Aku tak tahan. Napasku memburu ketika aku melewati universitasmu malam itu. Dani, kawan seperjalananku, keheranan mendapati perubahan sikapku.
"Bian, kamu kenapa?"
"..."
"..."
And you flashback to when he said forever and always
"Dan, saya nangis nggak apa-apa, ya?"
"Iya, tetapi ada apa?"
"Saya...saya mau bertemu dia, Dan. Sekali saja. Kenapa nggak pernah bisa? Sudah lama sekali."
"Iya, tetapi ada apa?"
"Saya...saya mau bertemu dia, Dan. Sekali saja. Kenapa nggak pernah bisa? Sudah lama sekali."
It rains when you're here and it rains when you're gone
Dani mengembuskan napas saat mendengar jawabanku lalu berkata,
"Yah, mau sampai kapan, Bi? Kamu nggak melihat segala kemungkinan yang terbentang di hadapanmu. Kamu..nggak melihatku karena terpaku pada masa lalu."
"Yah, mau sampai kapan, Bi? Kamu nggak melihat segala kemungkinan yang terbentang di hadapanmu. Kamu..nggak melihatku karena terpaku pada masa lalu."
Terkesiap, aku menatap Dani. Sohib yang selalu setia menemaniku ke mana-mana. Kala aku sakit, butuh teman perjalanan, partner belajar, tempat cerita, apa pun itu. Dia selalu ada 24 jam sehari, tujuh hari seminggu. Sementara dirinya?
'Cause one second it was perfect, now you're half way out the door
Aku tahu persis tahun ketika kita berjauhan. Kau membuang muka tiap kali berpapasan denganku. Kau tak lagi menegurku di jejaring sosial. Tak lagi bercanda ria bersamaku di kala senggang. Tidak ada lagi waktu yang kau luangkan demi mendengar celotehku. Tidak ada lagi kau. Empat tahun berlalu dan aku masih belum tahu alasanmu. Empat tahun berlalu, aku masih menaruh harap dan memegang janji. Empat tahun berlalu, aku menangis tersedu kala mengingat dirimu yang makin jauh dari genggamanku.
You didn't mean it, baby
Hingga, aku berkenalan dengan Dani. Kawan baru yang kutemui di kampus hijau. Gerak-geriknya mirip denganmu. Kukira, ia adalah jelmaan dirimu yang jauh dari jangkauanku. Ia menyimpan bayang-bayangmu dan aku suka itu.
Sampai tadi. Ia menegurku tajam. Mengingatkanku betapa lamanya kumuarakan hati ini pada seseorang yang tak tentu. Ya, everything is wrong. I gotta move up.
Malam ini, aku kembali memegang sebuah janji. Bukan lagi janjimu, tetapi janjinya. Kurangkai bunga harapan baru. Semoga jalanku kali ini lebih ramai bertabur kembang dibanding perjalanan tahun-tahun lalu. Semoga saja. Karena bersama dia, aku percaya.
You said forever and always... yeah.
Jogja, 26 Jan 2015.
Ditulis saat semua terlelap
Terima kasih atas kisahmu, kawanku.
Comments
Post a Comment