Skip to main content

Surat Terakhir

Oleh: Nadia Almira Sagitta

Begitu berat langkah ini meninggalkanmu

Begitu berat tangan ini untuk melepasmu
Begitu susah mata ini untuk tidak memandangmu
Begitu lelah otak ini, menghapus bayanganmu dari benakku
Begitu sulit hati ini melupakanmu
Begitu sulitnya untuk tidak mencintaimu
Tapi, semua itu aku akan lakukan demi temanku
Dia lebih pantas untuk mendapatkanmu
Dia cocok bersanding denganmu
Dia baik untuk dirimu
Dibanding denganku
Dia dekat denganmu
Tidak seperti diriku, yang jarang bertemu dengan kamu
Dia mencintaimu dan kau juga mencintainya
Tidak sama denganku, yang hanya diriku yang mencintaimu
Dia tahu banyak tentangmu
Tidak seperti diriku, yang hanya mengetahui secuil info akanmu
Dia sangat beruntung, mampu merebut hatimu
Aku sangat mengerti akan hal itu
Maka dari itulah aku berusaha untuk tidak mencintaimu
Walaupun mungkin kau pun tahu, rasanya akan sulit
Tapi aku mengorbankan perasaan ini, akan membuang jauh rasa ini
Semua demi kamu dan temanku
Aku mau melihatmu berbahagia
Aku mau melihatmu tersenyum
Aku mau melihatmu tertawa
Tanpa campurtangan dari diriku
Aku sadar, aku mungkin telah mengganggu hidupmu
Baik, aku akan pergi, meninggalkan dirimu
Tanpa adanya salam perpisahan, kurasa baik untukku dan kamu
Tanpa adanya tangisan, jeritan hatiku yang seolah tidak ingin melepasmu
Maafkan aku sudah mengusik hidupmu
Maafkan aku yang pernah mencintaimu
Maafkan aku yang kini meninggalkanmu
Maafkan aku.
Mungkin ketika kamu membaca pesan ini, aku sudah tidak berada di Indonesia
Tidak lagi berada di negara merah putih ini
Tidak berada di negara kepulauan tercinta ini
Aku bahkan tidak berada di dunia ini lagi
Aku sedang dalam perjalanan menuju kehidupan abadiku
Maafkan aku, aku tak sempat memberitahumu sejak dulu
Bahwa kanker yang menderaku sejak dulu telah menyebar ke seluruh tubuhku
Hingga kini mengambil nyawaku, memaksaku meninggalkan duniawiku
Maaf, hanya itu yang dapat kukatakan
Entah, diriku sangat susah untuk memberitahumu akan hal ini
Bibirku seakan terkunci, tak mampu mengeluarkan kata-kata
Aku tak ingin membuatmu sedih dengan keadaanku
Aku tak mau menyulitkan dirimu akan penyakitku
Karena kamu, kamulah yang membuatku bertahan selama ini
Kamu membawa warna lain dalam hidupku
Kamu, setitik cahaya yang menjadi penerang hatiku
Kamu, senyummu, juga tawamu
Makasih sudah memperlihatkan senyum yang paling indah padaku
Makasih sudah pernah ada untukku
Makasih atas semua pembicaraan kita
Walaupun kutahu itu tak banyak, namun sangat berarti bagiku
Tiap kata yang kau lontarkan, aku ingat dan merekamnya dalam otakku
Makasih kamu telah membuatku tertawa karena kepolosanmu
Ingatkah kamu?
Saat aku berpisah darimu untuk yang terakhir kalinya
Sadarkah kau, bahwa saat itu aku memandangmu lekat-lekat seolah tak ingin melepasmu?
Sadarkah kau, saat itu aku berbicara agak banyak?
Sadarkah kau, saat itu aku berusaha membuatmu tertawa?
Sadarkah kau, saat itu aku juga ingin membuatmu kesal?
Sadarkah kau akan perubahanku?
Sebenarnya saat itu, aku ingin kamu mengingatku
Aku ingin kamu ingat bagaimana aku membuatmu jengkel, tertawa, aku ingin kamu ingat semua itu
Aku juga ingin melihat ekspresi kamu marah, tertawa lepas, bengong, semuanya
Untuk yang terakhir kalinya....
Tahukah kau, saat kau beranjak pergi, pulang menuju rumahmu
Rasanya aku ingin berteriak, menyesal
Mengapa aku tak juga bisa mengatakan kalau aku jatuh cinta sama kamu?
Mengapa aku hanya bisa rela membiarkanmu dengan dirinya?
Mengapa aku membiarkan diriku selalu mengalah?
Mungkin memang sudah takdir
Tuhan sudah merencanakan semua ini terjadi
Tuhan telah membuat cerita tentangku, kamu, dan temanku
Kita tinggal mengarungi cerita-cerita itu
Sudah takdirku, hanya bisa menyukaimu secara diam-diam
Sudah takdirku, kalau aku hanya bisa menjadi bayang-bayang dalam hidupmu
Sudah takdirku akan meninggalkanmu seperti ini
Sudah takdirku bahwa aku tersiksa akan luka hatiku, cinta sendiriku
Andaikan saat itu aku mengatakan kalau aku jatuh hati denganmu,
Mungkin itu hanya akan menambah masalah di hidupmu
Ya, aku ini masalah, bukan?
Membuatmu bosan dengan tiap SMS-ku
Membuatmu jengkel dengan misscalled dariku yang terus merongrong dirimu
Membuatmu risih karena merasa terlalu diperhatikan
Jadi, daripada aku terus mempersulit dirimu, aku hanya bisa terdiam
Menyayangi dirimu tanpa bisa mengharap balas darimu
Tapi aku rela, ikhlas, cintaku juga tulus
Bukankah cinta tidak menuntut balas?
Cinta itu tulus, seperti cintaku kepadamu
Mungkin cukup sampai di sini suratku
Maaf aku tak bisa memberimu banyak, hanya selembar surat dariku untukmu
Kamu baik-baik ya
Jangan lupa, ada seseorang yang menantimu di luar sana
Seorang lelaki yang akan menjagamu, akan selalu menyayangimu
Yang bisa memberimu kebahagiaan secara utuh
Juga masih banyak impian yang bisa kau raih
Tidak seperti diriku, di mana semuanya telah selesai sampai di sini
Dan, impianmu itu akan lengkap dengan kehadiran seseorang yang selalu mendukungmu
Ya, orang itu temanku
Kalian berdua baik-baik ya
Jika kalian senang dan bahagia bersama, aku juga turut merasakan kebahagiaan itu
Sudahlah, lupakan aku
Jangan sedih, aku tidak apa-apa

Love and Hug,
Orang yang begitu menyayangimu

|| Kutulis saat aku tahu kau menyukaiku
Maaf tak bisa memberi respons sesuai harapmu
Dan maaf, aku baru bernyali mengomentari tulisan ini lagi
Ketika ia yang kau duga akan membahagiakanku
Kini pergi dan tak kembali

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga...

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kek...

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun