Oleh: Nadia Almira Sagitta
Ditemani temaram cahaya rembulan.
Kelap-kelip cahaya bintang.
Wangi melati semerbak.
Hawa dingin yang menusuk kulit, menyelimutiku.
Membuat tubuhku sedikit merinding.
Hening.
Tak ada suara.
Hanya terdengar langkah kakiku, berjalan perlahan.
Aku menangkupkan tangan, bersujud takzim.
Ditemani asap dari dupa yang dibakar.
Samar-samar kulihat sekelebat bayangan putih.
Tak kuhiraukan.
Aku tetap berkonsentrasi pada sesajianku.
Kuutarakan maksud kedatanganku di hadapan gundukan tanah merah.
Kupanjatkan doa serta permintaanku.
Tidak basa-basi hanya meminta tambahan rezeki.
Tak lupa kuucapkan terima kasih banyak.
Dan kutinggalkan sesajianku yang telah kutata khusus.
Buah-buahan yang kutaruh di atas nampan rotan beralaskan daun pisang.
Kupercepat langkahku, sadar akan suasana yang mulai mencekam.
Untuk memastikan keadaan sesajen yang telah kuberikan, aku pun menolehkan kepalaku kembali ke belakang.
Kaget aku melihat sesajenku yang telah lenyap...
Terlonjak aku, gembira mengira permohonanku akan segera terkabul.
Aku kembali ke letak kuburan kyai yang terkenal di desaku itu.
Apakah ada titipan yang diberikan untukku sebagai tanda balas jasa?
Nihil. Tidak ada apa-apa.
Ah, tak mengapa. Mungkin rezekinya akan diberikan nanti sepulangku ke rumah.
Terdengar suara ranting yang terinjak.
Aku tertegun, heran.
Siapa gerangan manusia lain selain diriku yang bertualang di tengah malam gelap gulita ini?
Merinding bulu kudukku.
Ketakutan membelengguku.
Dari sudut mataku, kutangkap sesosok bayangan putih di bawah naungan pohon beringin.
Apa itu?
Refleks kuarahkan pandanganku ke arah pohon beringin.
Sosok tubuh berbaju putih panjang itu juga menatapku tajam.
Wajahnya putih pucat!
Tampak ia mengunyah sesuatu.
Jangan-jangan itu hantu kuburan yang akhir ini sering digunjingkan???
Oh, tidak!
Tanpa a,i,u,e,o kuseret kakiku meninggalkan tempat itu.
Berlari sekencang mungkin tanpa menoleh ke belakang.....
* * *
Di kuburan, terduduklah seorang lelaki di atas batu.
Berbaju putih dengan riasan bedak bayi yang ia taburkan di wajahnya.
Memegang sekeranjang buah-buahan.
Mengunyah pisang dan jeruk.
Ia tampak asyik makan.
Gumamnya, Dasar manusia bodoh! Hari gini masih aja percaya sesajenan!
Ia tertawa terkekeh dan kemudian berkata, Tapi, biarlah. Selama mereka masih memegang kepercayaan itu, aku pun bisa menuai rezeki nomplok di sini!
Tiba-tiba ia terdiam.
Ada yang menepuk pundaknya, pelan.
Gemetar, ia melihat ke belakang.
Mendapati wanita berjubah putih, juga dengan rambut panjang berantakan.
Mengarahkan kedua tangannya ke arah lelaki itu.
Dengan kepala yang sengaja dimiringkan dihiasi senyum yang mengerikan.
Lelaki itu terperanjat, menjerit.
Menjatuhkan keranjang buahnya.
Serta-merta lari tunggang-langgang.
Meninggalkan tempat itu secepat mungkin.
Tinggallah wanita itu sendirian.
Tertawa kecil.
Berdiri di bawah pohon beringin.
Perlahan lenyap dari pandangan, ditiup angin malam.............
Comments
Post a Comment