Skip to main content

Taman Kota

sumber gambar

Siang itu di sebuah taman kota. Cuacanya panas, tentu saja. Huh, siapa yang punya ide ke taman kota? Kita yang baru turun dari Kopaja kini menyisir setapak dengan bunga di kanan kiri. Kau bertanya, apakah aku suka bunga, jenisnya apa, dan warnanya apa. Aku menunjuk bunga di kanan sebagai jawaban, barisan kembang sepatu. Aku mendekat ke bebungaan itu kemudian memintamu, boleh fotokan aku di sini? Kau menyambut kamera dari tanganku dengan sumringah kemudian aku berpose dengan sedikit kikuk. Bagaimanapun, ini kau yang memotretku. Setelah mengamati hasil foto itu sejenak, kau menyelipkan pujian, cantik seperti biasa. Hahaha apa sih, tepisku seraya menyembunyikan semburat malu di pipi.

Di tengah-tengah taman, tegak sebuah air mancur kecil dan burung gereja sedang bertengger di pinggirnya. Taman kota saat itu tidak terlalu ramai, selain kami ada sekumpulan remaja yang sedang asyik dengan tongkat selfie. Tak jauh dari air mancur, kursi-kursi kayu panjang tertata apik. Kau memilih duduk di pojokan, menopangkan siku pada bahu kursi, menumpangkan kaki kananmu pada kaki kirimu, dan mengarahkan dirimu padaku. Bersiap mendengarkan. Sesekali alismu bergerak mendekat ketika aku berbicara terlalu lincah, tetapi matamu tak lepas dari wajahku.
"Jangan menatapku seperti itu."
"Eh, maaf. Kenapa?"
"Iya. Rasanya seperti diinterogasi."
"Hahaha begitu? Baiklah."
Lalu kau menampakkan seulas senyuman yang membuatku keki. Duh, senyuman mematikan. Sudut matamu menyipit dan sudut bibirmu tertarik ke samping tanpa memperlihatkan geligi. Lebar bibirmu tampaknya pas dengan bibirku. Eh, mungkin. Aku tak berani mengkhayalkan lebih jauh.
"Tadi bagaimana kelanjutannya?"
"Ha? Oh, ya, ya, ceritanya. Jadi..."
Nah, kan, hilang fokus. Senyummu mengacaukan segalanya. Haha, bagaimana bila kita jadikan itu sebuah judul lagu?

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kekayaa

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.