Hari ini bercerita soal pernikahan dengan teman yang sudah menikah dengan yang sedang berproses. Mendengar curhatan mereka, saya jadi takut menikah.
Apa rasanya harus menaati orang yang benar-benar baru di kehidupanmu sementara kau sendiri tidak suka diperintah-perintah?
Apa rasanya dibebankan tanggung jawab luar biasa? Kamu harus mengatur rumah, memasak, dan menyenangkan hatinya.
Apa rasanya harus meredam ego dan menjaga perasaan seseorang setiap hari?
Apa rasanya berkompromi dengan mimpi yang selama ini kau junjung tinggi mengingat kini yang hidup adalah mimpi bersama?
Sumpah, saya ketakutan. Hahahahaha. Belum ada kesiapan. Saya belum siap bila mengalami pertengkaran-pertengkaran saat menikah. Mana saya baperan, kan, anaknya. Salah-salah minta cerai. (Hwaaa, jangan, Nad!) Soalnya, dalam bayanganku, menikah itu bahagia. Itu gambaran yang saya dapatkan dari beberapa orang: dari Fahd Pahdepie, dari anak-anak Peduli Jilbab, dsb.
Akan tetapi, setelah bercerita dengan mereka, barulah saya sadar kalau pertengkaran itu biasa. Kompromi memang bukanlah hal yang mudah. Namun, pertengkaran itu bisa dihindari.
Sedikit keluar dari topik perselisihan, saya pernah menanyakan satu hal kepada teman seasrama yang menikah di umur tujuh belas tahun.
"Gimana, sih, rasanya nikah? Repot nggak, sih? I mean, kamu kan masih muda banget..."
"Repot sih, Nad, tetapi dinikmati saja."
"Hm, gitu ya..."
"Lagian, Nad, semuanya dilakukan demi dia, bukan? Masa sih kita nggak mau menyenangkan hati orang yang kita cinta?"
Tertegun. Oh iya, benar juga. Orang pacaran saja rela meminjam uang ortu demi mentraktir si doi. Masa, sih, pasangan yang sudah nikah nggak mau berkorban demi kebahagiaan si dia? Cieilah bahasamu, Nad.
Ya sudah, sih. Percakapan ini tiada ujungnya. Mengapa? Ya karena saya belum nikah. Hanya bisa menerka-nerka. Intinya, hidup itu bagaikan tali tambang kata Doraemon. Kebahagiaan dan kesedihan saling bertaut. Semua ada positif dan negatifnya. Pernikahan...di samping penuh cinta dan bahagia, pasti ada sisi suramnya. Semoga pernikahanku nanti lebih didominasi kegembiraan daripada kejenuhan dan kesedihan, ya. Bisa, sih, asal banyak bersyukur.
Luv,
Nadia Almira Sagitta
Comments
Post a Comment