Skip to main content

Pemutaran Film Narasi Yang Lain dari KDM Yogyakarta

sumber gambar

Klub DIY Menonton hadir lagi! Ini salah satu kelompok menonton yang cukup rutin aku hadiri. Setahuku, di Yogyakarta ada empat kelompok pemutaran film alternatif, yaitu JAFF, Klub DIY Menonton, Animasi Club, dan Kamisinema ISI. Berkat mereka aku jadi jarang nonton bioskop (lha wong dari dulu juga jarang, Nad! Hahaha). Pada KDM 22, film-film dibagi ke dalam dua sesi dan kali ini menghadirkan empat film luar negeri dari Prancis, Rusia, Turki, dan Brazil. Film barat dan dua film Indonesia yang sudah aku bahas sebelumnya hanya akan kubahas sekilas di sini. :)

The Age of Reason (2016)

sumber gambar

Sejujurnya aku bingung ini film mengenai apa. Ditambah lagi posisi dudukku di belakang yang makin menyulitkanku untuk membaca subtitle. Banyak hal yang terlewati pastinya. Di negara Pablo, anak-anak harus memilih pekerjaan impian mereka pada umur tujuh tahun. Euh, muda pisan! Pablo dengan tegas memilih cashflow manager sebagai pekerjaan impiannya. Aku saja tak tahu, lho, itu pekerjaan apa! Hal itu sudah dipikirkan matang oleh Pablo setelah berdiskusi (tsaelah, diskusi!) dengan kelompok yang terdiri dari anak-anak sepantarannya. Pada usia segitu, anak-anak semestinya bermain dengan bahagia, bukannya ikut memikirkan masalah dunia. Tak ayal, orang tua dan guru Pablo heran bukan kepalang. Barangkali film ini menyindir anak-anak yang mendewasa tidak pada waktunya. Yah, bukannya hal itu lazim kita temukan di zaman sekarang? Anak-anak berlagak orang dewasa dengan pacar-pacaran sedari SD, mengenakan riasan tebal sedari SMP, dan lain-lain. Sangat mungkin ini dipicu oleh orang tua, lingkup pertemanan, dan lingkungan maju dengan akses informasi yang kini sangat mudah. Aih. Enjoy your time, darl! Semua ada porsinya masing-masing di waktu yang tepat.

Pentas Terakhir (2017)

sumber gambar

Aku sudah pernah bercerita tentang ini di blog dengan judul "Ulasan film-film Danais". Kamu bisa membacanya di tautan berikut. Pengalaman nonton kali kedua masih saja menguras emosi, meskipun tidak tersedu-sedu seperti saat menontonnya pertama kali. Film ini ternyata diangkat dari pengalaman seorang penonton salah satu film Pak Genthong pada tahun 2015. Cerita beliau direkam lalu dieksekusi pengerjaannya pada Maret 2017 dengan riset kurang lebih sebulan. Pada pemutaran ini, hadir pula Pak Soeyik--pemeran Parjan--yang aktingnya keren itu.

Unlink (2016)

sumber gambar

Film animasi yang berasal dari Brazil ini mengangkat fenomena terikatnya manusia zaman sekarang dengan ponsel dan kekasihnya, internet. Saking terikatnya, ponsel digambarkan menjadi bagian dari telapak tangan. Ya, tak bisa kunafikan juga, sih. Kenyataannya memang begitu. Alkisah, satu orang penasaran apa yang terjadi bila ia melepaskan tangannya. Ketika tangan berponsel itu dilepas, ia berubah menjadi sesosok tengkorak dan lingkungannya mendadak hitam putih. Sepi, hampa. Ia pun mencoba mengajak orang-orang di sekelilingnya untuk melakukan percakapan nyata, tetapi kerap kali ajakannya diabaikan. Menyerah, akhirnya ia kembali memasang tangan berponselnya dan ikut dalam keriaan bersama yang lain. Kembali menjadi budak teknologi.

Kremun (2016)

sumber gambar

Apakah metode tradisional selalu kalah oleh kemajuan zaman?

Diman jengkel sekali pada usaha penatu di desa sebelah yang membuat ibunya kehilangan pekerjaan sebagai buruh cuci. Musim hujan menjadi isu terbesar dalam dunia cuci-mencuci sebab pakaian menjadi susah kering. Sementara itu, penatu mampu menawarkan jasa cuci-lipat dalam waktu sehari saja terlepas dari kondisi cuaca. Usaha buruh cuci pun kalah dan tergantikan oleh mesin yang cepat dan biaya jasa yang hemat. Aku bisa mengerti pergolakan hati Diman sebagai laki-laki dewasa yang masih menggantungkan hidup pada ibunya. Mungkin ia menyesali dirinya yang tak bisa berbuat apa-apa untuk menolong sang ibu maka ia menjadi pribadi yang uring-uringan acap kali berhadapan dengan kata laundry.

Suatu ketika mesin cuci desa sebelah rusak dan Diman sebagai mantan anak SMK Teknik Elektro dipinta untuk datang membantu. Mulanya Diman enggan, dari rautnya terbaca, "Rasain lu! Biarin aja nggak bisa usaha lagi!" namun setelah dibujuk oleh seorang kawan akhirnya ia mengalah. Entah bagaimana perasaan Diman saat tengah memperbaiki mesin cuci. Hmm, semacam menolong rival?

Soal tradisional versus modern ini mengingatkanku pada opang dan ojek online. Memang rumit harus memihak ke siapa. Di satu sisi kenyamanan pengguna tentu diutamakan, tetapi di sisi lain ada hal yang harus kita pikirkan yakni nasib orang-orang dengan metode tradisional yang tak mampu beralih ke metode canggih. Lantas bagaimana nasib mereka? Bagaimana nasib ibu Diman?

The Yarn (2016)

sumber gambar

The Yarn bercerita tentang sebuah keluarga (ayah, ibu, satu anak) yang sedang bertamasya ke pantai dengan mobil wagon. Saat jam makan siang, ayah mendongengkan cerita putri duyung yang ditinggal menikah oleh pangeran yang diselamatkannya. Sesampainya di pantai, ibu menuju pinggir laut dan berenang ke tengah. Rupanya ialah jelmaan putri duyung dalam dongeng. Kembali ke bibir pantai, terlihat ayah dan si anak bermain pasir dan ditemani seorang wanita lain. Putri duyung cantik hanya mengamati dari jauh... Yarn di sini bukan bermakna wol, tetapi dongeng. Film ini bagus, plot twist, meskipun aku lebih suka sosok ibu pertama daripada kedua karena lebih serasi dengan ayah dan juga parasnya lebih menarik.

Happy Man (2016)

sumber gambar

"What is the purpose of life?"
"Don't you know, Dad? It's to live."

Dahsyat, ya. Hahaha. Iya, sesederhana itu. Film dokumenter ini berfokus pada kehidupan Alexander Zurbaganzky. Ia membangun rumah kecil beroda pertama di Rusia. Agar bisa bertualang ke mana-mana, katanya. Toh, menurutnya rumah itu hanya tempat istirahat dan bernaung maka tak perlu heboh dan gede mewah.
"Bringing up the world and stuffing your home with it. But to embrace the world there's no need to buy it all and stuff it into your pockets. It's already yours anyway." (Alexander Zurbaganzky)
Live a simple life, people. Feel content with your life right now. Decrease your desire to have it all because you never will. Great documentary, Sergey!

Roda Pantura (2016)

sumber gambar

Kehidupan supir truk Pantura ternyata bisa dituangkan dalam sebuah film animasi apik yang sukses menarik perhatian pembuat film luar negeri. Siapa menyangka?

Animasi berdurasi 18 menit ini menceritakan kehidupan supir truk yang berbulan-bulan tak pulang, tetapi tak juga mengirimkan uang. Dapat penonton lihat kebingungan istri mengatur uang yang tersisa dan kegelisahannya tiap melihat kalender yang telah tercoret tiga puluh hari. Tatkala si jago merah menghanguskan rumah mereka, seorang mucikari menawarkan pekerjaan kepadanya. Sebenarnya telah lama ia memperhatikan perempuan itu. Dengan sangat terpaksa, si istri menerima tawaran itu demi menghidupkan perekonomian keluarga dan ditambah lagi ketiadaan tempat tinggal. Sementara itu, suaminya bolak-balik hidup di jalan, siang-malam, mengangkut barang yang berbeda-beda. Kadang tumpukan karung, kadang rumput, dan lain sebagainya.

Jalur Pantura (Pantai Utara) kita kenal lekat dengan dangdutnya. Penikmat tetapnya, ya, rata-rata supir truk itu. Dangdut, perjudian, dan prostitusi adalah hiburan utama para supir setelah lelah menghabiskan tenaga di jalan berhari-hari. Tak terkecuali sang suami dalam film ini. Mulanya ia tak tergoda dengan keriuhan hiburan, tetapi lama-kelamaan ia menjadikannya kebutuhan. Sampai akhirnya, sang suami mencicipi lokalisasi di sudut kota dan terkejut mendapati sang istri tengah duduk di kamar bordil pesanannya. Eaaaa, huhuhu sedih.

Film ini turut memperlihatkan tulisan-tulisan lucu di pantat truk yang seringnya merupakan ungkapan kerinduan, seperti contoh:
"Pulang malu, tak pulang rindu."
"Tegar menanti."
"Istri goyang, suami basah."

Ketiga tulisan yang kutangkap ini muncul berurutan dalam film. Apa urutan ini punya maksud tertentu? Bisa saja. Toh, itulah yang terjadi pada tokoh suami. Ia tak bisa pulang karena uang yang diperolehnya belum cukup maka ia hanya bisa menunggu kepulangan dan tetap setia pada cintanya yang menanti di rumah. Makin ke akhir film, tulisan di truk makin vulgar, istri goyang suami basah. Mungkin itu menggambarkan perasaan suami yang "blingsatan" karena lama tak berhubungan seks. Prostitusilah satu-satunya jalan yang dapat meredamkan kegelisahannya (dan mungkin supir truk lainnya). Tak dinyana ia malah bertemu sang istri! Aih, aih. Oh ya, perlu dicatat, film ini mengambil latar tahun 1998 pada saat krisis moneter. Jadi, sutradara ingin menggambarkan kesulitan uang melalui keluarga si tokoh utama ini. Selamat, sutradara dan tim! Film ini menghabiskan waktu dua tahun pengerjaan, lho, dan baru diputarkan ke khalayak Indonesia pada Agustus lalu. Sungguh patut diapresiasi! Semoga meraup banyak penonton, ya!

Mubazir (2010)

sumber gambar

Film Mubazir merupakan film penutup KDM 22. Nontonnya mubazir tidak, ya? Hahaha, tidak, kok. Prolog film cukup mengagetkan penonton. Bising desing kereta beradu dengan adegan manusia yang ditabrak ular besi. Aduh. Keren, sih, sebab penonton yang mulanya terkantuk-kantuk terpaksa melek karena terkaget.

Siapa yang mencoba bunuh diri? Seorang lelaki, sebutlah si A. Lelaki A depresi setelah menyaksikan kematian sang istri karena bom bunuh diri di sebuah restoran cepat saji. Merasa terpukul, ia meninggalkan anaknya yang masih batita di masjid dengan sengaja. Ia sendiri memutuskan mengakhiri hidup di rel kereta. Euh, ini nih manusia-manusia cemen dan berakal pendek. Untungnya--entah untung atau sayang--lelaki B berhasil mengejar A dan menggagalkan aksinya tepat sedetik sebelum ia disambar kereta. Lelaki B menceramahi A panjang lebar, "Bunuh diri itu ancamannya neraka! Kamu kira dengan bunuh diri kamu bisa menyusul istrimu? Iya kalau istri kamu masuk neraka, lah kalau masuk surga?"

Lelaki B menemukan batita milik A selepas salat di dalam masjid. Lelaki B adalah mantan teroris. Aku menyimpulkan begitu karena dalam satu adegan kulihat ia dan dua temannya berada dalam satu ruangan di mana temannya menerima kabar, "Alhamdulillah. Teman kita sudah masuk surga!" Bagaimana mungkin aku tidak curiga, toh siapa yang berani yakin akan masuk surga? Tak ada manusia yang begitu yakinnya kecuali para teroris yang berpaham "calon pengantin" dan "Allahu Akbar, demi membela agama Allah!" KRIK, YOU KNOW. Aku menyimpulkan ia seorang mantan teroris karena sindirannya, "Bunuh diri itu masuk neraka," jadi kukira ia sudah tahu kesalahannya dan tobat. Rupanya pandanganku itu berbeda dengan penonton lain, yah tidak apa-apa. Namanya juga interpretasi, kan?

Menurut asisten sutradara, kemubaziran dalam film ini ditandai dengan dua tokoh yang ingin bunuh diri dengan motif yang berbeda, tetapi malah berakhir terbunuh. Satu ditembak, satu ditabrak. Akan tetapi, tentu saja penonton bebas menginterpretasikannya sebagai apa. Ibarat kartya sastra, tepat setelah karya sampai ke tangan pembaca, sejatinya pengarang (idenya) telah mati. Seluruh interpretasi dibebaskan ke pembaca dan pengarang tak punya hak untuk membenarkan ataupun menyalahkan interpretasi tersebut.

Alur film ini maju mundur. Penonton disajikan potongan-potongan peristiwa yang disebar tak beraturan yang kemudian menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditimbulkan pada adegan awal. Mubazir menggunakan teknik director's cut jadi sutradara langsung yang memilih adegan yang hendak dimasukkan ke film dan mengatur urutannya.

Malam kemarin menyenangkan sekali, alhamdulillah. Bisa berjumpa dengan dua sahabat yang berdomisili di Yogya dan teman nonton  di JAFF serta menghibur diri dengan tontonan yang bagus. Aih, bagaimana bisa melupakan Yogyakarta kelak? Terlalu banyak hiburan yang menyenangkan. Huh, mendadak galau karena tiga bulan lagi harus meninggalkan Yogya dan kembali menjemput realita di Jakarta. Will I be missed by all of my acquintances here? Let's not talk about that right now otherwise I'll end in tears. :')

Nadia - Berlian

Nadia - Berlian - Rahma

Cheers,
Nadia Almira Sagitta

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kekayaa

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.