Skip to main content

Dilema: Minang atau Jawa?

Menjadi anak campuran dua suku yang berbeda itu sulit. Ditambah lagi apabila anak itu besar di kota yang bukan kampung halamannya. Semisalnya aku, keturunan Padang dan Jawa yang dibesarkan di Makassar. Bingung juga menyebut diri sebagai orang Padang atau Jawa, soalnya aku tidak tahu apa-apa. Berkunjung ke Tanah Padang saja belum pernah sebab semua keluarga ayah bermukim di Medan. Mengetahui bahasa Minang saja aku tidak, boro-boro budayanya. Sama saja dengan Jawa. Mungkin untuk yang satu ini aku sedikit lebih tahu sebab sering pulang ke Jogja. Tapi, apakah fasih berbahasa Jawa? Tidak juga. Namun, untuk urusan wisata Jogja, aku sedikit lebih tahu daripada diminta merekomendasikan wisata sekitar Medan atau Padang. Sesungguhnya, aku lebih merasa Jawa daripada Minang. Entah kenapa lebih tertarik saja kepada kebudayaan Jawa. Padahal, baik ayah maupun ibu, tak ada yang mengenalkan kebudayaan mereka padaku. Ya, aku cari tahu sendiri melalui karya sastra, berita, atau cerita keluarga.

Maka Ibu, jangan lagi katakan, "Kamu bukan orang Jawa, sih, jadi ndak ngerti mana batik yang bagus." Aku gadis Minang, katamu, sebab perempuan mengikuti garis keturunan ayah. Bukankah dalam darahku mengalir pula darahmu? Aku gadis Jawa juga, walaupun tidak tulen. Apabila aku belum mengenal batik atau bahasa Jawa maka kenalkanlah semuanya padaku. Agar aku juga bisa menurunkan pengetahuanmu ke anak-cucu. Pun ayah, ajaklah aku berkeliling Padang, khususnya ke Koto, agar ada cerita yang bisa kuteruskan ke generasi berikut. Jangan biarkan semuanya berhenti di kalian. Kebudayaan itu hendaknya diwariskan turun-temurun. Selagi aku mau mengenali, mengapa tidak?

Luv,
Nadia Almira Sagitta

Comments

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kekayaa

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.