Skip to main content

Lembaga Dakwah

Assalamualaikum, teman-teman!

Hai! Nad pengin cerita sedikit, nih. Saat semester tiga lalu, saya berniat untuk berkecimpung di salah satu LD saja kelak, entah itu LDK atau pun LDF. Saya sudah merasakan kesibukan aktif di dua LD dan itu ... haaaah ... sudah cukup. Banyak amanah yang terbengkalai karena jadwal ngumpul sering bentrok dan akibatnya saya jadi stres sendiri. Wussss, semester tiga berlalu, semester empat datang menjelang! Alhamdulillah, semester tiga terlalui dengan baik. Formulir rekrutmen anggota organisasi tersebar di mana-mana. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya saya memilih Salam UI sebagai lahan dakwah saya di semester empat hingga semester lima. ^^

Awalnya, saya ingin menjadi BPH, menjadi pengurus Salam UI. Alasan saya memilih menjadi BPH karena saya ingin membenahi departemen ILC, ingin membuat departemen itu menjadi lebih baik lagi. Selama ini saya terjun di bidang yang sama, dimulai sejak periode magang hingga staf. Yeaaay, saya cinta ILC! <3 Siapa tahu kehadiranku dapat memberikan kontribusi di sana. Entahlah, saya ingin menjadi agen perubahan, dan menurutku cita-cita itu kurang dapat diwujudkan bila saya hanya menjadi staf (lagi). Bismillah, ketika sedang liburan di Makassar, saya membuka tautan perekrutan BPH Salam UI 17. Pandangan saya terhenti pada jadwal wawancara ... hah, 20 Januari? Yaaaaah, which is mean, saya tak dapat menghadiri sesi wawancara karena raga dan jiwaku masih berada di Makassar! T___T Baiklah, saya kembali menata hati yang kacau #apaan. Bila memang menjadi staf adalah lahan yang disiapkan Allah untuk saya sekarang, tak apa. Toh, saya masih bisa mencoba pada tahun berikutnya. Don't cry, Nanad.

Oke, mengingat semester empat ini kesibukan saya cukup longgar, saya memutuskan untuk mengikuti komunitas gamelan (cihuy! impian saya sejak SMA) di hari Sabtu, mengikuti Nyantrend Weekend (program kelas kajian) di hari Minggu, bergabung di kelas merajut bareng Lili tiap Rabu, konsisten mengikuti kajian dari FKI UI tiap Selasa/Kamis, tetap aktif di UI Berkebun, UI Cooking Club, dan komunitas Peduli Jilbab tercinta. <3 <3

Yeah! Siap menyambut datangnya semester empat!

Jeng, jeng, jeng! Sesi wawancara staf Salam UI pun dimulai. Jadwal wawancara saya itu hari Rabu sore. Saya diwawancarai oleh kak Egi dan kak Siti. Situasi wawancaranya ... sama kacaunya seperti tahun lalu. Jawaban saya cukup membuat mereka tergelak. Fuh, segitu konyolnyakah saya? >-< Hihi, afwan ya, kak! ^^

Empat hari kemudian, kak Egi menghubungi saya. Ahlan wa sahlan, Nadia! Begitu isinya. Wah, senang banget bacanya, alhamdulillah. Beberapa saat kemudian, ada obrolan yang menyusul, "Nad saya sudah syuro bareng kak Siti dan memutuskan kamu untuk menjadi deputi. Bagaimana?" Hah? Allah tidak sedang bercanda, kan? Saya hanya menyiapkan mental sebagai staf (saja) dan bukan deputi. :") Hiks. Apalagi saya sudah sok menyibukkan diri di tempat lain, duh takut tidak amanah, takut ini, takut itu. Ingin menolak tetapi ... siapa tahu inilah cara Allah mengabulkan keinginan yang sempat saya pinta dahulu. Menjadi bagian dari BPH Salam UI. Hei, bahkan Allah memudahkan caranya, saya tak perlu mengikuti wawancara dan segala macamnya. Tiba-tiba saja ditarik, "Hei, Nad, mau jadi deputi?" So, what should I say? "Jika saya memang dibutuhkan, ya kenapa tidak, kak?" Yup. Saya mengiyakan pada akhirnya. Mengapa harus takut kalah sebelum mencoba? Siapa tahu saya memang mampu. Allah takkan salah memberikan amanah pada hamba-Nya, bukan? Ya Rabb, bantu saya, ya! Bismillaah, deputi akhwat dari ILC Salam UI! Selamat datang kesibukan (huhu)! ;)

Comments

  1. Langsung jatuh cinta sama blog kakak deh hehe

    Salam kenal, deva.

    ReplyDelete
  2. Hai, Deva! Salam kenal, ya. ^^


    Kyaaa, terima kasih telah jatuh cinta pada blog ini. Maaf belum sempat memosting tulisan-tulisan baru. InsyaaAllah akan segera di-update. ;)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga...

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kek...

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun

Review Bedak Tabur La Tulipe vs Revlon

Kamis, 16 Juli 2015, kuputuskan untuk mengganti bedak tabur La Tulipe-ku. Bukannya kenapa, aku curiga jerawatku yang makin menjadi ini disebabkan oleh ketidakcocokan wajahku dengan bedak tersebut. Kulit wajahku adalah kulit berminyak— lets say, very oily ! Gegara ini, aku gampang jerawatan dan sekilas wajahku terlihat kusam tanpa bedak. Oleh karena itu, bedak merupakan barang wajib yang harus ada di tas. Sejak SMP hingga SMA, aku selalu menggunakan bedak padat Pigeon rekomendasi ibuku. Semenjak kuliah aku iseng mencoba-coba bedak baru, salah satunya bedak tabur. Berdasarkan informasi yang kudapat dari berbagai beauty blogger , jenis bedak yang cocok untuk kulit berminyak adalah bedak tabur atau loose powder. Alasannya, tekstur bedak tabur tidak menghambat pori-pori seperti bedak padat. Nah, aku baru beralih ke bedak tabur setahunan lebih ini. Aku pernah mencoba produk Pigeon, Wardah, Viva, La Tulipe, dan sekarang Revlon. Postingan kali ini membahas dua merk bedak tabur, yakni ...