Skip to main content

Kukira Tak Ada Lagi Tangis

Aku salah. Kukira aku tak akan menangis lagi karena cinta. Kenyataannya apa? Terus saja aku berharap, terus saja aku menangis. Barangkali, siklusnya baru berhenti ketika aku memutuskan menikah nanti. Tak pernah kukira kau akan membuatku menitikkan airmata. Memang tidak secara langsung, memang tidak kau torehkan luka apa-apa di hatiku. Lantas, mengapa aku menangis? Naifkah bila kukatakan aku terlalu cinta padamu? Wajarkah bila kukatakan aku rindu akan celotehan-celotehan lugasmu?
Suatu ketika, aku mendengarmu mengatakan sesuatu. Sesuatu berbau keseriusan masa depan. Mungkin, kau tak ingin bermain-main lagi denganku. Mungkin, kau ingin fokus kepada impian masa depan. Menuntaskan apa yang seharusnya tuntas, meraih apa yang seharusnya diraih. Mungkin, semua itu menarikmu dari lingkaranku.
Ya, itu. Aku sedih karena tak tahu harus berbuat apa. Rasa yang semakin membuncah ini bingung harus kusalurkan kepada siapa, kepada apa. Teman-temanku mendengarkan ceritaku dengan setengah hati. Barangkali, mereka bosan mendengar cerita tentangmu. Barangkali, aku sudah terlalu sering mengulang-ulang cerita yang sama. Terlebih lagi, kau menghilang dari peredaran. Makin tenggelamlah aku pada perasaanku sendiri. Aku butuh teman cerita! Sungguh.
Aku tahu perasaanku ini sangatlah berlebihan dan tak dianjurkan. Kau juga tentu tahu hal itu. Aku tahu rasa cinta yang diridai Allah hanyalah rasa yang dibingkai dalam ikatan pernikahan. Kau juga tentu tahu hal ini. Akan tetapi, aku tidak bisa. Aku tidak bisa mewujudkan keinginanku secepat itu. Masih harus kutunggu studi S-2 dan itu masih beberapa tahun lagi. Aku sungguh takut dalam beberapa tahun ke depan kau makin menjauh dariku. Tak lagi ada dalam genggaman, tak lagi dapat dihubungi sesuka hati. Hal itulah yang membuatku menangis hari ini. Andaikata ada mesin pengutara isi hati, barangkali kau bisa dengar sendiri suara-suara hati yang berkecamuk tiada tujuan ini. Aku tak begitu pandai mengolahnya dalam kata-kata.
Selamat, ya.
Selamat karena telah membuatku jatuh cinta
dan selamat telah membuatku jatuh untuk kesekian kali.

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga...

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kek...

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun