Satu jam lalu kami mengait janji untuk bertemu sebelum esok dia kembali ke Riau. Jemariku bolak-balik di jendela Instagram, Whatsapp, dan home. Nihil kabar. Nihil notifikasi. Penuh gelisah, kutatap langit yang menggelap. Awan-awan robek dan menjatuhkan hujan sekeras-kerasnya. Tempiasnya terdengar hebat di atap yang menaungiku. Sejak dulu kutahu ia tak suka hujan. Janji yang telah disepakati dapat ia batalkan semena-mena dengan alasan hujan. Aku tak mengerti jalan pikirnya yang satu itu, sungguh konyol terdengar di telingaku. Telah ada ciptaan bernama payung dan mobil maka alasan yang diagungkannya itu tampak kuno sekali.
Delapan dua puluh dan gerimis ritmis. Belum tampak juga batang hidungnya. Tiga belas kali aku menghubunginya lewat telepon yang berakhir dengan pesan suara. Ke manakah ia, lelakiku? Ia janji takkan membiarkanku sakit. Ia selalu menjadi yang paling rewel dengan jadwal makanku, jaket yang seringkali kulupa untuk menyelimuti rangka ringkihku, dan juga jam pulang malam yang selalu kulanggar. Sekarang aku di sini gigil, kedinginan tanpa jaket, ditambah lagi perut yang keroncongan. Halah. Mana janjinya? Untuk sekadar menghubungiku saja dia tidak ada usaha.
Delapan dua puluh dan gerimis ritmis. Belum tampak juga batang hidungnya. Tiga belas kali aku menghubunginya lewat telepon yang berakhir dengan pesan suara. Ke manakah ia, lelakiku? Ia janji takkan membiarkanku sakit. Ia selalu menjadi yang paling rewel dengan jadwal makanku, jaket yang seringkali kulupa untuk menyelimuti rangka ringkihku, dan juga jam pulang malam yang selalu kulanggar. Sekarang aku di sini gigil, kedinginan tanpa jaket, ditambah lagi perut yang keroncongan. Halah. Mana janjinya? Untuk sekadar menghubungiku saja dia tidak ada usaha.
Sembilan sepuluh. Tusukan-tusukan kecil di lambung memaksaku bangkit dari bangku. Kulirik lagi ponselku yang simbol baterainya bertanda merah. Nah, sudahlah, jangan lagi percaya janji laki-laki. Ini sudah pelanggaran keberapanya? Jika diakumulasikan dalam poin belanja, dia pantas dapat seperangkat alat dapur stainless steel! Huh, dasar! Mengapa aku mau-maunya menunggu selama ini?
Comments
Post a Comment