Skip to main content

Atas semuanya, terima kasih

Dulu aku memanggilmu Cinta, ya? Ehehehe. Maklumilah, kala itu aku benar-benar sedang jatuh hati. Malam ini tak sengaja aku menelusuri foto-foto lama di Instagram dan memo-memo kuno di ponsel. Di antara semua kenangan itu, kutemukan bayanganmu seorang. Hal itu menggerakkan jemariku untuk membaca kembali tulisan tentangmu di blog ini.

Betapa luasnya topik mengenaimu sampai-sampai jumlah tulisanku terlampau banyak pada tahun lalu. Tulisan yang bernada curhatan itu mendatangkan pelajaran untuk diriku karena sungguh masih relevan dengan keadaan saat ini.

Terima kasih atas pelajarannya.
Bahwa kita tak boleh mencinta dengan berlebihan.
Terlalu dalam, padahal belum menjadi siapa-siapa.

Atas riang gembiranya
gundah gulananya
juga sedu sedannya,
terima kasih pula.

Karena itu semua, sensitivitas juga sisi puitisku naik. Dua hal itu menjadikan blog ini penuh dengan tulisan-tulisan cinta yang manis. Juga mendatangkan pembaca yang rupa-rupanya membutuhkan konsumsi untuk hati yang didera kegalauan. Hahaha, ya, terima kasih untuk itu.

Semoga tak hanya aku yang menarik pelajaran. Kuharap ada sedikit dariku yang membekas di hidupmu, entah prinsipku, pola pikirku, atau perangaiku. Jika tidak ada, ah betapa sia-sianya perbincangan panjang kita dahulu. Bertambah-tambah pula sedihku bila memang aku segitu tidak mampunya meninggalkan kesan. Akan tetapi, pikiran orang siapa pula yang bisa mengendalikan?

Lengkung bibir yang membentuk senyum
Perlahan mendatar
Kelopak mata yang menyipit
Kemudian tertunduk sayu
Hahahihi beralih tragedi
Menggores perih, menyisakan pedih
Sampai masa yang tak diketahui durasinya


And the story of us looks a lot like a tragedy now.
The end

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kekayaa

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.