Skip to main content

Ulasan Secangkir Teh Mint

Judul: Secangkir Teh Mint

Penulis: Fauzan Fadli

Penerbit: Aksaramaya


Teh mint merupakan benang merah dari kumpulan cerpen Fauzan Fadli. Mint dengan sensasi dingin menggelitiknya itu sukses diterapkan oleh Fauzan dalam kelima cerpennya. Akhir ceritanya tak tertebak. Itulah yang membuat menarik juga memikat. Kumcer ini terbilang cukup pendek dengan halaman sebanyak lima puluh tiga saja. Dapat tuntas dalam sekali duduk. Aku sendiri menamatkannya pagi ini dalam waktu satu jam.

Secangkir Teh Mint. Aku berekspektasi besar pada cerpen ini karena Fauzan menempatkannya sebagai judul utama. Akan tetapi, aku tidak terkesan dengan cerpennya yang ini. Alurnya agak tergesa dan dipaksakan, aku tidak suka. Selain itu, cerita kedekatan Rino dan Ilmira kurang digali. Iya, aku tahu ini hanya cerpen dan tidak mungkin ada penggambaran secara mendetail, tetapi tetap saja cerita ini hanya mengambang di permukaan. Oke, kita kenal sepuluh tahun dan tiba-tiba kita sekantor tiga tahun. Lalu tanpa banyak basa-basi dan pendekatan, kau melamarku. Lah? Siapa yang mau? Agak-agak juga, nih, cerpen. Haha.

Aku sempat terkecoh dengan gaya bercerita Fauzan Fadli. Kusangka, kelima cerpennya polos dan santun berhubung aku mendapatkan kesan tersebut pada cerpen pertama yang berjudul "Lelaki 3 Wanita". Eh, tak dinyana pada cerpen berikutnya, Fauzan menggambarkan fisik perempuan dengan vulgar bahkan sampai imajinasi laki-laki tentangnya. Aku maklum, barangkali karena penulisnya juga laki-laki. Tidak masalah.

Sayangnya, aku kurang suka dengan layout-nya. Dari sekian buku yang kubaca di iJakarta, kumcer ini memiliki layout terburuk. Aku tidak suka karena aku tidak bisa mengubah tampilannya menjadi vertikal. Tampilan horizontalnya buruk, beberapa kali ngadat ketika aku membolak-balik halaman. Sayang sekali. Oh ya, kumcer ini juga penuh typo. Duh, tidak disunting atau bagaimana? Memang kesalahan pengetikan hanyalah kesalahan kecil, tetapi cukup mengganggu pembaca.

Aku memberi kumcer ini nilai 3,5 dari 5. Cukuplah untuk penulis pendatang baru. Well, tidak begitu baru juga, sih, karena dia seorang blogger. Yuk, baca kumcer ini di aplikasi iJakarta! Sudah unduh belum?

Salam,
Nadia Almira Sagitta

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga...

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kek...

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Autobiografi masuk di Universitas Indonesia

Di tengah asyiknya membicarakan jurusan saat kuliah nanti, “Nad, mau masuk apa pas kuliah?” “InsyaAllah, Sastra Indonesia UI.” “Kok sastra Indonesia, sih?” * * * Pertanyaan itu kerap kali terngiang di telinga tatkala aku menyebutkan jurusan idamanku. Mengapa? Apa ada yang salah? Tak pantaskah aku mengecap ilmu di jurusan yang bertitel sastra Indonesia? Pertanyaan yang begitu merasuk hati, mengganggu. Dalam hati, aku hanya bisa berharap semoga orang tuaku merestui jurusan ini. Namun alangkah sayangnya, ternyata keinginanku ditolak mentah-mentah, apalagi oleh ibuku. Beliau tidak meridai keinginanku berkuliah di jurusan sastra. “Kalau tetap bersikeras kuliah di situ, saya tidak mau membiayai,” MasyaAllah! Apa yang ada di pikiran beliau saat itu? Bagaimana pula aku bisa membiayai kuliah sendiri? Ayah mencoba memberi saran, “Coba Nadia cari jurusan lain. Kamu sudah berbalik arah ke IPS, kan? Jurusan banyak, kok, bukan cuma sastra Indonesia. Apa kamu takut tidak lulus ...