Skip to main content

Gombal: Kelamin dalam Sehelai Kain

sumber gambar

Awalnya aku terkecoh. Kukira pameran ini akan berbicara seputar untaian kalimat penuh bunga atau lukisan yang menimbulkan semburat merah di pipi saking romantisnya.

Ternyata!

Yang kudapati adalah sehelai kain mori berwarna dengan motif  monster. Tidak sesuai harapan, aku beralih membaca kurasi. Ternyata, gombal pun dapat bermakna kain yang sudah lusuh (sobek-sobek). Akan tetapi, betapa herannya, kain yang dipamerkan sama sekali tidak lusuh apalagi sobek. Lantas, mengapa gombal? Adakah ini semacam pemancing atau clickbait untuk menarik pengunjung? Eleuh, heleuh. Ya sudahlah, penamaan pameran merupakan kemerdekaan sang seniman. Kita sebagai pengunjung tinggal turut saja.

Roh-roh dalam Senjata oleh Arwin Hidayat

Ampun Juragan! oleh Arwin Hidayat

Aku memutari galeri tanpa berhasil menemukan kesinambungan antara lukisan dan pemilihan judul. Mulai salah fokus, aku memerhatikan dua objek yang tampaknya sengaja ditebar Arwin Hidayat pada tiap karyanya di pameran kali ini, yakni alat kelamin. Vagina dan penis. Mencoba membuktikan asumsi, aku akhirnya keasyikan mencari-cari objek kelamin pada semua lukisannya. Ya, benar ada, meskipun dalam satu lukisan tidak mesti memuat vagina dan penis, bisa jadi hanya salah satu.


Keluarga Herbal oleh Arwin Hidayat

Ada kalanya Arwin menempatkan penis dan vagina sebagai makhluk hidup. Keduanya diberi mata, hidung, dan telinga. Terkadang ditempatkan di antara dua paha sebagaimana mestinya. Sering pula menjadi keutuhan sendiri melayang-layang di antara objek lain. Yang menarik, mengapakah vagina yang dilukiskan Arwin memiliki gigi-gigi tajam? Apakah ini dipengaruhi oleh tema lukisan yang didominasi monster? Ataukah ia ingin mengatakan ada vagina yang 'menggigit' dan ada yang tidak? Nah, mari mengira-ngira saja. Di antara lukisan-lukisan ini, ketika kuperhatikan, Arwin lebih banyak melukis kelamin wanita dibandingkan pria. Dari segi bentuk, vagina yang diterakan lebih bervariasi. Ada yang dilukiskan polos, berambut, bergigi tajam, juga berkerut. Sementara penis? Ya itu-itu saja. Entah apakah aku yang kurang cermat atau kurang tertarik. Ya, biasanya kita lebih menaruh hati pada barang milik sendiri, bukan? (Di sini aku tidak berbicara soal kecenderungan seksual)

Hal-hal Membingungkan oleh Arwin Hidayat

Beast of Burden oleh Arwin Hidayat

Corak yang dipilih memang unik, yakni figur aneh entah apa. Kurasa bisa kusebut monster luar angkasa. Warna objeknya pun ceria. Khusus kain berwarna putih, objek diberi hidup warna-warni. Sebenarnya karya hitam putih Arwin Hidayat juga ada, tetapi bukan di atas kain mori, melainkan di atas kertas. Aku tak dapat berbicara soal motif pokok dan motif isen yang lazimnya kita temukan dalam kain batik untuk karya ini. Oh ya, si kurator bilang ini pameran kain batik (barangkali karena kain yang digunakan adalah kain mori) makanya tadi aku berbicara soal isen dan motif. Dalam sekilas pandang, mestilah kita tertarik pada mahakarya Mas Arwin. Bila kain ini dikenakan, pasti akan mencolok mata siapa saja. Lha wong, memang unik, kok. Nah, mari berandai-andai! Akankah aku mengenakannya sebagai bawahan? Hahaha, demi kemaslahatan diri sendiri, tampaknya tidak akan. Nanti aku dicekat undang-undang pornografi! Kan berabe!

Hahaha,
Nadia Almira Sagitta

Comments

  1. Aaaaak, arwin hidayat idolaku... :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wiii kenal dia, toh, Mbak? Atau pernah melihat karya-karyanya juga? :D

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga...

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kek...

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun