Kata mereka, kamu sakit. Sependengaranku, sakitmu bertambah parah. Kamu kenapa tidak pernah bercerita? Apa mungkin kamu tidak sepertiku, ya, yang sedikit-sedikit cerita bin curhat di media sosial? Hm, bisa jadi.
Lekaslah sembuh, kamu. Maaf, aku belum bisa menjenguk. Aku...walaupun sudah beberapa tahun ini lepas kontak darimu, sungguhnya juga menaruh khawatir tatkala kuketahui dirimu terbaring sakit. Bagaimanapun, kamu sempat menjadi poros hidupku di kampus dulu. Haha, poros.
Aku masih ingat betapa dulu harap-harap cemas menanti balasan atau komentarmu. Masih ingat hangatnya pipiku tatkala mendengar suaramu atau menangkap refleksimu di kaca. Masih ingat bagaimana jantungku berdegup kencang tatkala mataku mendapati matamu. Tak banyak orang yang dapat membuatku jatuh cinta sedemikian sederhana. Tanpa banyak ucap apalagi janji. Tanpa banyak kata apalagi tindakan.
Aku masih ingat juga bagaimana dulu aku tersipu ketika kudapati diriku dalam tulisanmu. Mungkin, hanya kamu yang menuliskan cerita tentangku. Tersanjung aku karenanya. Aku masih ingat nama-nama blog pribadimu yang berganti-ganti terus itu sebab dengan sabar selalu kucari-cari tulisan terbarumu. Hanya ingin memastikan, masihkah aku menjadi tokoh tulisan bebungaanmu yang jarang itu.
Aku pun masih ingat napas yang tertahan ketika tak lagi kutemukan sesosok gadis dalam tulisanmu. Tepatnya, kamu tak lagi menulis tentang topik itu. Kosong dan terlupakan, rasanya. Lalu, aku mengingat alasan mengapa akhirnya kuputuskan untuk menjauhimu, kembali mempertahankan jarak, dan melupakanmu.
Perpisahan sudah berselang berapa tahun, Tuan. Aku sudah menertawakan yang dulu-dulu. Juga memaklumi kebetulan yang datang terlambat. Tuan, lekaslah sembuh. Banyak yang menantimu di kampus.
Cheers,
Nadia Almira Sagitta
Nadia Almira Sagitta
Comments
Post a Comment