sumber gambar |
Aku tak dapat menarikan kuas sedang kau bisa. Kau tak lihai menguntai kata sedang aku bisa. Kelak kupersembahkan buku-buku tentang engkau, kita. Kelak kaugelar pameran lukisan bertemakan cinta, aku, kita. Rumah kita akan penuh buku dan kanvas. Dinding kita penuh cipratan cat dan juga goresan tangan anak-anak. Rumah jarang rapi karena kesibukan kita, tetapi toh tak ada yang berkeberatan kecuali ibu ayah yang hobi bertamu mendadak. Hahaha. Kalau sudah begitu, aku yang dimarahi karena tidak bisa mengurus rumah dengan baik. Uh, padahal kita bersepakat kerapian rumah adalah tanggung jawab kita berdua. Ya sudah, tidak apa-apa mengalah pada yang tua.
Suatu malam di kamar, aku dan kau mengeluhkan karya kita yang tak laku di pasaran sedang perut merongrong minta makan. Belum lagi bayi yang menangis hendak disusui. Bagaimana bisa menyusui kalau ibunya saja kekurangan gizi? Keadaan yang mengimpit ini membuat kita meninggalkan hobi dan mulai beralih profesi. Mencari pekerjaan apa saja yang lebih realistis menurut tetangga. Kita memang pasangan idealis, sayang. Tak ada yang salah, justru sebab itulah kita sanggup memahami pikiran satu sama lain dan bersama mencari solusi kehidupan perlahan-lahan.
Aku telah berjanji mendampingimu di setiap kesulitan yang mengadang. Kau juga telah berjanji untuk menguatkanku dan terus berusaha. Maka tantangan kehidupan tidaklah memberikan yang lain kecuali menguatkan ikatan percintaan. Semua kesulitan yang kita rasa tertuangkan dalam karya yang kelak dicari dan diminati. Lalu nama kita melambung tinggi. Saat itulah aku menatapmu dan kau memandangku, saling melempar senyum, sedang ingatan kita bermuara ke masa lalu di mana ini sebatas impian yang terpaku di angan. Terima kasih atas cinta dan kepercayaan yang kau berikan.
Comments
Post a Comment