Skip to main content

Meminta bantuan di kala sakit

"Nad, kamu dari rumah sakit?"
"Iya, tadi ke dokter."
"Kok nggak bilang-bilang aku? Kan bisa kuantar."
"Eh...hehe. Takut merepotkan."
--
Hidup dengan status anak rantau selama...hm, berapa ya? Tu wa ga pat, enam tahun, aku terbiasa melakukan semuanya sendiri. Belanja sendiri, pergi mengurus sesuatu yang rusak sendiri, jalan-jalan sendiri, juga berobat sendiri. Karena itulah aku tidak terbiasa minta ditemani ke sana kemari. Aku tahu semua punya kesibukan masing-masing, jadi yah...daripada saling menunggu lebih cepat gerak sendiri, bukan?

Akan tetapi, sebenarnya bukan itu. Dulu, aku sempat meminta bantuan seseorang (aku lupa siapa) untuk ditemani ke suatu tempat pada suatu malam, tetapi ia menolak karena mesti melakukan hal yang lain. Teman yang lain pun sama, mereka menyarankan besok pagi. Aku butuh barangnya malam ini, bukan besok. Tahu-tahu aku nekat keluar sendirian, beli barang yang kuincar, dan segera pulang. Sepertinya sejak saat itu aku merasa, "Kalau kamu mau cepat, kamu harus bergerak sendiri." Hm, kocak ya? Hanya gara-gara insiden ditolak. Lagian bukan sekali ini ditolak, padahal aku orangnya nggak bisa menolak. Nggak imbang? Hahaha ya gimana.


Nah, balik ke urusan teman-menemani atau antar-mengantar itu. Sakit itu, kan, dadakan, ya. Ke rumah sakit pun seringkali tanpa perencanaan. Agak susah kalau mau minta tolong ditemani. Pernah, sih, coba minta tolong, tetapi kebetulan nggak ada yang bisa. Jadi, berangkat sendiri juga akhirnya. Jika sejak awal langsung berangkat, nggak perlu nunggu respons, nggak perlu dapat penolakan. Duh, maaf ya, aku sangat perasa dan sensitif. Menurutku, ditolak untuk hal apa pun itu menyakitkan jadi lebih baik kuhindari. Haha, ini satu sifat buruk yang katanya harus diubah. Mesti lebih cuek dan jangan overthinking demi kesehatan pikiran dan jiwa.

Aku nggak tahu sudah berapa trip (iya, aku menyebutnya trip) rumah sakit yang kulakukan seorang diri, wkwkwk. Sejauh ini baik-baik saja, walaupun pernah nyaris jatuh di jalan karena kondisi badan memang lagi kacau nian. Kalau sudah begitu, ya... memang kita butuh bantuan orang lain. Mungkin nanti akan kucoba lagi meminta tolong jika benar butuh. Akan tetapi, lagi-lagi, aku lebih cenderung suka orang yang langsung datang ke kosan atau langsung japri menawarkan diri untuk menemani ke rumah sakit daripada harus aku yang meminta tolong. Kenapa? Karena orang seperti itulah yang mencerminkan sosok teman yang penuh perhatian. Dan aku senang. ^^

Jangan kapok meminta tolong, ya.

Salam,
Nadia Almira Sagitta
ditulis di kamar tidur rumah Tangerang
dengan kondisi demam dan infeksi usus/lambung

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga...

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kek...

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun