Skip to main content

Terima kasih, lho, kalian!

Sebentar, mau baper dulu. Aku baru saja membaca lembar ucapan terima kasih seorang senior yang mengerjakan skripsi yang bertopik sama denganku. Banyak sekali pihak-pihak yang ia sebutkan telah membantu skripsinya. Aku lantas teringat kepada seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung prosesku dalam mengerjakan skripsi ini. Dan aku rasanya...mau nangis.

Skripsinya belum selesai, teman-teman, ayah-bunda, bapak-ibu. Masih banyak yang belum digarap sementara batas waktu pengumpulannya tinggal lima hari. Aaaaark, bismillah, bismillah. Bisa, insyaAllah. :')

Aku nggak mau mengecewakan kalian.
Ayah dan Bunda yang berharap aku lulus semester ini dengan predikat cumlaude. Memang, perjuanganku selama tujuh semester untuk menghasilkan nilai yang memuaskan itu karena kalian yang selalu menanyakan hasilku tiap akhir semester. Karena kalian yang perfeksionis itulah, haha. Sayang sekali kalau aku harus melanjutkan skripsi ke semester depan dan melepas predikat cumlaude yang selama ini selalu kalian banggakan.

 Berlian, Ammy, Nabs--selaku sahabat SMA--yang selalu menyemangatiku menuntaskan skripsi. Kalian, deh, yang melihat aku berkutat dengan rekaman, transkripsi, bahkan melihat langsung aku memperoleh data.
Kak Budi--temannya Berlian--yang telah mau direpotkan untuk mengantarkanku ke belasan kecamatan di Kota Makassar hingga aku nggak perlu sewa mobil dan menghabiskan duit berjuta-juta. :')

Ismi yang sudah menemaniku serta membantuku begadang seharian mengolah data. Duh, aku nggak tahu harus presentasi apa di seminar hasil tanpa bantuanmu! :')
...
...
...
Banyak sekali yang mau kusebutkan, tetapi nanti jadi lembar ucapan terima kasih, padahal skripsi belum kelar! Haha, tenang saja, yang namanya belum kusebutkan di postingan ini, barangkali nanti kusebutkan di lembar ucapan skripsi betulan. Mohon doa terbaik dari kalian semua. Huf, mau ngasih hashtag #procrastinatorunited.

Nanad harus lulus semester ini. 
Mudahkanlah, ya Allah.

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kekayaa

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.