Skip to main content

Waiting For Yesterday

Day-eh-ay
You and me, all alone girl
What’s going on, would you tell me what’s wrong
It’s like you’re locked up in your own world
Oh-oh with nothing to say
You keep me guessing but I see in your eyes
He made you promises but gave you lies
You’re shutting down cuz you’re so sure
That I’ll be another mistake
[Chorus:]
I know that he left you in pieces
You know that I won’t be that way
I’m not gonna treat you like he did
Oh-oh whatever it takes
You think history is repeating
You keep on pushing me away
Oh but nothing gonna change
Waiting for Yesterday-eh-eh
Day-eh-eh, Day-eh-eh
Is it worth it any longer?
You’re so scared to fall in again
Yesterday can make you stronger
So why do you feel alone?
You know I love you better than he ever did
This could be all you ever needed
Hold on to me and just remember
Oh no, never let go
[Bridge:]
I’m the on for you tonight
I’m the one for forever
If it takes a little time (Whatever it takes, whatever it takes)
I’m the on for you tonight
I’m the one for forever
If it takes a little time (Whatever it takes, whatever it takes)
--
Masih nunggu pemuda yang mengatakan hal ini, "I know that he left you in pieces. You know that I won’t be that way. I’m not gonna treat you like he did." Iyes, lho, mau banget ketemu pemuda cem begini. Yang serius aja, bukan yang main-main. Kemarin aku dapat cerita soal putusnya temanku dengan si pacar. Dia bilang, "Udah ah, nggak mau pacaran dulu. Masih sakit hati." 

Banyak laki-laki berjanji nggak bakal menyakiti, tetapi ujung-ujungnya mah...huft. He made you promises but gave you lies. Wajar aja perempuan trauma. Benar-benar left in pieces. Ah, emang nggak ada cinta yang sejati kalau belum diseriusi. Pukpuk. Semangat ya, temanku, insyaaAllah ada pengganti dirinya yang jauh lebih baik. Kata sahabatku yang lain, "Hargai dirimu sendiri. Jangan terus-terusan membuat hati dan ragamu terluka." Nah, jangan sedih terus. Kamu lebih berharga dari apa yang kamu perkirakan. Kalau dia cuma bisa bikin kamu nangis, udah tinggalkan aja. Emang kamu mau hari-hari pernikahanmu nanti diselingi tangis? Aduh, aku sih nggak tega sama kamu...
Wahaha, sok tahu bener ya aku menasihati kamu padahal aku sendiri masih berjuang menyembuhkan luka. Kemarin aku menerima hasil pemeriksaan draf makalah akhirku. Dosenku sampai bilang, "Nad, kenapa? Masih banyak yang harus direvisi." DUH. Bisa kau bayangkan betapa murungnya aku seharian itu. Hancur, yes. Draf itu memang aku kerjakan dengan sedikit ogah-ogahan karena masih dalam masa patah hati. Jadinya apa? Jadinya nggak sempurna! Sebal.

Hati-hati kalau kamu jatuh cinta.
Cinta bisa menghunuskan pedangnya tepat ke ulu hati.
Hati-hati kalau kamu jatuh cinta.
Jangan sampai jatuh terlalu dalam, nanti kamu tak bisa merangkak ke luar.

Kamu boleh jatuh sejatuh-jatuhnya pada orang yang tepat. Sementara ini, tahanlah dulu. Dia yang kau taksir belum tentu tepat untukmu.

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga...

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kek...

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Autobiografi masuk di Universitas Indonesia

Di tengah asyiknya membicarakan jurusan saat kuliah nanti, “Nad, mau masuk apa pas kuliah?” “InsyaAllah, Sastra Indonesia UI.” “Kok sastra Indonesia, sih?” * * * Pertanyaan itu kerap kali terngiang di telinga tatkala aku menyebutkan jurusan idamanku. Mengapa? Apa ada yang salah? Tak pantaskah aku mengecap ilmu di jurusan yang bertitel sastra Indonesia? Pertanyaan yang begitu merasuk hati, mengganggu. Dalam hati, aku hanya bisa berharap semoga orang tuaku merestui jurusan ini. Namun alangkah sayangnya, ternyata keinginanku ditolak mentah-mentah, apalagi oleh ibuku. Beliau tidak meridai keinginanku berkuliah di jurusan sastra. “Kalau tetap bersikeras kuliah di situ, saya tidak mau membiayai,” MasyaAllah! Apa yang ada di pikiran beliau saat itu? Bagaimana pula aku bisa membiayai kuliah sendiri? Ayah mencoba memberi saran, “Coba Nadia cari jurusan lain. Kamu sudah berbalik arah ke IPS, kan? Jurusan banyak, kok, bukan cuma sastra Indonesia. Apa kamu takut tidak lulus ...