museum ini terletak di Jln. F.M. Noto No. 21, Jogjakarta. Kamu bisa mencapai museum ini dengan bus Transjogja jurusan 3A dan turun di halte Kotabaru. Jika kamu pernah mendengar House of Raminten Kotabaru maka museum ini terletak persis di sampingnya. Bangunan Museum Sandi berwarna putih dan bertingkat dua, serta memiliki taman kecil. Saat itu, hanya aku pengunjung museum tersebut. Pengunjung museum tidak dipungut biaya dan hanya diminta mengisi buku tamu di komputer.

Merindukanmu Sampai Kapan-kapan

sumber gambar Merindukanmu tidak cukup sejenak. Merindukanmu sampai kapan-kapan, sebelum takdir menitahkan habis. Merindukanmu tanpa kepastian aksi-reaksi. Akan tetapi, aku memang tidak pernah meminta apalagi memaksa. Jika kau juga, syukurlah. Jika kau tidak, sudahlah biar aku saja yang memelihara. Sampai takdir menitahkan habis.

Ulasan Showcase Pasadatari #1

sumber gambar Pada tanggal 11 Mei 2017, Pendhapa Art Space menggelar showcase yang bertajuk "Bicara Tubuh, Tubuh Yang Berbicara" dari Pasadatari. Pasadatari adalah sebuah wadah bagi para calon koreografer muda untuk menggali dan mematangkan gagasan yang akan disampaikan. Di Pasadatari, peserta diminta untuk mengenali tubuhnya dan pembimbing akan memberikan wacana, pengalaman tubuh, hingga sudut pandang yang beragam terhadap sebuah objek selama 24 kali pertemuan dalam tiga bulan. Pembimbing tari membantu meruncingkan gagasan dari para peserta. Showcase ini menampilkan tiga koreografer, yaitu Yurika Meilani, Aprilia Sripanglaras, dan Irwanda Putra. Yurika menampilkan Rambu Rambut, Lia menampilkan Kirig, dan Putra menampilkan Sungkur, Sangkar, Singkir. Rambu Rambut oleh Yurika Meilani Difoto oleh IG @pipoarokhmanuri Penampilan pertama adalah Rambu Rambut oleh Yurika. Menurut penuturan Yurika, tarian ini bercerita mengenai kebebasan dan kegelisahan yan

Listen

sumber gambar You told me to listen and I did I listened to you, I listened to the things that you told me before Who knows I'll gradually like it Now, it's so hard to erase your shadow every time I start to listen and paying attention.

Tak Banjir Lagi

sumber gambar Memang mataku sudah bertanggul Memang lingkar mataku sudah berdaerah resapan air Apa yang  terkumpul-tertahan sudah teresap dan hilang Tak pernah lagi masuk koran Berita pipi yang kebanjiran Memang di mata tidak lagi tetapi masih saja ada yang terkadang sesak di dada Apakah perlu kubangun pula tembok Cina di sekeliling hati juga pikiranku Agar segala tentang engkau tak mampu mendobrak masuk? Yogyakarta, Mei 2017 "Setelah begitu lama, tersisa air mata Banyaknya kenangan yang tak akan terlupakan." (GAC - "Berlari Tanpa Kaki")

Gombal: Kelamin dalam Sehelai Kain

sumber gambar Awalnya aku terkecoh. Kukira pameran ini akan berbicara seputar untaian kalimat penuh bunga atau lukisan yang menimbulkan semburat merah di pipi saking romantisnya. Ternyata! Yang kudapati adalah sehelai kain mori berwarna dengan motif  monster. Tidak sesuai harapan, aku beralih membaca kurasi. Ternyata, gombal pun dapat bermakna kain yang sudah lusuh (sobek-sobek). Akan tetapi, betapa herannya, kain yang dipamerkan sama sekali tidak lusuh apalagi sobek. Lantas, mengapa gombal? Adakah ini semacam pemancing atau clickbait untuk menarik pengunjung? Eleuh, heleuh. Ya sudahlah, penamaan pameran merupakan kemerdekaan sang seniman. Kita sebagai pengunjung tinggal turut saja. Roh-roh dalam Senjata oleh Arwin Hidayat Ampun Juragan! oleh Arwin Hidayat Aku memutari galeri tanpa berhasil menemukan kesinambungan antara lukisan dan pemilihan judul. Mulai salah fokus, aku memerhatikan dua objek yang tampaknya sengaja ditebar Arwin Hidayat pada tiap karyanya di

Millennial Dopamine: Senyawa Bahagia Generasi Milenial

Generasi milenial adalah generasi yang lahir pada rentang tahun 1980--awal 2000. Itu berarti anak-anak 90-an seperti aku dan kamu merupakan bagian dari generasi milenial. Kita yang sedari lahir dan bertumbuh telah terpapar teknologi, mulai dari radio, televisi, komputer, hingga merambah era ponsel pintar. Internet telah menjadi keseharian dan juga kebutuhan bagi anak-anak muda masa kini. Rasanya belum klop apabila tidak mengabadikan momen di Instagram, belum lengkap apabila tidak update ina-inu di Snapchat, belum gaul apabila tidak curhat, mengeluh, bahkan berdoa di Facebook, belum keren kalau tidak duet dengan para penyanyi di Smule. Tidak punya semua media sosial itu? Itu tandanya kamu kurang eksis. Dengan tingginya kebutuhan untuk meng- update sesuatu di dunia maya, tidak jarang kebahagiaan kita diukur dari penuhnya daya baterai ponsel, kencangnya koneksi internet, dan tanda likes . Tempa, sebuah graphic art studio , mencoba menyuguhkan fenomena menarik ini dalam karya-kar

Kecantikan Wanita Kasongan: Produktif!

sumber gambar Malam itu di nDalem Pugeran Brontokosuman, tepat di belakang Museum Perjuangan, lampu-lampu sorot menyinari langit pertanda ada acara. Aku melangkahkan kaki memasuki gang kecil di samping Museum Perjuangan. Di sana telah berkumpul banyak orang. Tenda didirikan, puluhan kursi disusun, orang-orang berbaju batik duduk di depan sementara lainnya di belakang. "Ini benar teater?" tanyaku memastikan. "Ya, kak! Teater Tari Ritus Lampah Lemah. Sebentar lagi." Aku agak ragu duduk di depan sebab siapa tahu itu barisan khusus pejabat penting. Malu-malu kuhampiri meja registrasi, ternyata pengunjung boleh duduk di mana saja. Setelah mengisi presensi dan mendapatkan brosur pertunjukan serta satu kotak kudapan, aku mendudukkan diri di tengah-tengah. Tidak ada kursi di depanku jadi bisa lebih leluasa menatap panggung. Yeay! Panggungnya berkonsep terbuka dan ada dua undakan. Di undakan pertama, kulihat lapisan besar berwarna cokelat. Sepertinya para penari

Pameran Representasi, Pendhapa Art Space

sumber gambar Semalam aku menghadiri pembukaan pameran Representasi di Pendhapa Art Space (PAS). Ini kali pertamaku ke sana yang membuatku menyadari sesuatu, "Lokasinya cukup jauh, tetapi penataannya indah jadi tidak apa-apa." Representasi adalah hasil kerja 27 perupa yang berpayung pada satu tema: penggambaran realita, baik dituangkan secara abstrak maupun realis, begitu kata Suwarno Wisetrotomo, sang kurator.  Acara pembukaan pameran ini benar-benar niat sebab pameran kali ini juga bertindak sebagai peresmian ruang galeri baru di Pendhapa Art Space. Katalog lukisan dicetak rapi dan baik. Katalog lukisan Pengunjung dipersilakan duduk untuk menikmati pertunjukan musik gamelan dan tari tradisional. Gosh, I'm mesmerized by their performance! Memang sudah lama aku berangan-angan memainkan karawitan Jawa di suatu pementasan. Aku hanya sempat mengambil mata kuliah Karawitan Jawa selama satu semester dahulu. Kalau kamu punya informasi mengenai kursus karaw