Ia memandang kotak nasi yang baru saja disorongkan padanya tanpa bernafsu menyentuhkan jemari pada tutupnya. Ia merasa kenyang. Maka kembalilah ia ke kamar tidur dan menarik satu buku dari dalam lemari. Buku yang berwarna biru dengan garis-garis merah itu berisi lembaran-lembaran kosong, sebuah buku tulis. Pena bergerak-gerak sebentar, berhenti, lalu bergerak lagi. Memberikan waktu bagi sang penulis untuk mengolah apa yang berkacau dalam pikiran. Decit-decitan ban mobil yang bergesekan dengan aspal menjadi teman menulisnya malam itu. Semenjak berjumpa kembali dalam pertemuan yang tidak disengaja, malam-malam ia habiskan dengan duduk di pojokan kamar dan menatap, entah menatap apa. Pandangannya tertuju ke dinding, tetapi pikirannya jauh pergi meninggalkan tubuhnya. Dalam kekosongan itu, ia mengerjap-ngerjapkan mata, memijat leher dan bahunya, seolah ingin melepaskan beban yang bertengger di sana. Lalu merembeslah air dari dua ...