Skip to main content

Sulitnya Menerjemahkan


Rasanya seru jadi penerjemah karya sastra. Tidak mudah menguasai dua bahasa, bukan? Menerjemahkan karya sastra tentu lebih sulit lagi karena harus akrab dengan kata-kata puitis dan punya nilai rasa. Salah-salah memilih diksi, tulisan orang lain bisa terlihat kaku. :')

Beberapa kali ditanya oleh teman dari jurusan sastra-sastra Eropa untuk tugas penerjemahan. Sumpah, terjemahan saya juga kaku. Kalau tulisan itu muncul di buku, pasti saya mengernyit heran, "Apa, nih, maksudnya? Kok ribet?" Menerjemahkan karya tidak bisa dilakukan secara harfiah kata per kata. Kita menerjemahkan konsep dan mengalihkan budaya satu ke budaya lain. Terkadang, kata-kata asing dipertahankan karena memang konsep budaya itu tidak dimiliki oleh budaya yang lain.


Membaca tulisan di tautan atas, saya jadi kagum sama profesi penerjemah. Yah, khususnya pada penerjemah bahasa asing ke bahasa Indonesia. Melalui terjemahannya, penerjemah bisa memperkenalkan kata-kata dalam kamus kepada masyarakat. Baru saja saya melihat pengakuan pembaca di situs Goodreads bahwa karya X mengenalkan kata-kata baru padanya. Turut senang, setidaknya segelintir pembaca karya X ikut menyadari kekayaan bahasa bangsa ini. Menerjemahkan karya berarti menjadikan suatu karya mudah dan enak dibaca. Penerjemah adalah pentransfer ilmu. Penerjemah adalah salah satu perantara bahasa. Keberadaannya juga sama dengan sastrawan, menurutku. Keren. ♡

Hahaha, maaf, hari ini saya membahas kata-kata dalam kamus melulu. Saya tertarik dengan bidang leksikografi dan leksikologi. Saya suka iseng mendefinisikan kata-kata dengan bahasa sendiri. Sekadar ingin tahu, sesulit apa Poerwadarminta menyusun kamus bahasa Indonesia. Ternyata memang sulit, tetapi menantang. Pantas saja beliau senang (menyusun kamus).

Teruntuk adik-adik di kampus yang sedang mengambil mata kuliah leksikografi dan leksikologi, semangat ya! Nikmati saja proses memilih korpus, mengumpulkan data, dan memberi makna. Kapan lagi kalian punya kamus yang lahir dari usaha kalian sendiri? :)

Nadia Almira Sagitta
Depok, Maret 2016

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kekayaa

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.