Aku, entahlah, akhir-akhir ini lekas terbakar api cemburu. Kalau sudah begitu, aku lantas uring-uringan tidak mau lagi memikirkanmu atau malah menangis. Padahal apa yang kucemburui, hanya masa lalu. Aku juga punya masa lalu yang bisa saja kau cemburui, tetapi sepertinya kau cukup rasional untuk tidak menghiraukannya. Ini tampaknya dipengaruhi oleh sifat perempuan yang sungguh peka dan laki-laki yang cenderung lebih cuek. Lagipula, masa lalu itu bukan untuk diungkit, tetapi cukup disimpan dalam kenangan untuk diambil pelajaran.
Iya, tetapi...
Aku memang cemburu pada orang-orang yang pernah menemanimu setiap hari
Ke mana pun kau melangkah
Kapan pun kau ingin melanglang
Berapa lama pun kau memutuskan untuk singgah
Mereka berdiri bersisian denganmu
Tentu tidak bisa berbuat hal yang sama
Hanya doa yang bisa kukirimkan untuk menemanimu tatkala sendiri
Aku juga cemburu pada orang-orang yang cocok bercengkrama denganmu
Satu kegemaran denganmu
Satu pemikiran denganmu
Satu suara dengan mimpi-mimpi masa depanmu
Kita banyak tidak cocoknya, kukira
Kenyataan itu membuat aku was-was sendiri
Kalau memang kita tidak menemukan kecocokan, bagaimana?
Kecemburuanku sungguh tidak beralasan
Untuk apa pula kau kucemburui, padahal kau bukan siapa-siapaku
Atau setidaknya belum menjadi siapa-siapaku
Kecemburuan ini hanya mengantarkanku pada gerbang kecemasan
Bagaimana bila tidak pernah ada aku dan kau di masa yang akan datang?
Jikalau begitu, bukankah tidak usah kita mulai sedari mula?
Aku cuma tidak ingin perasaanku sia-sia
Walaupun tak pernah ada istilah sia-sia jika itu menyangkut engkau.
Comments
Post a Comment