Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 2011

Cintaku Kepada Pelayan Kafe

Oleh: Nadia Almira Sagitta Kulangkahkan kakiku menuju satu coffee shop terdekat dari kampus. Sore itu, keadaan sangat lengang. Yah, baguslah, dengan demikian aku bisa duduk tenang menikmati coffee latte pesananku. Kuangkat cangkir kopi yang masih panas, persis di depan hidungku, mencium aromanya sebentar, lalu menghirupnya pelan. Nikmat sekali, paduan kehangatan kopi dengan dinginnya hawa di luar sana. Sambil meminum kopi, aku membolak-balik majalah Kawanku terbaru yang kubawa sedari tadi. Bosan membaca, pandangan kusapukan ke tiap sudut kedai kopi ini. Tiba-tiba, pandanganku terhenti pada satu titik. Seseorang. Lelaki. Membawa notes kecil di tangannya. Dengan apron berwarna coklat susu. Sebenarnya biasa saja, ia hanya seorang pelayan di coffee shop ini. Entah apa yang membuatku tertarik padanya. Mungkin karena aku tak pernah melihatnya di sekitar sini. Sepertinya ia pekerja baru. Pandanganku tak lepas daripadanya, kutopang daguku di atas tangan, melihatnya dengan leluasa. Namun, s...

Maaf

Oleh: Nadia Almira Sagitta Ada seorang gadis kecil terduduk di pojok kamar. Ia sedang bersedih, wajahnya muram, kepalanya ditundukkan sedari tadi. Tangannya yang kurus memeluk kedua lututnya, membenamkan wajahnya di sana. Bulir-bulir air mata mengalir, membasahi kedua pipinya… Isakan tangis pun terdengar, menggema di kamar kosong itu. Sedapat mungkin ia mengecilkan suaranya, tapi tak dapat ia lakukan Terlalu sedih, terlalu berat, terlalu sakit untuk ditahan-tahan Sedari tadi bibirnya bergetar meluncurkan kata “maaf” Maaf…Maaf… Maaf…Maaf… Ditujukan kepada seseorang yang entah masih mengingatnya ataukah tidak Tapi sungguh, ia benar-benar meminta maaf Meminta maaf atas perlakuannya terhadap ‘seseorang’ Meminta maaf atas sikapnya selama ini Meminta maaf telah membuat ‘seseorang’ itu bersedih Meminta maaf pabila ia telah menyakiti hati ‘seseorang’ Meminta maaf karena telah mengecewakan hati ‘seseorang’ itu Tak habisnya kata maaf itu mengalir dari mulutnya… ...

Cerita Pendek (Benar-benar pendek)

Oleh: Nadia Almira Sagitta Malam itu, aku diteleponnya. Tumben. “Halo? Eh, besok mau nggak jalan-jalan?” tawarnya. “Jalan-jalan? Mau, mau, mau! Kok tumben?” “Lah, kan janji saya yang waktu itu.” Katanya mengingatkan. “Hah? Janji? Oh, yang itu? Astaga, masih kau ingatnya…” “Ya sudah, besok ya? Jam sepuluh saya sudah ke rumahmu.” “Iya, iya, makasih!” ucapku tertahan, perasaan bahagia ini sudah ingin saja membuncah sedari tadi. Tak dapat lagi kutahan-tahan. Aku mendapati diriku, tersenyum-senyum sendirian. Esok paginya, aku bangun lebih cepat dari biasanya. Hari itu Minggu, jadi wajar saja kalau aku bermalas-malasan di kamar. Tapi tidak untuk hari ini. Hari ini kan aku mau jalan-jalan. Aku sudah selesai mandi, sudah rapi. Aku menunggunya sudah seperempat jam yang lalu. Dia di mana ya? Aku mencoba menghubunginya dengan mengiriminya pesan. Dan ia membalas, “Maaf, masih di jalan. Mungkin 20 menit lagi sampai. Maaf terlambat.” Dan aku tetap duduk menunggunya datang, berkunjung ke rumahku. Sa...

Finally

Oleh: Nadia Almira Sagitta Dan… senyum itu terkembang tanpa diminta. Dan… perasaan senang itu tak dapat kusembunyikan. Dan… bunga-bunga yang jatuh itu tak dapat kusingkirkan Dan… mata ini tak kuasa untuk memalingkan pandangan. Dan… rona merah yang menghiasi pipiku tak sanggup kusamarkan. Dia, orang yang telah kutunggu sekian lama. Dia, orang yang kukagumi sejak dulu. Dia, teman sepermainanku. Dia, seorang yang spesial untukku, kini berdiri di hadapanku, dan mengutarakan perasaannya terhadapku. Berdiri menungguku dengan sejuta harap. Jauh, jauh, aku menatap ke pandangannya. Mencari kebenaran di sana. Hingga, aku merasa yakin dan percaya. Dan akhirnya, tak ada lagi yang dapat aku lakukan, selain menjawab, “Ya”.

Kenapa?

Oleh: Nadia Almira Sagitta Kenapa? Kenapa aku harus mengenalmu? Kenapa aku harus dipertemukan denganmu? Kenapa aku mulai merindukanmu? Kenapa aku bisa melabuhkan hatiku padamu? Kenapa? Apakah kamu tau kenapa? Sungguh, aku tak mengerti.

Aku di sini

Oleh: Nadia Almira Sagitta Hey, aku disini. Di tempat ini. Tempat kita berdua. Namun aku sendiri. Aku tidak bersamamu. Kamu meninggalkanku sendirian. Tak ada lagi canda tawamu yang membuatku tersenyum. Tak ada lagi tanganmu yang senantiasa merangkulku, di sini. Tak ada lagi ucapanmu yang menenangkan hatiku. Kamu membawa semuanya pergi, bersamamu. Kamu melupakan sesuatu, kamu melupakanku. Kamu pergi jauh, tanpa mengajakku. Kamu lupa akan janjimu, yang tak akan meninggalkanku, tetap setia bersamaku. Kamu sirna begitu saja dari kehidupanku. Aku kangen kamu. Aku tak bisa engkau tinggal sendiri.

Menyampaikan salam

Oleh: Nadia Almira Sagitta Gadis yang tengah merindu. Merindu seorang yang tak pasti. Terduduklah ia, di kursi taman Memandang langit yang mulai memerah. Menitip salam lewat angin yang berembus, Ditujukan untuk seorang yang tengah dirindukannya. “Angin, sampaikanlah salamku,” pintanya.

Rindu

Oleh: Nadia Almira Sagitta Dan, aku terduduk di depan gelombang air laut yang berdebur pelan. Aku terduduk bersama hamparan pasir putih yang lembut. Memandang langit biru dengan tatapan kosong. “Aku merindukanmu,” bisik kalbuku. “Aku ingin kamu ada di sini, bersamaku.” Ya Allah, tolong sampaikan padanya, satu hal. Aku merindukannya. Sangat, sangat merindukannya.