Skip to main content

Cerita Hijrah

Hari ini ketemu seorang ummu dan anak balitanya. Ummunya bercadar dan anaknya berkerudung plus cadar yang digantungkan di lehernya. MasyaaAllah, imut sekali. :D

Hari ini aku kilas balik ke empat tahun lalu ketika aku iseng-iseng mencoba berjilbab. Aku ingat sekali ada panggilan hati untuk berjilbab, tetapi aku masih ragu. Jadilah suatu hari aku berjalan-jalan dengan membawa kerudung dan jaket di tasku. Sesampaiku di musala, kukenakan kerudung dan jaket tersebut. Voila, jadi muslimah berjilbab! Aku keluar dengan hati-hati dan sedikit malu. Aku bersalah nggak, ya, iseng berjilbab padahal hati belum mantap? Ah, tetapi aku penasaran! Semoga aku nggak dianggap orang-orang yang mempermainkan syariat, begitu pikirku. Hari itu aku jalan-jalan ke mal sendirian dengan jilbabku itu. Panas matahari sangat menyengat, tetapi entah mengapa aku merasa adem-ayem saja. MasyaaAllah. Itukah rasanya? Nyaman sekali. Merasa dipayungi malaikat, kalau aku boleh lebay.

Sepulangnya dari berjalan-jalan, aku mampir lagi ke musala dan melepas jilbab dan jaketku. Hal itu terjadi berulang-ulang. Aku pun sempat kepergok temanku di masa 'latihan' itu. Mereka kaget dan ikut mendoakanku. Jadilah aku seperti sekarang, berjilbab. Alhamdulillah.

Hidayah itu dijemput, ukhti. Jangan tunggu diri ini sempurna untuk berubah ke arah yang lebih baik. Jejakkan langkah pertama, insyaaAllah selanjutnya akan lebih mudah. Yang perlu kau lakukan hanyalah memulai. Kalau kalian melihat teman yang mulanya nggak berjilbab lalu lantas berjilbab dan keesokan harinya lepas lagi, jangan sinis. Don't judge a book by its cover. Barangkali itu caranya menjemput hidayah. Dia sedang berusaha memantapkan hati dengan caranya sendiri. Doakan ia saja.

Ini ceritaku hijrahku, kalau kamu?

Comments

  1. kak hana juga merasa nyaman di tengah panas menyengat dengan jilbab
    entah kenapa malah adem2 aja
    keajaiban dari Allah kali ya? :D
    makasih sharingnya :D semangat semoga istiqomah :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kekayaa

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.