Skip to main content

Tahun baru penuh bahagia

Alhamdulillah, ya Allah.
Terima kasih untuk hari kemarin. Terima kasih untuk tahun barunya.
Kemarin aku berangkat ke MUI untuk mengikuti Kajian Hijab Biru UI yang membahas tadabbur surat Alfatihah. Kajian terakhir yang kuikuti itu tanggal berapa, ya? Sudah lama sekali. Ada rasa yang berbeda ketika aku duduk bersama para akhwat dan menyimak serta mencatat materi dari ustaz yang duduk di belakang hijab.

Sekarang, Masjid UI menjadi tempat yang cukup asing bagiku. Setahun lalu aku masih sering ke MUI karena sekretariat organisasiku berada di lantai dua masjid ini. Namun, setahun belakangan aku tidak lagi bergabung dengan organisasi apa pun. Aku putus kontak dengan MUI karena merasa sudah tidak ada ikatan apa-apa. Aku tidak wajib mengurus kajian, tidak wajib lagi menghadiri rapat, dan lain-lain. Padahal, aku sering mengunjungi tetangga masjid ini, yaitu perpustakaan, tetapi untuk sekadar beribadah di MUI aku jarang sekali. Berkunjung ke rumah Allah membuat hatiku lega. Lega karena pada akhirnya bisa melepas rindu.

Di kajian, aku dipertemukan dengan kak Arista, kakak yang menjadi kawan baikku di kajian tersebut dahulu. Jarang sekali kami bisa bertemu karena ia sibuk bekerja. Jadi, kemarin adalah kesempatan yang begitu langka. Ah, menyambung tali ukhuwah itu menyenangkan sekali. Alhamdulillah. Uhibbukifillah, kak Arista.

Kajian selesai pukul 17.30. Seharusnya aku bisa langsung pulang, tetapi aku urung. Aku memutuskan untuk ikut salat Magrib berjamaah di sana. Sudah berapa lama tidak salat berjamaah ramai-ramai, Nad? Kapan terakhir kali kamu mengambil wudu sebelum azan berkumandang? Sungguh, sudah berapa lama?

Damai sekali rasanya. Terima kasih, ya Allah. Terima kasih masih memberikan kedamaian di hatiku yang sedang gundah. Terima kasih.

Selepas salat, aku disapa seorang kawan lamaku di Whatsapp, "Halo, Nad. Apa kabar?" Aku segera membalas dengan menggunakan huruf kapital saking gembiranya. Eh, chat-nya pending.
Ketika mau pulang, aku malah bertemu dengannya yang sedang duduk di salah satu sudut masjid. MasyaAllah. Kebetulan sekali. Kami lantas bertukar kabar dan menceritakan kesibukan masing-masing. Aku baru tahu dia mengikuti dua organisasi. Wih, sibuk sekali dia, padahal di saat yang sama ia sedang menggarap bab dua skripsinya. Aku juga bercerita mengenai hari-hariku yang cukup...monoton. Hahaha. Dulunya, kawanku ini partner  galauku, tetapi dia sekarang nggak pernah lagi membagi kisah denganku. Mungkin tidak ada cerita cinta yang dapat dibagi. Akhirnya, aku yang mencerocos menceritakan kisah cintaku yang absurd. Berangkat dari cerita galau, aku bertanya soal cita-citanya. Tak dinyana, ia bercerita panjang. Ia mengaku sedang jenuh pada jurusannya, pada  skripsinya, dan terlihat patah semangat. Padahal, ia tengah menjalani mimpi kelas lima SD-nya. Berkuliah di jurusannya saat ini memang cita-citanya sejak dahulu. Sayang, kali ini ia hilang fokus, tidak seobsesif dulu, dan sibuk melarikan diri pada subjek-subjek lain. Aku lalu berkata seperti ini, "Mimpi itu boleh saja berubah, tetapi pastikan ketika kamu meninggalkan mimpimu yang semula, kamu sudah menemukan mimpi baru untuk digapai. Apa kamu sudah menemukan yang baru?" Ia lantas menangis dan benar-benar menumpahkan semua kegundahan hati yang tampaknya sudah dipendam sedemikian lama.

Allah, terima kasih sudah membawaku padanya. Terima kasih telah mengutusku untuk menjadi teman curhatnya malam ini. Terima kasih pula telah menyadarkanku bahwa masalah yang kini kuhadapi tidaklah lebih berat daripada orang lain.

Teruntuk kawanku, tetaplah semangat! Kapan pun kamu butuh kawan cerita, ingatlah aku selalu ada. Mari saling menyemangati satu sama lain! Indonesia butuh kita: kita yang bermimpi besar, unik, dan optimis. Jangan menyerah sekarang!

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kekayaa

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.