Skip to main content

Cita-cita masa kecil

Beberapa saat lalu kutemukan gambar ini di Facebook. Cita-cita masa kecil? Hmm, coba kuingat-ingat dulu.

PRAMUGARI!

Iya, semasa SD aku ingin menjadi pramugari. Aku suka cara mereka memeragakan petunjuk keselamatan pesawat. Aku suka keramahan mereka saat menawarkan penganan di pesawat. Aku suka suara mereka ketika mengumumkan sesuatu. Terpenting, aku suka bahasa Inggris mereka! Ah, suka sekali! Sampai sekarang, aku masih menyimak baik pengumuman, "Naikkan sandaran kursi, buka penutup jendela." Aku diam-diam menghapalkan petunjuk keselamatan penerbangan dalam bahasa Inggris dan Indonesia. (sekarang sih sudah lupa).

Omong-omong pramugari, postur tubuhku lebih tinggi dari anak-anak kebanyakan. Plus kurus. Makin pedelah aku memasang harapan menjadi pramugari. Aku dapat membayangkan diriku belasan tahun kemudian mengenakan seragam pramugari yang cantik bin seksi itu. Yes, aku suka potongan roknya yang memamerkan kaki jenjang.

Sayang beribu sayang, mimpiku itu kandas ketika aku harus mengenakan kacamata di kelas III SD. Mata pramugari harus sehat, sementara mataku bermasalah. Sedih sekali rasanya. Akan tetapi, mimpi tersebut segera berganti menjadi desainer. Mimpi itu juga tak bertahan lama karena aku sadar gambarku tak bagus. Hahaha. 

Lalu, karena ayahku berkuliah di ITB, aku jadi ingin ke sana juga. Aku mau masuk jurusan teknik komputer. Eh, tetapi itu keinginan sebelum masuk SMA. Setelah memasuki peminatan IPA, aku ogah banget meneruskan mimpiku yang semula. Wong Fisika dan Matematika saja remedial melulu. Hiiih, nyerah, deh!

Omong-omong, aku sempat beberapa kali dikira model karena langsing dan tinggi semampai. Iya juga, ya? Kenapa nggak coba berlenggak-lenggok di atas catwalk? Hahaha, syukur deh nggak kepikiran ke sana. Pasti nggak bakal jadi diriku saat ini. :')

Hamdalah. Syukurilah semua jalan yang telah dipilihkan Allah untukmu. ♡

Salam,
Nadia Almira Sagitta


Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kekayaa

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.