Skip to main content

Kena modus di halte Transjog

Sore tadi di halte Transjogja SMP 5, aku menunggu bus rute 3A. Kondisi halte saat itu penuh sesak. Aku bersama rombongan mahasiswa yang entah dari mana. Kulihat beberapa kaus mereka bertuliskan fotografi dan JFMI Solo. Mereka ternyata sedang menunggu bus yang sama denganku.
P: Kita nanti turun di mana, ya? Malioboro kan haltenya ada tiga.
L: Ya nggak tahu. Mau foto di ujung Malioboro itu kita, kan?
N: Turun di halte Malioboro 1, Mbak.
P: Oh iya, makasih ya, Mbak.
N: Rombongan dari Solo, toh?
L: Pasti karena ngelihat kaus ini, kan? (menunjuk kaus yang dipakainya) Bukan, Mbak. Kami dari Lombok. Ikutan jambore di Solo.
N: Ooh, sudah berapa hari di Jogja?
P: Baru juga sampai tadi, Mbak.
L: Kabar buruknya, Mbak, besok kami pulang.
N: Oalah... 
Sehabis itu aku manggut-manggut saja terdiam, sementara mereka melanjutkan percakapan dengan hebohnya. Beberapa percakapan mereka mengundang tawaku. Melihat aku tertawa, si L nimbrung.
L: Maklum, Mbak. Di Lombok nggak ada beginian. (Mungkin maksudnya Transjogja)
N: Yaah, tetapi di Lombok banyak pantai yang cantik.
L: Banyak sih, Mbak. Akan tetapi, di Lombok nggak ada yang secantik Mbak.
Woalah, aku digodain. Hahahah, aku nggak kuat menahan tawa. Pipiku merah, tentu saja. Bus 3A yang kami tunggu datangnya lama nian. Sudah dua kali datang, tetapi selalu penuh dan kami tak bisa masuk. Menanggapi hal itu, L berkata lagi.
L: Lama juga busnya ya, Mbak. Nggak apa-apalah, berarti kita masih punya waktu untuk cerita-cerita.
Dia lalu digodain teman-temannya, "Woooo, yang di Bandung gimana?" Aku geleng-geleng kepala aja sambil mengalihkan pandangan. Parahlah ini anak. SKSD-nya atuh daaaa.
P: Mbak, kalau mau ke Tugu bisa jalan kaki ndak, ya?
N: Bisa, kok. Nanti dari halte Malioboro 1, kalian jalan ke ujung aja sampai ketemu rel lalu belok kanan.
P: Searah sama Taman Pintar ndak, Mbak?
N: Wah, nggak. Kalau Tugu di sini, Taman Pintar di ujung sana. Kalian mau ke Tampin? Setahuku pukul segini sudah tutup.
P: Hehe, nggak kok, Mbak. Kami mau ke kilometer 0.
N: Oh, oke. Keduanya bisa ditempuh dengan jalan kaki, kok.
L: Mbak, kerja di Pusat Informasi Jogja, ya? (sambil senyum)
N: Nggak, saya masih mahasiswa.
L: S-2, Mbak?
N: Masih S-1, kok. Di UI Depok.
L: Oooh, samalah, Mbak. Saya juga masih mahasiswa. Hm, tiket bus dari Bandung ke Depok berapa ya, Mbak?
N: Berapa, ya? Saya kurang tahu kalau naik bus. Kalau mobil travel, sih, Rp80.000,00-an.
L: Oooh gitu ya, Mbak.
Wkwkkw, nimbrung aja, nih, anak! Di halte itu aku nggak berhenti ketawa. Aku sebal sih dimodusin, tetapi kali ini aku santai aja. Anggaplah penghibur di kala kesal menunggu bus. Tiati di jalan, ya, mahasiswa-mahasiswi Unram! Till we meet again. :)
Salam,
Nadia Almira Sagitta

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga...

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kek...

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun