Skip to main content

Kembang sepanjang jalan

Aku tak tahan. Napasku memburu ketika aku melewati universitasmu malam itu. Dani, kawan seperjalananku, keheranan mendapati perubahan sikapku.
"Bian, kamu kenapa?"
"..."
And you flashback to when he said forever and always
"Dan, saya nangis nggak apa-apa, ya?"
"Iya, tetapi ada apa?"
"Saya...saya mau bertemu dia, Dan. Sekali saja. Kenapa nggak pernah bisa? Sudah lama sekali."

It rains when you're here and it rains when you're gone
Dani mengembuskan napas saat mendengar jawabanku lalu berkata,
"Yah, mau sampai kapan, Bi? Kamu nggak melihat segala kemungkinan yang terbentang di hadapanmu. Kamu..nggak melihatku karena terpaku pada masa lalu."

Terkesiap, aku menatap Dani. Sohib yang selalu setia menemaniku ke mana-mana. Kala aku sakit, butuh teman perjalanan, partner belajar, tempat cerita, apa pun itu. Dia selalu ada 24 jam sehari, tujuh hari seminggu. Sementara dirinya?

'Cause one second it was perfect, now you're half way out the door
Aku tahu persis tahun ketika kita berjauhan. Kau membuang muka tiap kali berpapasan denganku. Kau tak lagi menegurku di jejaring sosial. Tak lagi bercanda ria bersamaku di kala senggang. Tidak ada lagi waktu yang kau luangkan demi mendengar celotehku. Tidak ada lagi kau. Empat tahun berlalu dan aku masih belum tahu alasanmu. Empat tahun berlalu, aku masih menaruh harap dan memegang janji. Empat tahun berlalu, aku menangis tersedu kala mengingat dirimu yang makin jauh dari genggamanku.

You didn't mean it, baby
Hingga, aku berkenalan dengan Dani. Kawan baru yang kutemui di kampus hijau. Gerak-geriknya mirip denganmu. Kukira, ia adalah jelmaan dirimu yang jauh dari jangkauanku. Ia menyimpan bayang-bayangmu dan aku suka itu.

Sampai tadi. Ia menegurku tajam. Mengingatkanku betapa lamanya kumuarakan hati ini pada seseorang yang tak tentu. Ya, everything is wrong. I gotta move up.
Malam ini, aku kembali memegang sebuah janji. Bukan lagi janjimu, tetapi janjinya. Kurangkai bunga harapan baru. Semoga jalanku kali ini lebih ramai bertabur kembang dibanding perjalanan tahun-tahun lalu. Semoga saja. Karena bersama dia, aku percaya.

You said forever and always... yeah.

Jogja, 26 Jan 2015.
Ditulis saat semua terlelap
Terima kasih atas kisahmu, kawanku.

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga...

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kek...

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun