sumber gambar |
Cikini, duaribuenambelas
Setelah puas mengisi relung hati dengan kedamaian puisi
dua gadis mengistirahatkan kaki di warung makan bahari
salah satu sibuk mengamati lalu-lalang Cikini
menegaskan ada yang tertinggal di memori
lainnya bertanya ada apa dan mengalirlah sebuah kisah cinta
setelahnya, ia kembali ditanya, kalau kamu bagaimana?
wajah itu, yang tak pernah ia amati lamat-lamat sebelumnya
jatuh pilu dan menatap sayu
sisi sendu yang tersembunyi
sengaja dikuakkan malam itu
melengkapi keramaian dan bisik-bisik malam di Jalan Cikini
lainnya bertanya ada apa dan mengalirlah sebuah kisah cinta
setelahnya, ia kembali ditanya, kalau kamu bagaimana?
wajah itu, yang tak pernah ia amati lamat-lamat sebelumnya
jatuh pilu dan menatap sayu
sisi sendu yang tersembunyi
sengaja dikuakkan malam itu
melengkapi keramaian dan bisik-bisik malam di Jalan Cikini
Dua gadis jatuh pada lelaki puitis
bermodal untaian kata manis
kata mendayu-dayu serupa narkotika hati
dua gadis yang terjerat nikmat saling menyemangati
"Semoga kita tidak jatuh pada bualan,"
"Aamiin, kuharap begitu,"
jeritan ular besi tujuan kota hujan menutup percakapan
dan mengantar dua gadis kembali ke peraduan
Tangerang dalam memori akan Cikini
gadis puitisku patah hati
terlambat aku mengetahui
tetapi ia bercerita dengan gelak
memberiku impresi bahwa hatinya sudah tak gubrak
ah masak?
Dua gadis puitis pelan-pelan
meniti mimpi dan menata hati
seraya menguatkan benteng diri
dari lelaki berandal atau alim berselimut
yang hobi mengobrak-abrik ruang hati
semoga kita tak jeri
mencintai
sebab ini hanyalah proses
menemukan kasih yang abadi.
Tangerang, Juni 2017
Comments
Post a Comment