Skip to main content

Kuliah: minggu pertama

Minggu pertama kuliah. 
Hari Senin ada kuliah Pengajaran Bahasa dan kuliah Dialektologi. Dapat satu tugas. Dapat amanah menjadi ketua kelas yang mana akan bertanggung jawab terhadap fotokopian bacaan kuliah, yang akan dihubungi dosen, dan segala macam. Sudah biasa. Senin sore aku langsung memfotokopikan buku dialek.
Hari Selasa menuju perpustakaan demi mencari buku pengajaran bahasa dan tambahan buku dialektologi. Sorenya kembali lagi ke fotokopian.
Hari Rabu kuliah Kapseling. Didongengkan hasil-hasil riset secara menyenangkan. Dapat tugas kelompok. Rabu siang bertemu dosen untuk menemani teman berkonsultasi. Pada ujungnya, aku juga ikut berkonsultasi. Rabu sore menuju perpus untuk mencari buku bacaan untuk tugas Kapsel. Setelah itu, nongkrong di iMac dan mengunduh video-video The Ling Space.
Hari Kamis tepar di kosan karena kelelahan.
Hari Jumat semestinya menjadi hari jalan-jalanku dengan seorang kawan dan menghadiri seminar GUIM. Kawanku tak enak hati mengajakku berjalan-jalan bila aku harus berada di UI siang hari. Batal. Lalu mager di kosan sembari mencari-cari bahan untuk tugas. Batal menghadiri seminar GUIM. Memutuskan berangkat ke perpus untuk mengganti buku pinjaman karena buku yang dipinjam Rabu lalu tidak sesuai keinginan. Selepas itu, nongkrong di iMac demi mengunduh ebook sosiolinguistik dan banyak video OneWorldItaliano.
***

Maaf gaya penceritaannya monoton dan membosankan. Sengaja, biar sesuai dengan situasi. Ya, minggu pertama ini monoton sekali. Aku duduk di depan, berhadapan dengan dosen, dan menghabiskan waktu di perpustakaan. Aku bahkan tidak sempat makan bareng kawan semingguan ini, tidak sempat bercengkrama lama dengan mereka, juga tidak sempat menanyakan kabar-kabar liburan. Padahal, ini baru minggu pertama perkuliahan. Padahal, semester ini tidak disambi skripsi. Ah, bagaimana nanti, ya?

Tegur aku bila kau berpendapat aku menjauh. Sungguh bukan maksudku. Hm, tampaknya merupakan keputusan yang salah mengambil mata kuliah linguistik tanpa mata kuliah hiburan semacam sastra dan bahasa asing. Jangan-jangan nanti aku jadi sosok yang serius! (bukannya sudah dari dulu?) Haha. ♡

Salam,
Nadia Almira Sagitta

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga...

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kek...

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun