Skip to main content

Belajar bahasa Guarani

Mba'eichapa, kape!*

Hari ini aku mengisi hari dengan belajar bahasa Guarani (Jopara). Beberapa hari ini aku memutuskan untuk mengisi waktu senggang dengan hal-hal yang bermanfaat dan sedikit menyibukkan dibanding bermain medsos. Kemarin aku sukses membaca buku nonfiksi berjudul The Last Speakers. Penulisnya, K. David Harrison, menyebutkan salah satu language hotspots adalah negara Paraguay. Language hotspots itu suatu daerah--umumnya kecil--yang memiliki diversitas bahasa yang tinggi. Nah, bermula dari pernyataan beliau itulah aku tertarik mempelajari bahasa nasional Paraguay. Sebenarnya, aku mencari kursus native language yang tergolong bahasa-bahasa yang terancam punah, tetapi tidak apalah, kurasa Guarani cukup antimainstream.

Guarani memiliki empat juta lebih penutur yang tersebar di wilayah Bolivia, Brazil, dan Paraguay. (sumber: ethonologue.com). Di Paraguay, masyarakat mencampur bahasa Guarani dan Spanyol yang kemudian membentuk dialek khas bernama Jopara sebagai bahasa sehari-hari. Bahasa inilah yang kupelajari di Duolingo.


Aku belajar Guarani dari siang sampai petang. Cukup melelahkan belajar empat bab dengan total empat belas pelajaran. 


Baru segini

Sebabnya, bahasa pengantar kursus ini adalah bahasa Spanyol. Aku belum menguasai bahasa Spanyol jadi benar-benar roaming ketika harus menerjemahkan bahasa Guarani ke Spanyol dan sebaliknya. Bukan masalah besar, sih, toh aku jadi untung karena dapat pengetahuan dua bahasa dalam sekali belajar. Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Kerugiannya hanya proses belajar yang lamban. Not a big problem, right? Kalau memang berenjana pada bahasa, kesabaran tentu sudah menjadi teman dekat.

Guarani ini cukup sederhana daripada Spanyol, lho. Misalnya, makan dan minum dilambangkan dengan ho'u. Yap, satu kata itu saja. Lalu, untuk kata that, cukup pakai pe alih-alih ese, eso, esa. Untuk kata this, cukup ko alih-alih este, esto, esta. Mungkin sesederhana itu karena tidak mengenal gender kali, ya?

Dari segi bunyi, bahasa Guarani kaya dengan bunyi nasal. Aku sampai agak-agak sengau sekarang, hahaha. Oya, bunyi glotal juga sering dijumpai. Ini bukan masalah, toh bahasa Makassar juga banyak bunyi glotalnya. Dalam pronomina, ada pembedaan untuk kata nosotros 'kami/kita'. Setahuku, bahasa-bahasa Italik tidak membedakan kami dan kita, tetapi Guarani ini pengecualian. Ore ditujukan untuk kami (exclude the listener), sementara Ã±ande (include the listener) ditujukan untuk kita.
Aku belum mencari konjugasi kata kerja bahasa Guarani, but I guess I figured it out a little.
che 'saya' + a-
nde 'kamu' + re-
ha'e 'dia' + o-
ñande 'kita' + ja-
ore 'kami' + ro-
peẽ 'kalian' + pe-
ha'ekuéra 'mereka' + o-

Contoh: membaca
che alee
nde relee
ore jolee
dst.

Segini dulu, ya, review-ku tentang bahasa Guarani. Toh, aku belum terlalu dalam mempelajarinya, khawatir asbun, hehe. Aku masih level tiga. 


Level tiga, see?

Adakah di antara kamu yang mempelajari bahasa Guarani juga? Atau menggunakan Duolingo sebagai media belajar bahasa asing? Komentar di bawah ini, ya. Tos dari sesama pembelajar! ;)

Jajotopáta di tulisanku selanjutnya!

Salam,
Nadia Almira Sagitta

*halo, manis!

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dialog Zainuddin Hayati

"Saya akan berterus terang kepadamu. Saya akan jujur kepadamu. Akan saya panggil kembali namamu, sebagaimana dahulu pernah saya panggilkan. Zainuddin. Saya sudi menanggung segenap cobaan yang menimpa diriku asalkan kau sudi memaafkan segenap kesalahanku." "Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku, kau patahkan, kau minta maaf?" "Mengapa kau jawab aku sekejam itu, Zainuddin? Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu? Janganlah kau jatuhkan hukuman. Kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini." "Iya, demikianlah perempuan. Ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain padahal begitu besarnya. Lupakah kau siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh ninik-mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina-dina, tidak tulen Minangkabau! Ketika itu kau antarkan saya ke simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanga...

Surat Hayati

Pergantungan jiwaku, Zainuddin Sungguh besar sekali harapanku untuk bisa hidup di dekatmu. Supaya mimpi yang telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yang besar-besar yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. Tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya menjadi cita-cita sebab engkau sendiri yang menutup pintu di depanku. Saya engkau larang masuk. Sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam, kesakitan yang telah sekian lama bersarang di dalam hatimu. Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yang maha kejam. Engkau renggutkan tali pengharapanku, padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri bergantung. Sebab itu, percayalah Zainuddin bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorang, bukan ia menimpa celaka kepadaku saja, tetapi kepada kita berdua. Karena saya tahu bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.  Zainuddin, kalau saya tak ada, hidupmu tidak juga akan beruntung. Percayalah, di dalam jiwaku ada suatu kek...

Review Salon Flaurent Jogja

Heyyyy, guys! Kali ini, saya mau review salon Flaurent Jogja yang baru saja saya kunjungi tadi. Dua tahun lalu, saya juga sempat ke sini bareng ibu, nah kali ini bareng tante. Bisa dibilang, ini salon perempuan pertama yang saya datangi dan memprakarsai hobi baru saya di Depok, yakni nyalon. Wakakaka. Tanteku memberi saran untuk mengambil paket mini yang terdiri dari body spa, hair spa, dan facial . Tiga perawatan ini bisa kalian ambil dengan merogoh kocek Rp125.000,00. Gila. Ini-murah-banget! Salon langgananku aja bisa kena biaya sekitar Rp300.000,00.

Percakapan Ponakan dan Om Tante

A: Ante, ke dokterlah. Supaya tahu sakitnya. Kasihan batuk dan menggigil terus. T: Indaklah. Ante ndak suka minum obat. A: Loh, siapa yang suruh minum obat. Ke dokter saja. R: Ha, lepas tu? Buat apa kita ke dokter, kak? A: Ya cek ajalah. Nanti kalau dikasih resep, tak usah beli kalau tak mau diminum. R: Entah apa-apa kakak ini. Haha, cengkunek. O: Ntah berkelit ke berapa hari ini. Tak mau kalah dia. A: Wah, mestilah, Om. Anak sastra mesti jago berkelit. R: Aduuuh, gimanalah suami kakak nanti itu. Ribut, lah. A: Mana pulak. Indak, lah. R: Kalau dapat yang heboh juga, wah saling berkelit nanti. Jangan sama anak sastra lagi, kak. O: Sama anak ekonomi saja, Nadia. A: Kenapa coba? O: Supaya nanti dia bisa menghitung, "Nah, sudah berkelit berapa kali istriku malam ini?" Kerjaan anak ekonomi, kan, menghitung-hitung saja, Nadia. A: Hahahahha. Alaaaah, si Om!  Medan, dalam mobil Karimun