Skip to main content

Ulasan Manjali dan Cakrabirawa

 

Judul: Manjali dan Cakrabirawa 

Penulis: Ayu Utami 

Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia

Jumlah halaman: 252


Ini adalah buku Seri Bilangan Fu kedua yang aku baca setelah Lalita. Sebenarnya, Manjali dan Cakrabirawa terbit lebih dahulu, namun aku tak tahu. Setelah aku melirik MdC, aku tersadar bahwa ada kesamaan tokoh dengan Lalita, yakni Marja Manjali, Parang Jati, dan Sandi Yuda. 

Sinopsis
Yuda meninggalkan Marja bersama Parang Jati di Sewugunung selama seminggu lebih karena ia harus melakukan pelatihan panjat tebing dengan militer di Bandung. Parang Jati lalu mengajak Marja menemaninya meneliti candi yang belum lama ditemukan di Desa Girah bersama seorang arkeolog Prancis bernama Jacques Cherer. Candi tersebut dinamai Candi Calwanarang oleh masyarakat sekitar sebab dipercaya bahwa Desa Girah adalah wilayah kekuasaan Calwanarang--seorang ratu teluh yang hidup pada masa Kerajaan Kahuripan. Perjalanan ini ternyata mengantarkan Marja dan Parang Jati pada serangkaian peristiwa yang penuh teka-teki serta kilas balik pada peristiwa Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh).

Selama mengelana bertiga dengan Parang Jati dan Jacques, Marja menyadari bahwa ia mulai mencintai Parang Jati lebih dari sekadar sahabat dan ia yakin perasaannya berbalas. Memang benar bahwa Parang Jati memiliki perasaan yang sama, tetapi demi menghargai perasaan Yuda, ia menahan hasratnya terhadap Marja. Sementara itu di Bandung, Yuda terjebak bersama seorang anggota militer yang gila akan hal-hal berbau klenik. Kegilaan Musa Wanara terhadap dunia klenik ternyata memiliki hubungan erat dengan penemuan Parang Jati dan kelompoknya di Desa Girah. Musa Wanara kelak menggiring Yuda untuk mengkhianati sahabat dan kekasihnya sekaligus. 

Tokoh
  1. Marja Manjali: gadis kota berumur sembilan belas tahun, polos, tidak sabaran, kekasih Yuda, sahabat Parang Jati
  2. Parang Jati: ekolog, pemanjat tebing, antipati dengan militer, paham sejarah, sopan, perenung, tertutup, sahabat Yuda dan Marja 
  3. Sandi Yuda: pemanjat tebing, kagum pada militer, sinis, liar, kasar--khususnya saat bermain ranjang dengan Marja kekasihnya--sahabat Parang Jati 
  4. Jacques Cherer: arkeolog Prancis yang sudah tua, jangkung, logis, pandai membaca pertanda
  5. Murni: anggota Gerwani yang ditinggal mati oleh sang suami
  6. Suhubudi: ayah angkat Parang Jati, guru spiritual, memiliki minat pada warisan purbakala
  7. Musa Wanara: anggota militer yang percaya pada dunia klenik, ambisius, ingin menguasai sesuatu untuk dirinya sendiri

Ulasan
Buku ini terbagi atas tiga bagian, yakni Rahasia, Misteri, dan Teka-Teki. Pembaca akan menemukan sekelumit rahasia yang disimpan rapat oleh tokoh-tokoh cerita pada bab pertama. Rahasia Yuda pada Parang Jati tentang aktivitas panjat tebingnya bersama militer, rahasia Yuda pada Marja dan Parang Jati mengenai persekongkolannya dengan Musa Wanara. Selain itu, Marja dan Parang Jati juga saling menyembunyikan perasaan terhadap satu sama lain.

Di bagian Misteri, Ayu Utami menyuguhkan beberapa kisah, yakni mitos Hantu Banaspati, misteri ibu pemanggul kayu bakar, sosok "siluman" Jacques. Penulis juga menawarkan pandangan masyarakat terhadap darah haid yang selalu dianggap kotor melalui Marja. Padahal, darah haid hanyalah cairan jasmani biasa, bukanlah sesuatu yang harus dipandang jijik. Ada yang berubah dari diri Marja semenjak dituduh menodai kampung oleh pemuda kesurupan. Ia menjadi lebih pemalu dan berhati-hati dalam bersikap, khususnya fantasi Marja terhadap Parang Jati. Mulanya, Marja ingin menaklukkan Parang Jati dalam tiap kesempatan yang ada, namun justru di pertengahan cerita, Marja bersikap pasrah terhadap Parang Jati. Berbanding terbalik dengan Marja, Parang Jati justru menjadi lebih berani dan menampakkan sisi "bintang merah" yang selama ini tersembunyi dari Marja, Sementara itu, Yuda terus menggali informasi mengenai mantra Bhairawa Cakra dari Marja demi membalas budi pada Musa Wanara yang telah menyelamatkannya dari masalah perizinan dengan dosen-dosennya di kampus. 

Pada bab Teka-Teki, satu demi satu misteri terpecahkan. Tokoh Haji Samadiman yang dijumpai Murni, si ibu pemanggul kayu bakar, di penjara dimunculkan lebih banyak di sini. Teka-teki surat Haji Samadiman berhasil dikuak oleh Marja setelah merenung beberapa saat. Surat tersebut memperjelas hubungan antara Murna dan Musa Wanara kepada pembaca.

Ada yang menarik acapkali Marja mengunjungi kawasan candi Calwanarang, yaitu sensasi tubuh Marja yang meremang. Digambarkan oleh Ayu Utami bahwa ada sesuatu yang menegang di dalam perut dan menjalar hingga ke tengkuk. Bagai ular dari dalam rahim yang menggelesar sepanjang punggung, dan berakhir di bulu roma. Aku rasa roh Ratna Manjali--putri Calon Arang--merasuk ke tubuh Marja dan menimbulkan perasaan de javu. Marja dan Ratna memang memiliki nama belakang yang sama, yaitu Manjali.

Aku suka penggambaran Ayu Utami akan perasaan Marja. Halus. Aku tidak menemukan bahasa yang begitu vulgar sebagaimana dalam karangan DMA, misalnya. Justru penggambarannya membuat pembaca, yakni aku, untuk ikut hanyut dalam keterpesonaan Marja terhadap Parang Jati. Ah, Parang Jati memang layak dikagumi para gadis! Aku pun jatuh cinta pada tokoh satu itu. Sebagai contoh, kuberikan kutipannya di sini.
"Marja tak menyangka bahwa tatapan lelaki itu bisa demikian mencecap. Tak ada yang kurang ajar di sana. Tiada kegenitan yang menjelma isyarat. Sebaliknya, ia melihat ketulusan malaikat yang jatuh ke bumi. Kemurnian yang tak hanya merasuki perempuan itu, tetapi yang juga membukakan diri untuk dijelajahi." (hlm. 3)
"Gadis sembilan belas tahun biasanya bergairah karena menjadi obyek, bukan karena menjadi subyek." (hlm. 4) 
"Ada kangen untuk bercumbu dengan kekasih tetapnya dalam permainan beringas. Tapi ada juga hasrat untuk menuju suatu misteri yang membius bersama Parang Jati. Marja merasa tidak mengerti dirinya." (hlm. 51)

Pemilihan diksi Ayu Utami memang indah. Salah satu yang kusuka adalah menyalin raut alih-alih merekam wajah, seperti dalam kutipan berikut. "Gadis itu segera menyalin raut yang kini terasa sedap ke dalam ingatan." (hlm. 21)

Kutipan menarik
"Setiap orang memiliki bagian sensitif yang tak perlu kita orak." (Yuda kepada Marja, hlm. 13)
"Iman, seperti cinta, bekerja dengan ketidakterbatasan. Tapi sains, seperti logika,bekerja dengan batasan-batasan." (Jacques kepada Marja. hlm. 16)
"Dan jika kebetulan-kebetula itu terlalu banyak dan cocok satu sama lain...Anda percaya bahwa hal itu adalah serangkaian kebetulan belaka?" (Jacques Cherer, hlm. 17)
"Jika itu terjadi, seorang ilmuwan akan mencari pola-pola. Dan seorang beriman akan mencari rencana Tuhan." (Parang Jati pada Jacques, hlm. 19)
"Jacques berpendapat bahwa para peneliti Jawa adalah subjek yang meneliti sekaligus objek yang diteliti. Hubungan mereka dengan mitos yang ditelitinya sangat dekat. Sehingga, banyak kali mereka melakukan pencarian arkeologi demi membenarkan mitos. Di Barat, para ilmuwan melakukan penelitian ilmiah untuk menguji sebuah mitos. Orang Jawa bukan menguji, melainkan mencari pembenaran untuk apa yang mereka percaya." (hlm. 30)
"Saya tidak memakai milik sahabat sendiri, Jacques, Saya merawatnya. Saya merawat milik sahabat saya." (Parang Jati, hlm. 13)

Akhir cerita
Cerita ditutup dengan baik, namun masih menyisakan beberapa pertanyaan. Bagaimanakah kelanjutan nasib Bu Murni dan Musa Wanara? Akankah mereka jadi bertemu? Apakah Marja dan Parang Jati dapat meneruskan persahabatan seperti biasa dengan gejolak asmara yang tertahan? Adakah mereka punya kesempatan di kemudian hari untuk melampiaskan gairah yang selama ini tidak tuntas? Bagaimana dengan prasasti Bhairawa Cakra yang jatuh ke dalam sumur peripih? Apakah berhasil diambil kembali oleh para arkeolog? Mungkin pertanyaan-pertanyaan ini akan terjawab di Seri Bilangan Fu lainnya atau mungkin juga tidak. Barangkali pembaca diberikan kesempatan untuk mengira-terka-reka sendiri. 

Penilaian
Novel ini sangat layak baca sebab kaya akan informasi sejarah dan budaya. Sejarah Gestapu, sejarah Kerajaan Kahuripan, mitos, dan informasi kebudayaan tersuguh rapi di sini. Aku jadi tertarik pada pekerjaan seorang arkeolog. Tampaknya seru sekali! Pemilihan kata yang dipilih Ayu Utami untuk membangun cerita juga menarik. Bagiku, novel ini mendapatkan bintang empat! :)

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kekayaa

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun