Aku menangis lirih di masjid tadi. Sebelumnya, kudengar lantunan ayat suci dibacakan oleh seorang pemuda yang tak sempat kuamati wajahnya di pelataran masjid. Seketika, aku tahu yang aku butuhkan. Aku tahu aku membutuhkan sosok yang sabar mengayomiku dan membimbingku 'tuk menjalani hidup dengan sebaik-baiknya. Aku rasa semua ingin mendapati pendamping seperti itu, bukan sekadar mendapatkan kawan malam mingguan setiap pekannya. Juga bukan sekadar mendapatkan pasangan halal yang bisa kau apa-apakan sekehendak hatimu. Bukan.
Lantas, aku teringat kau. Kudengar suara-suara membisikiku bahwa kau bukanlah sosok itu. Bukan kau yang 'kan membawa kedamaian di hatiku setiap harinya. Bukan kau yang 'kan mendampingiku di dunia dan di akhirat. Kau jatah orang lain. Lepaskan. Lepaskan saja.
Selalu begini. Tatkalanya aku memutuskan hatiku pada satu orang, ada saja suara-suara yang menggelisahkan batinku. Bahwa bukan dia orangnya. Nanti akan ada, pasti akan ada. Sementara itu, pikiranku ketakutan, bagaimanakah jika ia yang dinanti tak kunjung tiba? Bahwa ia yang dipastikan hadir mendadak membatalkan janji? Bahwa ia sesungguhnya tak pernah ada? Relakah aku melepaskan genggamanku kini demi sesuatu yang tak pasti? Akan tetapi, suara-suara itu terus membisikiku, memaksaku untuk percaya. Dan aku akhirnya menyerah, memutuskan 'tuk percaya. Dan perlahan, bermodal keyakinan, akan kuputuskan tali itu. Lalu terbang bebas di angkasa.
Comments
Post a Comment