I: Temen aja, ya?
H: Iya, ya udah temenan aja.
H: Iya, ya udah temenan aja.
(padahal saling suka, padahal sudah merangkai mimpi-mimpi manis)
I dan H kemudian menjaga jarak. Lama, hingga bertahun-tahun lamanya. Pada tahun-tahun yang sepi itu, I dan H bertransformasi menjadi dua sosok yang berbeda. H lalu datang lagi, mencairkan suasana yang selama ini beku. Kali ini, ia tidak sendiri.
H: Selamat ulang tahun. Semoga kebaikan selalu terlimpahkan padamu.
I: Aamiin. Terima kasih. Semoga kau juga.
...
I: Bagaimana kuliahmu?
H: Sedang sibuk ini dan itu. Kau?
I: Sama, sedang mempersiapkan itu juga. Eh, semoga langgeng, ya.
H: Eh, oh, iya terima kasih.
...
I: Aamiin. Terima kasih. Semoga kau juga.
...
I: Bagaimana kuliahmu?
H: Sedang sibuk ini dan itu. Kau?
I: Sama, sedang mempersiapkan itu juga. Eh, semoga langgeng, ya.
H: Eh, oh, iya terima kasih.
...
Rasanya aneh sekali. Dulunya bisa bercerita apa saja, sekarang seolah ada sekat yang membatasi mereka berdua. Disapa belum tentu dibalas, dikomentari belum tentu ditanggapi, tetapi saling memperhatikan dalam diam. Hanya saling ingin tahu keadaan masing-masing. Baik-baikkah ia setelah berpisah? Kau tahu, putus cinta memang meninggalkan kekakuan yang tak terdefinisikan. Jangan terlalu banyak menjalin hubungan. Sesuatu yang hilang, selamanya hilang, walaupun sesuatu itu kembali lagi. Jangan banyak-banyak meninggalkan kekosongan dalam jiwa.
Luv,
Nadia Almira Sagitta
Nadia Almira Sagitta
Comments
Post a Comment