sumber gambar |
Malam begini masih mencari tahu soal situasi bahasa di Kanada. Apa sebab? Mulanya gegara artikel "Let Dying Languages Die". Sebagai pemerhati bahasa yang terancam punah (cie gitu), artikel satu ini membuat panas hati. Katanya, pemerintah tidak perlu repot mengalokasikan dana untuk meramaikan penggunaan dan memfasilitasi perkembangan bahasa proto/ancestral language/bahasa nenek moyang/bahasa daerah. Katanya, sia-sia saja apabila bahasa itu dihidupkan kembali di lingkungan yang dominan berbahasa Inggris jadi lebih baik dananya dialokasikan untuk hal lain. Baiklah, ada aspek-aspek praktis lain yang perlu diperhatikan dan pastinya berpengaruh langsung terhadap kehidupan. Okelah, boleh saja kita kesampingkan masalah bahasa, meskipun menurutku ini masih tidak adil.
Dipicu oleh artikel tadi, aku mencari tahu soal kondisi linguistik di Kanada. Ternyata, Kanada menganut konsep linguistic duality! Haha, ya, aku baru tahu ini berpengaruh sampai ke ranah konstitusi. Selama ini aku tahu bahwa bahasa Prancis juga dikenal di Kanada, khususnya Quebec, tetapi sekadar itu saja sangkaku bahwa ada masyarakat berbahasa Prancis di sana. Ternyata tidak sesederhana itu. Kanada memiliki dua bahasa nasional, yakni Inggris dan Prancis. Selain dua bahasa itu, Kanada juga memiliki 50 bahasa daerah dan beberapa bahasa asing dari para imigran. Peraturan multiculturalism act di Kanada mencoba mewadahi atau melindungi semua bahasa ini. Perihal multiculturalism act bisa dibaca di sini.
Aku mau sedikit kilas balik, ya. Konon, pada tahun 1880, keberadaan bahasa daerah di Kanada ditekan pemerintah. Anak-anak dipaksa datang ke gereja dan sekolah yang melarang penggunaan bahasa daerah. Masyarakat adat pun tertekan dan takut menggunakan bahasa mereka hingga menjurus ke fase kepunahan bahasa. Beruntung, saat ini pemerintah Kanada dan kelompok masyarakat adat sedang gencar merevitalisasi bahasa daerah dengan mendirikan sekolah-sekolah bahasa, menyusun kurikulum bahasa, dan memberikan instruksi kegiatan belajar dalam bahasa daerah bagi siswa yang menginginkan. Ini usaha yang baik sekali meskipun nyatanya menuai kritikan--seperti yang kupaparkan di artikel pertama. Untuk melakukan usaha revitalisasi bahasa memang dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Itulah yang dikritik oleh sebagian orang yang mendukung terwujudnya monolingualisme dunia, menurutku. But for me, of course, the more the merrier! Diversity is better. :p Artikel mengenai bahasa daerah di Kanada dapat kamu telusuri lebih lanjut di situs berikut.
Nah, kita kembali lagi soal linguistic duality yang dianut Kanada, ya. Menurutku hal ini menarik soalnya jarang-jarang dan ternyata bilingualitas suatu negara itu cukup merepotkan. Mengapa merepotkan? Tentu saja karena adanya kebijakan khusus yang mesti diterapkan. Penggunaan bahasa Inggris dan Prancis di Kanada diatur dalam OLA alias Official Language Act yang dicanangkan pada tahun 1969. Repotnya, negara mesti menyediakan penerjemah untuk memfasilitasi penggunaan dua bahasa itu di pengadilan, kantor kedutaan, dan lainnya. Namun, bila kita lihat dari sisi lain, perencanaan bahasa di Kanada ini keren sekali sebab tertata rapi dan diterapkan dengan baik. Perlukah kita bandingkan dengan Indonesia? Haha, no, I am not an expert in language policy so I won't give you the wrong insight. Just so you know, RUU kita mengenai bahasa daerah sedang diproses pemerintah. Meskipun aku tidak tahu apa isinya, aku yakin RUU itu akan menjamin dan memajukan keberadaan bahasa daerah di Indonesia. Semoga terealisasi, ya. Awkay, back to Canada! (sorry, I did topic-hopping!) Tiap provinsi di Kanada memiliki language act atau language plan tersendiri. Contohnya, provinsi Nunavut menganut trilingual sebab mereka memasukkan bahasa Inuit sebagai bahasa resmi. Selebihnya mengenai kebijakan bahasa tiap provinsi di Kanada dapat kamu baca di tautan setelah ini. Beware, this article is quite long so make time to read it. Go read it here!
Selain itu, kamu juga perlu membaca artikel ini yang membahas mengenai situasi kebahasaan di Kanada. Apakah benar masih bilingual? http://www.ocol-clo.gc.ca/en/news/speeches/2012/2012-09-07
Omong-omong imigran, ada penelitian mengenai evolusi transmisi bahasa para imigran di Kanada. Cek penelitian René yang berjudul "Recent Evolution of Immigrant Language Transmission In Canada" di situs berikut. Pada penelitian itu disebutkan alasan transmisi bahasa yang sulit. Sebagai penyeimbang, ada artikel yang ditulis dari sudut pandang seorang imigran India. Rohit Kumar menuliskan beberapa alasan penting untuk menjaga keberadaan bahasa ibu di tanah rantau. Salah satu pendapatnya, "Without our ancestral languages, we may look like one another, but we’ve lost one of our deepest common bonds." Inti dari tulisannya adalah ikatan kedaerahan yang dapat didapatkan melalui bahasa. Kamu bisa baca artikelnya di tautan ini.
Omong-omong imigran, ada penelitian mengenai evolusi transmisi bahasa para imigran di Kanada. Cek penelitian René yang berjudul "Recent Evolution of Immigrant Language Transmission In Canada" di situs berikut. Pada penelitian itu disebutkan alasan transmisi bahasa yang sulit. Sebagai penyeimbang, ada artikel yang ditulis dari sudut pandang seorang imigran India. Rohit Kumar menuliskan beberapa alasan penting untuk menjaga keberadaan bahasa ibu di tanah rantau. Salah satu pendapatnya, "Without our ancestral languages, we may look like one another, but we’ve lost one of our deepest common bonds." Inti dari tulisannya adalah ikatan kedaerahan yang dapat didapatkan melalui bahasa. Kamu bisa baca artikelnya di tautan ini.
Jadi, teman-teman, intinya adalaaaaah... (oh God, this is hard because there are so many topics in this writing!)
Kanada adalah negara yang memiliki kebijakan bahasa yang cukup baik. Bahasa daerah tetap difasilitasi pemerintah. Indonesia boleh mencontoh mereka dalam hal revitalisasi bahasa. Kita punya empat belas kali lipat banyaknya bahasa daerah dibandingkan Kanada. Tentu saja tidak mungkin menaruh perhatian pada keseluruhannya, tetapi semoga pelajaran bahasa daerah tetap diselenggarakan di sekolah-sekolah dan pelaksanaannya diseriusi. Misal, susunlah kurikulum yang baik, utuslah pengajar yang mumpuni, dan terutama ajarilah anak-anak kita berbahasa daerah sejak dini. Tanamkan kecintaan dan kebanggaan berbahasa daerah dan Indonesia sebelum mereka berpaling pada bahasa asing. Jika bukan kita yang peduli maka siapa lagi? Mau sampai kapan kita menyia-nyiakan kekayaan budaya ini? Mau sampai kapan kita membiarkan peneliti asing alih-alih peneliti lokal memberikan perhatian lebih pada keragaman bahasa yang negara kita miliki? Malulah rasanya menjadi warga negara Indonesia yang tahu nihil perihal kebudayaannya. :)
Salam hangat,
Nadia Almira Sagitta
Reverse language shifting ya?
ReplyDelete