Skip to main content

Seminggu dengan Erha

H+7 menggunakan produk Erha. Well, what can I say? Yang sudah terjadi selama minggu pertama ini adalaaaah tanganku yang gatal memencet jerawat. Oh, Tuhan! Padahal, dokter jelas melarang pasien memegang dan memencet jerawat. Maaf, dok, tanganku usil sekali. Takkan kuulangi. Hal lain yang terjadi adalah tercicipnya krim itu oleh lidahku. Jangan bayangkan aku sengaja menjilat krim itu, ya. Ceritanya, sehabis aku mengoleskan krim Erha, aku makan roti. Eh, ternyata jariku mengenai lidah. Luar biasa pahit, Saudara! Padahal, aku sudah mengelapnya dengan tisu. Aku jadi penasaran sebanyak apakah bahan kimia dalam satu krim. ( ._.)

Hm, di samping kekonyolan itu, aku menemukan perubahan pada wajahku. Satu, jerawatku yang besar sedikit mengempes. Dua, tahu-tahu ada bruntusan baru di rahang kiriku. Tiga, krim belum memberikan efek pada bruntusanku--sebut itu jerawat kecil--yang lama. Empat, kulit wajahku menjadi sedikit kenyal which I love! Menurutku, ini perubahan yang cukup baik ya, mengingat aku sempat bolong tiga hari menggunakan krim serta obat ketika dalam perjalanan dan terbaring sakit. Jika aku lebih rutin menggunakannya, hasilnya akan lebih baik, hopefully.


Oh ya, ada lagi yang berbeda di minggu pertama ini, yakni aku tidak sibuk maskeran. Biasanya, kan, maskeran dua kali seminggu. Huhu, ini benar-benar nggak boleh atuh dari si dokter Erhanya. Soalnya, produk doi nggak bisa dicampurkan dengan produk lain. Oke, akan kusiasati dengan masker madu saja. Huhu, tetapi tetap saja tidak bisa eksfoliasi dengan masker krim Himalaya atau Sariayu milikku. Nggak masalah kali, ya, karena sabun ACSBP mengandung butiran scrub. (Stop being so rempong, Nanad)

Hal yang berbeda lainnya adalah terlepasnya diriku dari ketergantungan bedak dan blush on! Yay, to myself! Haha, sebenarnya ini juga larangan dokter, sih. Tidak ada makeup (foundation, BBC, blush on, powder, contour, highlighter, and whatever you put on your cheeks and forehead) pada sepuluh hari pertama. Hm, maafkan aku, dok, aku telah melanggar dua kali. Soalnya, pada dua hari itu, aku memiliki agenda dengan teman-teman. Err, bedak doang, kok. Aku jarang pakai BBC, apalagi contour dan higlighter! Akan tetapi, aku bangga pada diri sendiri karena berhasil bebas dari ketergantungan bedak bila hanya di sekitaran kosan dan kampus. Oil control paper, you're my very best friend right now. Ini masalah pede nggaknya kita aja. Belajarlah sedikit cuek pada penampilan. Saranku bagi kalian yang sehari-hari bertarung dengan polusi jalanan, gunakanlah masker. Tak akan ada yang akan memperhatikan wajahmu yang berminyak gegara tak disentuh bedak. Selain itu, masker melindungi wajahmu dari paparan sinar matahari dan debu. ♡

Pesan: apabila kamu sudah memutuskan ke dokter kulit, kamu harus konsisten menggunakan produk beserta obatnya. Jangan malas! Duit itu, woooooy.

Stay tunes!

Salam,
Nadia Almira Sagitta

Comments

  1. hahahaha samaaa kakkkk gue bangett....ceritanya

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga...

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kek...

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun