Oleh: Nadia Almira Sagitta
Dadaku sesak.
Napasku naik turun.
Mataku penuh air mata yang tak bisa mengalir turun...
Ya Allah, "Dia kecelakaan?"
Kabar yang sangat buruk!
Aku sangat mencemaskan dirinya...
Semoga dia tidak apa-apa.
Kutelepon handphonenya, tidak ada yang menjawab.
Aduh, dia ada di mana?
Dilarikan ke rumah sakit mana?
Kenapa tidak ada yang memberitahuku kabar selanjutnya?
Kucoba menghubungi nomor keluarganya, juga temannya...
Shit! Nggak ada yang aktif!
Keadaan kamu bagaimana sekarang?
Tiba-tiba adzan berkumandang.
Kuputuskan untuk shalat ashar.
Percikan air wudhu cukup menenangkan hatiku.
Memasuki masjid, angin semilir menyambutku.
"Assalamualaikum warahmatullah...."
Aku mengucapkan salam terakhir.
Lalu berdzikir dan meminta doa.
Berharap semuanya baik-baik saja.
Tak lama, hapeku bergetar.
Ada telepon dari temannya.
"Assalamualaikum?" jawabku.
Kuputuskan untuk shalat ashar.
Percikan air wudhu cukup menenangkan hatiku.
Memasuki masjid, angin semilir menyambutku.
"Assalamualaikum warahmatullah...."
Aku mengucapkan salam terakhir.
Lalu berdzikir dan meminta doa.
Berharap semuanya baik-baik saja.
Tak lama, hapeku bergetar.
Ada telepon dari temannya.
"Assalamualaikum?" jawabku.
"Waalaikumsalam, kamu... Ng.... Kamu yang sabar yah.."
"Hah? Kenapa?? Ada apa?"
"Dia....dia.....sudah pergi..."
Sayup-sayup terdengar isakan tangis di seberang sana.
Tak kuhiraukan suara kawannya yang memanggil-manggil namaku.
Aku hanya bisa termangu.
Pelan-pelan aku merosot turun.
Seolah tak ada lagi kekuatanku untuk berdiri.
Pelupuk mataku penuh oleh air mata...
Tak percaya dengan semua ini...
Dia...meninggalkanku begitu cepat...
Tanpa ada kata terakhir darinya untukku...
Aku menangis tanpa suara.
Hanya kurasakan bulir air mata mengalir turun menetesi pipi...
Sesudah itu aku tak mengingat apa-apa lagi...
Tubuhku limbung, jatuh.
Aku berharap tertidur untuk selamanya.
Karena aku sadar, aku hanya bagaikan sebutir debu tak berarti.
Tanpa dirinya.
Separuh jiwaku, hidupku, telah pergi meninggalkanku.
Membawa pula setengah rasa yang tersimpan di hati ini.....
Namun sayang, Allah rupanya tak membiarkanku mati dalam kesedihan.
Aku tak boleh lantas menyerah dan putus asa.
Aku harus menerima putusan Allah.
Mungkin ini jalan yang terbaik untukku...
Baik-baik di surga yaaa.
Love you.
"Hah? Kenapa?? Ada apa?"
"Dia....dia.....sudah pergi..."
Sayup-sayup terdengar isakan tangis di seberang sana.
Tak kuhiraukan suara kawannya yang memanggil-manggil namaku.
Aku hanya bisa termangu.
Pelan-pelan aku merosot turun.
Seolah tak ada lagi kekuatanku untuk berdiri.
Pelupuk mataku penuh oleh air mata...
Tak percaya dengan semua ini...
Dia...meninggalkanku begitu cepat...
Tanpa ada kata terakhir darinya untukku...
Aku menangis tanpa suara.
Hanya kurasakan bulir air mata mengalir turun menetesi pipi...
Sesudah itu aku tak mengingat apa-apa lagi...
Tubuhku limbung, jatuh.
Aku berharap tertidur untuk selamanya.
Karena aku sadar, aku hanya bagaikan sebutir debu tak berarti.
Tanpa dirinya.
Separuh jiwaku, hidupku, telah pergi meninggalkanku.
Membawa pula setengah rasa yang tersimpan di hati ini.....
Namun sayang, Allah rupanya tak membiarkanku mati dalam kesedihan.
Aku tak boleh lantas menyerah dan putus asa.
Aku harus menerima putusan Allah.
Mungkin ini jalan yang terbaik untukku...
Baik-baik di surga yaaa.
Love you.
(Fiksi)
Comments
Post a Comment