Skip to main content

Berkenalan Dengan Difabel

sumber gambar

Beberapa hari lalu ada yang bertanya, "Mengapa kamu belajar bahasa isyarat?" Si penanya menawarkan dua pilihan jawaban. Pertama, aku ingin sekadar tahu dan memperbanyak keahlian atau kedua, aku ingin masuk dalam dunia teman-teman Tuli. Hayo, yang mana? Aku memang ingin memperbanyak keahlianku, tetapi bukan untuk dipamerkan semata. Bukan untuk... "Eh, aku bisa berbahasa isyarat, lho, unik, kan?" bukan begitu. Who knows if someday I encounter a deaf person while he/she's having hard communication with somebody? Barangkali aku bisa membantu, iya kan? Menjadi jembatan teman-teman Tuli dan teman-teman dengar, begitu kata guruku. Itu salah satu alasan. Permisalan selanjutnya, bila Allah menakdirkan aku memiliki anak yang tuli. Aku yakin semua orang tua ingin punya anak yang berorgan tubuh lengkap, sehat, dan tidak ada satu pun kelainan padanya. Akan tetapi, siapalah kita bisa memaksakan kehendak? Jika kebetulan anakku tuli, aku bisa mengajari anakku kemampuan komunikasi dengan Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia). Aku mungkin bisa menekan kadar stresnya saat ia merasa tidak ada yang paham maksud yang hendak diutarakannya karena aku dan ayahnya bisa memahaminya. Penyerapan pengetahuannya tak akan terganggu karena aku punya ilmu dasar untuk menyikapi kondisi anakku. Itu, lho, pentingnya belajar, dear.

Pertemuan kelas isyaratku tinggal tiga kali lagi. Huhu, sisa sedikit! Semoga Deaf Art Community Yogyakarta segera mengadakan kelas lanjutan sebelum aku pindah ke Jakarta. Semoga di Jakarta aku bisa melanjutkan pelajaranku. Aamiin. Satu lagi, aku mau sekali belajar membaca dengan huruf braille. Being someone who wears spectacles, I know that clear eyesight is such a gift! Bersyukurlah, dear. Banyak teman-teman kita yang tidak bisa melihat sama sekali. Apa rasanya hidup di dunia gelap? Dengan belajar membaca braille, barangkali aku bisa merasakan sedikit pengalaman mereka ketika dihadapkan dengan buku. Sama sekali tidak mudah. Belum lagi fakta yang disodorkan pada kita bahwa betapa sedikitnya akses bacaan braille maupun buku bersuara yang disediakan pemerintah.

Apa yang kita tanam hari ini akan kita tuai esok hari. Aku percaya peribahasa satu ini. Hal-hal yang kupelajari saat ini pasti akan bermanfaat nantinya, meskipun aku tidak tahu apa dan bagaimana. Tidak apa-apa, toh belajar itu aktivitas yang menyenangkan. Jadi, yuk, kita belajar! :)

Salam,
Nadia Almira Sagitta

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga...

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kek...

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun