"Cinta itu... anugerah. Yang harus kau simpan rapat. Yang sejatinya tak usah kau umbar. Yang selayaknya kau jaga kelangsungan hidupnya hingga saat itu tiba menghampirimu." (Sagitta, 2012)
Sungguh tak kukira aku pernah menulis status macam ini. Kurasa tulisan ini muncul semasa aku baru hijrah dan patah hati. Zaman kelas tiga SMA itu heboh-hebohnya aku membaca artikel cinta dalam diam. Heboh-hebohnya aku mencari tahu hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam Islam. Heboh juga nangis bombai karena bimbang mengambil tindakan apa: menuruti nafsu hati atau menjaga perasaan. Dulu, hati bisa sedikit terhibur dengan nasihat tidak mengumbar perasaan karena memang sejatinya rasa itu dijaga, bukan disebarluaskan. Tak ada yang perlu tahu kau sedang jatuh hati. Sekarang? Semua orang tahu kau sedang dimabuk kasmaran, patah hati, atau gundah gulana. Dari mana mereka mengetahuinya? Ya, dari mulutmu yang lancang itulah. Kau tuliskan kutipan lagu atau puisi yang menggambarkan perasaan. Kau ungkapkan segala rasa di jejaring sosial. Kau tebar kode secara tak sengaja entah pada siapa. Kok, jadi semurah itu engkau? Berubah sekali. Berasa kembali menjadi remaja ingusan yang baru mengenal cinta. Malu, woy, sama umur.
Hm, kalau dulu aku penasaran ingin pacaran, kini aku penasaran pada teman-teman yang menghalalkan perasaan. Hahahaha. Iya, sih, ingin menikah, tetapi baru sekadar ingin belum serius. Barangkali mau nikah supaya nggak galau-galauan lagi. Halah, alasan apa pula itu. /keplak/ Kau kira nikah itu sekadar pacaran halal aja? Romantis-romantisan sampai muak? Huhuhu, kan, nggak. Habisnya lelah galau melulu. Tuan, jauh-jauh aja sana dari hidupku. Kerjaanmu bikin aku galau setengah hidup. T-T
Yah, semoga aku bisa berubah, ya. Aamiin.
Salam,
Nadia Almira Sagitta
Comments
Post a Comment