Skip to main content

Posts

Showing posts from July, 2016

Basuh kuyup

Kuraih gagang shower dan mulai menyalakan air. Mengguyur. Mengguyuri puncak kepalaku. Kubiarkan serta-merta turut mengguyur masalah-masalahku. Mengguyuri wajahku. Mengaliri kelopak mataku yang menutup, pipiku, lalu meluncur ke bibirku yang setengah terbuka. Kamu. Mengapa aku tak henti mengkhawatirkanmu? Malam ini aku bermimpi kamu sakit hingga harus dirawat inap. Baik-baik sajakah kamu? Ah, larut dan larutlah segala asumsi buruk sampai tiada bersisa. - Kuyup sekujur tubuh Tetapi belum lega Sebab jiwaku belum ikut terbasuh Dan kamu, Masih saja setia duduk di situ.

Berputar

Sudah, ya. Bagaimana jika kita sudahi saja? Biar kita fokus. Biar aku tak perlu terbebani dengan perasaan. Biar kamu tak ada lagi yang ganggu. Toh, kita berputar-putar saja. Pusing. Keliling. Bundaran. Kita tidak ke mana-mana Putus rute kita Kita tak lagi punya arah tujuan Maka hentikan langkah kita sejenak Sampai jernih pikiran kita Terapus kepanikan kita Disingkapkan jalan lurus 'tuk kita ... Agar tak perlu ada lagi senyum dan bahagia yang semu

Friend's Wedding Prep: Skincare

Hi, fellas! Kali ini aku mau cerita pengalaman belanja-belanji bareng sahabatku yang bentar lagi akan menikah. Yuhu! (wink) Panggil dia O. O: Nadia, ketemu yuk! Aku mau belanja skincare , nih. N: Yuklah! (ajak aku berburu skincare dan kosmetik, aku dengan senang hati menemani) Kami menuju supermarket terdekat dan langsung menuju rak toiletries . Macam-macam produk yang kami perhatikan, mulai dari day cream, night cream, olive oil, masker wajah, lulur, body butter, lotion,  pelembab bibir, masker rambut, de es te. Selama berbelanja, aku cerewet memberi saran dan pertimbangan. "Ini perlu lho, udahlah ambil aja kan murah, maskeran tuh dua kali seminggu, aih yang ini nggak bagus, de el el." Hahaha, maafkan Nanad yang ceriwis ini ya, O!

Perihal Waktu

udut pandang orang pertama tetapi tak selamanya merujuk kepada penulis Waktu itu membiasakan. Dulunya candu akan kabar satu sama lain, kini terbiasa tak mendengar sepatah kata pun dari seberang. Dulunya cemburu tanpa alasan, kini otak bertindak lebih rasional. Dulunya tak lihai mengerjakan ini dan itu, kini karena adanya keharusan, pekerjaan tersebut menjadi kebiasaan. Waktu itu mendamaikan. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya aku memutuskan untuk berdamai dengan masa lalu. Masa lalu itu berarti menyangkutpautkan engkau, orang-orang di sekitarmu, serta lingkunganmu. Aku belajar memupuskan benci karena tahu itu tak ada guna melainkan hanya memberat-beratkan hati saja. Semalam aku bertemu dengan dia, gadis dambaan jiwa yang sering kau ceritakan. Menurut silsilah yang kutahu, gadis itu kawanku walaupun belum juga terbilang sahabat. Sementara, menurut emosiku, gadis itu adalah rivalku, sainganku. Sepatutnya, aku tak berbasa-basi dengannya karena melihatnya saja mengingatkanku

Perihal Waktu

udut pandang orang pertama tetapi tak selamanya merujuk kepada penulis Waktu itu membiasakan. Dulunya candu akan kabar satu sama lain, kini terbiasa tak mendengar sepatah kata pun dari seberang. Dulunya cemburu tanpa alasan, kini otak bertindak lebih rasional. Dulunya tak lihai mengerjakan ini dan itu, kini karena adanya keharusan, pekerjaan tersebut menjadi kebiasaan. Waktu itu mendamaikan. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya aku memutuskan untuk berdamai dengan masa lalu. Masa lalu itu berarti menyangkutpautkan engkau, orang-orang di sekitarmu, serta lingkunganmu. Aku belajar memupuskan benci karena tahu itu tak ada guna melainkan hanya memberat-beratkan hati saja. Semalam aku bertemu dengan dia, gadis dambaan jiwa yang sering kau ceritakan. Menurut silsilah yang kutahu, gadis itu kawanku walaupun belum juga terbilang sahabat. Sementara, menurut emosiku, gadis itu adalah rivalku, sainganku. Sepatutnya, aku tak berbasa-basi dengannya karena melihatnya saja mengingatkanku

Teringat Kau

Godaan-godaan lucu datang silih berganti dari teman-teman aku ikut menertawakan kekonyolan malam ini sesungguhnya tak terjadi apa-apa tetapi kubiarkan saja untuk lelucon sepintas lalu Andai saja engkau tahu, sepanjang perjalanan tadi aku mengingat kau seorang aku membuka-buka seluruh media lalu bertanya mengapa tak ada ceritamu hari ini mengapa begini dan begitu terlalu banyak tanyaku merisaukan hati menggelisahkan pikiran

Atas semuanya, terima kasih

Dulu aku memanggilmu Cinta, ya? Ehehehe. Maklumilah, kala itu aku benar-benar sedang jatuh hati. Malam ini tak sengaja aku menelusuri foto-foto lama di Instagram dan memo-memo kuno di ponsel. Di antara semua kenangan itu, kutemukan bayanganmu seorang. Hal itu menggerakkan jemariku untuk membaca kembali tulisan tentangmu di blog ini. Betapa luasnya topik mengenaimu sampai-sampai jumlah tulisanku terlampau banyak pada tahun lalu. Tulisan yang bernada curhatan itu mendatangkan pelajaran untuk diriku karena sungguh masih relevan dengan keadaan saat ini. Terima kasih atas pelajarannya. Bahwa kita tak boleh mencinta dengan berlebihan. Terlalu dalam, padahal belum menjadi siapa-siapa. Atas riang gembiranya gundah gulananya juga sedu sedannya, terima kasih pula.

Seperti itu kisah kita

Roda pesawat turun perlahan menggores landas pacu gedebak-gedebuk badan pesawat bersama rem yang kencang ditarik membuat badan lambung ke depan dan jantung mengkeret di dada kiri Kisah kita-- seperti itu menakjubkan penuh kejadian yang acapkali membuat jantung dagdigdug tak keruan waswas, tetapi juga mengukir bahagia Kecepatan diturunkan lampu-lampu dimatikan wajah-wajah kelelahan yang tak sabar mengistirahatkan tubuh dan pikiran berdesakan menyisakan kursi-kursi dalam kelengangan

Cinta Yang Belum Pasti

Hari ini aku kembali dilanda kebimbangan antara memilih cinta yang belum pasti dan cinta yang dapat seiring dengan cita-cita. Kau adalah cintaku yang belum pasti. Belum pasti seiring, sevisi, dan semisi. Akan tetapi, aku cinta dan aku tahu aku bersedia mengompromikan banyak hal demi membersamaimu. Kemudian, adalah dia, teman satu cita-cita sekaligus kawan kolaborasi. Kompromi tentu ada pula, tetapi sudah pasti aku dan dia akan berada dalam dunia yang sama di masa depan. Kami dapat saling mendukung kegiatan masing-masing dengan suka cita karena sama-sama tahu asyiknya bidang yang kami jalani. Sayang, aku tak tahu perasaannya kepadaku, sama seperti tak tahunya aku mengenai kedalaman perasaanmu kepadaku. Adakah jaminan kau menerimaku dengan lapang dada? Akankah kau dan aku menjalani hidup dengan seru-suka-bahagia di tengah-tengah perbedaan kita, baik dari segi cita-cita maupun cerminan diri? Entahlah, aku sendiri mulai tidak yakin padamu Walaupun cintaku belum lagi surut

Kemungkinan-kemungkinan

Dari relung hati Menuju titik terisau dalam jiwa Dilema Dilema Tetapi terus ku mencintaimu dengan kerapuhan  dan serak-serak harapan yang ada Mencintaimu, memberi mu kesempatan untuk melukaiku yang kemudian memberi ku peluang untuk membencimu di kemudian hari

Perempuan Yang Berkunjung Ke Rumah Kekasih

Kakiku menapak di tanah tempat kamu dibesarkan. Udara segar pepohonan kuhidu dengan khidmat, bunga-bunga, aspal jalan, juga rumah-rumah kuamati dengan cermat. Ingin rasanya kutinggalkan jejak di mana-mana. Agar kau tahu, aku pernah menjejakkan kaki di kampung kelahiranmu. Aku pernah begitu ingin menjadi bagian dari dirimu, mengenali masa lalumu, dan menemani masa depanmu. Anak-anak kecil melintas, berteriak-teriak berkejaran, membuyarkan lamunanku. Kureka-reka sendiri wajah dan postur tubuhmu semasa kanak-kanak. Pasti kau pernah sebahagia mereka, ya, pasti. Tapi hari ini pun kau juga. Jauh dari lokasiku saat ini, kau senyum sumringah karena berhasil membawa pujaan hati ke gerbang perkawinan. Perempuan itu, bukan aku yang tengah melepaskan kenangan kita satu per satu di kampung halamanmu.  Luv, Nadia Almira Sagitta

Dua Jam Bersama Ica

Penerbanganku ke Medan kali ini cukup lama. Mengapa begitu? Soalnya, pesawat yang kunaiki menunggu giliran lepas landas selama 20 menit. Waktu yang ada tentu kumanfaatkan untuk tidur secara tadi pagi aku sahur terlalu cepat dan semalam tidurku hanya dua jam. Ketika aku membuka mata dan mengedarkan pandang ke sekeliling, kutemukan gadis kecil sedang melonjak-lonjak di pangkuan ayahnya. Ia mengenakan onesies putih bermotif dan jaket ungu. Saat pandangan kami beradu, aku memberinya senyum dan ia pun membalas senyumku. Aih, senangnya hati. Belakangan kutahu nama anak itu Ica. ^^ Tak lama, pramugari datang menawarkan makanan. Ica, yang masih batita, tentu saja makan siang dengan disuapi ibunya. Oh iya, jadi tempat duduk ayah dan ibu Ica dipisahkan aisle pesawat. Cukup sulit untuk ibu Ica menyuapi si anak karena adanya jarak antarkursi. Tatkala disuapi pertama kali, Ica tahu-tahu melepehkan nasi. Dari ekspresi wajahnya, sih, aku tahu nasinya masih terlalu panas, hahaha. Terus, memang