Skip to main content

Ada Wanita

Ada wanita yang tersenyum manis di balik jilbabnya usai berbincang dengan lawan jenis yang menjadi impiannya selama ini. Ada rasa yang mengusik hatinya, antara bahagia dan rasa bersalah karena telah melakukan hal yang tak perlu.

Ada wanita yang ingin melonjak dari tempatnya berdiri saat itu. Perasaan bahagia begitu membuncah tatkala ia menyadari idamannya berdiri tak jauh darinya. Hanya dua langkah, ya hanya dua langkah. Ia bimbang, apakah mesti bergerak ke gerbong sebelah yang hanya berjarak dua langkah darinya atau tetap di gerbongnya.

Ada wanita berbaju biru yang mencengkeram lengan temannya karena baru saja berpapasan dengan impiannya yang mengendarai motor. Sesaat setelah itu, mereka memutuskan untuk membeli makan malam untuk menghilangkan kegugupan. Di warung makan, ia berfoto dengan baju kebanggaan yang harum karena parfum tadi pagi dengan alasan, "Aku harus mengingat baju ini sebagai baju keberuntungan yang mempertemukanku dengan sang impian." Begitu katanya.

Ada wanita yang menahan napas kemudian asal menjawab pertanyaan impiannya karena ia terlalu kaget dan bahagia. Sang impian terheran dengan tingkahnya, namun wanita itu cepat-cepat menormalkan keadaan.

Ada wanita yang salah tingkah ketika mengangsurkan buku kepada impiannya. Tangan mereka memang tidak bertautan, tetapi pergerakan singkat itu cukup meninggalkan kesan di hatinya.

Ada wanita yang berbinar-binar matanya saat mengisahkan pesan singkat yang diterimanya dari sang impian kepada teman-temannya. Seolah ia begitu bangga, "Ini lho impianku selama ini! Dia sempurna, bukan?" Padahal, teman-temannya tahu isi pesan singkat itu biasa saja, si wanitalah yang salah menangkap pesan yang disampaikan. Maklum, ia sedang jatuh cinta. Segala-galanya hiperbola, segalanya penuh bunga.

Ada wanita yang kerap kali mengunjungi suatu fakultas demi menemukan sosok sang impian. Tak lupa, ia tampil cantik acap kali berkunjung. Dirapikannya jilbabnya, ditaburkannya pupur ke wajah, dioleskannya pelembab ke bibirnya yang kering. Entah untuk apa, ia hanya ingin tampil cantik di depan sang impian bila jadi jumpa.

Ada wanita yang tulus ikhlas menggambar lirik lagu kesukaan sang impian. Hal itu dilakukannya sebagai rasa terima kasih pada sang impian. Juga, sebagai ungkapan hatinya yang ingin mendapat sedikit perhatian dari sang impian.

Ada wanita yang menangis diam-diam setelah menguping pembicaraan sang impian dengan gadis lain. Wanita itu meratap karena ia ingin pula diajak bicara oleh impiannya.

Ada wanita yang berulang kali mengarahkan pandangan ke pintu masuk. Ia gelisah menanti kehadiran sang impian. Ia sudah berpakaian maksimal hari itu. Jangan sampai sang impian melewatkan kesempatan bertemu. Sayang, di penghujung waktu, si wanita terpaksa menelan pil kekecewaan. Sang impian batal datang.

Ada wanita yang bingung merangkai kata pada telepon pertama dengan sang impian. Ia berusaha tenang, tetapi gagal maning. Ia lalu berwudu mengusir degup, tetapi jantungnya masih saja dag-dig-dug tak keruan. Setelah salat, ia kembali ke layar dan mempersilakan sang impian untuk menelepon dirinya. Sesungguhnya biasa saja, namun si wanita merasa takut salah ucap dalam perbincangan kali pertama itu.

Ada wanita yang semakin bersemangat mempelajari hal tertentu karena sang impian pun menggemari hal yang sama. Ia berpikir akan sangat seru bilamana suatu saat mereka mengerjakan hal itu bersama-sama.

Ada wanita yang selalu menamai impian-impiannya dengan nama buah. Ia sendiri menjuluki dirinya apel karena ia menyukainya. Sebagaimana musim, buah-buah itu silih berganti di lahan hati si wanita.

Ada wanita yang sesenggukan di kamar setelah membaca majalah islami yang menyentil perilakunya selama ini. Ia memang tak berbuat macam-macam dengan sang impian, tetapi nyatanya ia tetap saja salah. Akhirnya dengan keputusan bulat, ia mengakhiri hubungan tanpa status dengan sang impian walaupun ia tahu hal itu menyakiti dirinya. Ya, semua itu demi perubahan nasib yang lebih baik antara ia dan sang impian. Ia menerima setiap tetes air mata yang jatuh karena pilihan yang telah ia buat.

Ada wanita yang mengarang cerita pendek mengenai pemuda yang meninggalkan kekasihnya karena menikah dengan gadis lain. Belum selesai cerita itu ia rangkai, ia menangis di balik bantal. Tak sanggup ia membayangkan bila dirinyalah yang mengalami kisah tersebut. Ditinggal menikah oleh sang impian.

Ada wanita yang diam-diam menyimpan harapan agar ia dipertemukan dengan sang impian dalam ikatan pernikahan. Impian yang sesuai dengan cita-citanya, yaitu memiliki kelurga akademisi. Semoga wanita itu menemukan seorang ahli yang dapat membawanya mengarungi keluarga yang peduli edukasi.

Kalian mau tahu siapa wanita itu dan sang impian? Wanita itu bernama aku, sementara impian bernama calon imamku.



Medan, Juli 2014

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga...

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kek...

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun