sumber gambar |
"Boleh istirahat sejenak? Aku lelah kejar-kejaran!" teriakku sedikit ngos-ngosan seraya mengusap dahi yang berpeluh. Kau melambatkan larimu dan menyodorkanku botol minum.
"Serius, boleh duduk dulu, tidak? Aku rasanya tidak sanggup harus lari sampai nol kilometer sana."
"Oke, yuk. Di mana?"
"Mana saja."
"Itu ada becak. Mau naik itu sampai sana?" tudingmu pada satu becak yang terparkir di samping kita.
"Boleh."
Pedal becak mulai dikayuh dan aku membuka pembicaraan.
"Gila, ya. Letih banget rasanya pagi ini. Iya, tidak?"
"Hahaha, kamu sudah lama tidak olahraga lari soalnya."
"Aku lari, kok, meskipun tidak secara harfiah."
"Maksudnya? Mengada-ada kamu, nih."
"Ada. Lari mengejar perasaan. Itu rasanya jauh lebih melelahkan dari ini."
"Hahaha, aduh berat sekali topik kamu. Perasaan siapa, sih? Ada yang aku tidak tahu?"
"Wah, banyak yang kamu tidak tahu."
"Oh, iya? Kamu jarang cerita, sih. Mana menghilang dua bulan pula."
"Iya memang. Tetapi tidak kamu cari, kan?"
"Kukira kamu memang tidak mau kuganggu. Memangnya kamu ke mana kemarin?"
"Istirahat."
"Dari?"
"Pengejaran."
"Wooow, ini pasti ada cerita panjang di baliknya! Kamu lagi mengejar apa, sih? Terus, kok istirahat?"
"Karena capek. Kalau capek, kita mesti istirahat, kan?"
"Iya, sih. Hm, tetapi akan terus kamu kejar, nggak?"
"Kayaknya tidak. Sudah cukup."
"Yah, kenapa? Kamu lagi mengejar apa? Sepertinya serius banget sampai istirahat dua bulan. Mana kamu nggak mengabariku lagi. I don't know you were going through something at that time. If I knew, I would be by your side giving you moral support."
"But I didn't want you there."
"You didn't? Eh, aku ada salah, ya, sama kamu?"
"Mungkin kamu harus bergaul dengan anak Pramuka."
"Hah? Kok nyasar ke Pramuka?"
"Cause you are so clueless. Gosh, good God, please give this person his own personal Blues Clues!"
Comments
Post a Comment