Skip to main content

Vivo per Lei

Vivo per Lei da quando sai
La prima volta l’ho incontrata,
Non mi ricordo come ma
Mi è entrata dentro e c’è restata.
Vivo per Lei perché mi fa
Vibrare forte l’anima,
Vivo per Lei e non è un peso.

(Andrea Bocelli)

Tersentuh, aku menangis. Aku tak tahu, apakah ini pengaruh lirik yang begitu indah atau karena perasaanku sedang begitu sendu. Aku masih ingat ketika pertama kali berjumpa denganmu. Kau begitu cerewet dengan botol Coca-cola dan permen Mentos. Pertemuan itu meninggalkan kesan lucu di hatiku. Hingga lama-kelamaan sosokmu mendekam di sana untuk beberapa lama. 

Lei è di tutti quelli che
Hanno un bisogno sempre acceso,
Come uno stereo in camera,
Di chi è da solo e adesso sa,
Che è unico per Lei, per questo
Io vivo per Lei.

Kamu, sosok yang begitu periang, akrab dengan semua orang, aktif di segala lini. Kamu milik semua orang. Terlalu picik jika aku menganggapmu milikku seorang. Padahal kau pun tak pernah menyadari keberadaanku. Pernah sekali waktu, kita dekat. Dekat sebagai sahabat. Bertukar canda dan tawa, berbagi resah dan luka. Kemudian, bunga-bunga itu perlahan layu. Kau ditarik oleh waktu, kau dipisahkan dariku. 


è un dolore quando parte.
Vivo per Lei dentro gli hotels.
Con piacere estremo cresce.
Vivo per Lei nel vortice.
Attraverso la mia voce
Si espande e amore produce.

Aku tak lagi menemukan padang bunga di jejaring sosial. Aku tak lagi menemukan dirimu di aplikasi VoIP yang sempat membuat kita dekat. Aku tak lagi menerima pesan darimu. Retak, kau tahu? Sedang kau tampak bahagia di pulau sana. Aku tak mungkin mengusik kebahagiaanmu dengan rengekan dariku yang meminta kau kembali untukku. Tidak. Aku hanya dapat mengirim rindu ketika menjejaki daerahmu. Merindu ketika membuka-buka percakapan kita yang telah lalu. Aku tak menyadari perbuatan itu menggerogoti diriku perlahan-lahan. Merampas raut bahagia di wajahku untuk beberapa waktu.


Vivo per Lei perché mi da
Pause e note in libertà
Ci fosse un’altra vita la vivo,
La vivo per Lei.

Hingga kini, aku belum melupakanmu sepenuhnya. Rasa itu memang telah pudar, tetapi aku tak bisa melupakan jasamu yang mengantarku ke gerbang ini. Takdir itu memang nyata Tuan, ada atau tidaknya hadirmu, ia tetap akan berjalan sebagaimana mestinya. Namun, kau perantara yang dikirimkan Tuhan untuk membantuku berdiri di sini. Terima kasih atas pendewasaan diri yang kau ajarkan tanpa kau sadari. 


Juga, terima kasih atas sapaanmu sehari lalu. Aku bangga dengan diriku yang mampu bersikap normal di hadapanmu. Thanks to Allah, He helps me to move on. ^^

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga...

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kek...

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun