Beberapa tahun silam di atas angkot, aku melihat seorang muslimah berkerudung merah panjang dengan bordir bunga dari balik jendela. Aku tidak kenal, tetapi entah mengapa hati seketika damai melihat sosoknya. Saat itu, aku belum mengenakan kerudung secara permanen. Masih sebatas kerudung cokelat pramuka yang terburu dilepas ketika bel sekolah berbunyi. Entah apa pula yang menggerakkan langkahku menuju satu toko kerudung jilbab syar'i di Jln. Abd. Dg. Sirua. Berbekal uang yang ditabung sebelumnya, aku membawa pulang kerudung hitam dan putih susu. Bahan kerudungnya lebih tebal dan panas daripada kain wolfis yang kita kenal sekarang. Ketika itu, yang terlintas di pikiranku hanya, "Aku mau pakai kerudung tebal seperti murabbiyahku." Murabbiyah adalah pionir tergeraknya hatiku mengenakan kerudung. Ia tidak pernah menyuruh, tetapi senantiasa mencontohkan hal-hal baik padaku. Salah satunya, aku kagum ketika melihat ia berwudu dengan menghemat penggunaan air keran. D...